Pukul 11:14 di bawah pohon Akasia
Seperti biasa hari begitu terik. Sun block yang aku pakai tetap saja sama, tidak mampu menghalau sengatan ultra violet yang menusuk keras ke kulit ku. Sedari tadi aku tertegun melihat kanak-kanak bermain di tengah terik tanpa mengindahkan kemungkinan terburuk. Lihat lah, mereka aysik sekali bermain ayunan. Seperti masa kecilku dulu. Anak-anak belia itu mungkin belum tahu tentang panasnya matahari yang bisa menghanguskan kulit mulusnya.
Juga belum tahu suatu ketika akan menemukan kesulitan saat mereka menginjak dewasa. Ya … seperti aku ini. Hari ini aku termenung sendiri, di tengah taman kota yang hampir gersang. Hanya tiga pohon Akasia besar yang ada. Dengan dedaunan yang mulai berguguran. Termasuk satu pohon di mana aku berteduh untuk menghindarkan screen Black Berry-ku terkena cahaya langsung.
Tiba-tiba, PDA-ku berbunyi. Satu panggilan via VOIP. Dari siapa gerangan? Aku terima. "Ya Nel, emmm.... aku masih di Indonesia. Gak tahu kapan aku bisa menyusul kamu. …. Skripsiku, oh belum selesai. Ibuku juga bilang begitu. Oh gak bisa Nel, PDA-ku ga ada web cam-nya. Maklum keluaran lama. Ntar sesampai di apartemen aku hubungi kamu. …. Ok, ntar ya, rada sorean. Aku masih pingin nyendiri dulu. Hehe …. Bye bye …".
Nella, pasti hidupnya sudah cukup mapan sekarang. Teman satu angkatanku. Dan sekarang dia sudah kerja di Kanada. Sedang aku, lulus saja belum. Ah, biarin toh Nella memang gadis yang cerdas, orang tuanya juga mampu. Tapi ingin sekali aku menyusulnya ke Kanada. Tidur lagi bersamanya. Dan menikmati malam dengan kelimpahruahan kesenangan. Oh … Nella, bibirmu …. I miss you.
Eh di mana anak-anak yang main ayunan? Tak terasa aku melupakan mereka.
Pukul 12:40 tempat yang sama
Zirex News.Com, aku buka page ke page lain. Siapa tahu aku temukan satu kasus yang bisa kujadikan bahan skripsiku. Semuanya sudah pernah aku dengar; tentang perang bintang lah, tentang kutub utara yang mencair lah, emisi CO2 di atas ambang batas, lapisan ozon yang tererosi, dan bla bla bla …Tinggal nunggu aja kapan kiamat! Nggak menarik.
Aku masuk ke satu chat room. Aku pilih local area. Ho ho ho … ini dia yang aku cari;
[leh gabung … ] [boleh aja, gak da yang nglarang, asal kamu telanjang dulu ] [percuma, aku gak da web cam ] [wah udik banget se lo …] [biarin wee …] [di lokal mana?] [aku di distrik 6 ] [sama dong ] [ntar malam ada party lho …] [kamu mengundangku?] [datang aja] [pasti! ] [ntar aku send teritorinya, inget this is np] [ok. makasih ya undangannya] [bye …]
NP, siapa takut … Tak berapa lama aku terima e-mail. Teritorinya ternyata tak jauh dari blokku. Sender: Sarah. Bodinya lumayan juga, aku liat di profil mailnya. Ntar malam pasti hot ne … Ah pikiranku jadi ke sana duluan.
Pukul 14:12 di dalam kereta bawah tanah
Panjang banget antriannya. Tumben seramai ini. Kayaknya scanner jarinya harus ditambah lagi. 10 menit kemudian aku baru bisa naik, itu pun selepas dua kereta berbeda berangkat. Black berry-ku bergetar. "Ya … halo. Ya saya Rei. O … maaf ya. Seminggu lagi saya lunasi tagihannya. Ya … sama-sama." Dasar sial! Baru kemarin aku lunasi tagihan kartu kredit, dan sekarang orang tv kabel ngomel-ngomel. Uang dari mana pula buat bayar. Aku menggerutu sejadi-jadinya di dalam hati.
Pukul 14:23 jalan raya distrik 6
Aku harus berjalan kaki 15 menit untuk sampai ke apartemenku. Aku mampir dulu di AMCM, seberang jalan. Ku kenakan lima detector itu di tubuhku. Aku letakkan ibu jariku di alat pemindai. Dan beberapa saat kemudian terdengar suara merdu perempuan, "Welcome Rei Mohammed". Tiga menit kemudian;
name : rei mohammed
birth day : january, 6th 2059
address : district 6th block 47th
….
result test :
tekanan darah [100/70] intesitas stress [tinggi] kesehatan reproduksi [beresiko tinggi] resiko kanker [tinggi] ketahanan tubuh [sedang] asupan mineral [cukup] asupan vitamin [cukup] ….
Intinya laporan itu mengisyaratkan aku rawan penyakit. Terutama dengan kesehatan reproduksiku. Memang beberapa hari terakhir aku merasakan sakit di pergelangan kaki bagian dalam. Kalau secara reflexiology, kelenjar prostatku terlalu capek, berkali-kali making love dengan jeda a few hours. Tapi, nanti malam aku harus datang di NP. Sayang kalau dilewatkan. Aku ambil lembaran laporan medisku. Dan seperti biasa, akan aku tempel di dinding kamarku. Mungkin suatu tempo berguna. Lalu aku keluar dari AMCM dan meneruskan berjalan ke apartemen.
Pukul 14:41 di dalam apartemen
Ku cuci mukaku bersih-bersih. Setelah itu, ku ambil satu minuman dingin di kulkas. Sembari duduk di depan televisi aku nyalakan laptopku. Tak lupa, "Fan on!", beberapa detik kemudian dua exhaust fan di kamarku menyala. Aku ingat 20 tahun yang lalu. Meskipun dengan remote control, aku mendapatkan kesejukan udara dingin AC. Sekarang, setelah pemerintah membatasi penggunaan AC di apartemen, exhaust fan tidak terlalu bisa mengusir hawa panas di kamarku. Tak mengapa lah, dari pada panas sekali.
Aku janji akan menghubungi Nella selepas aku pulang. Aku dial e-mail address-nya. Belum di terima. Ku ulangi lagi. Belum juga ada respon. "TV on!", beberapa detik kemudian TV kabelku menyala. "Channel number five!". Channel ini favoritku. Isinya film-film animasi dengan banyak varian. … Aku nikmati sembari menghisap cigarette mild-ku. Seru ….
Ah, tidak terasa aku tertidur sudah dua jam lebih. TV kabelku masih menyala. Laptopku juga masih menyala, standby. Ternyata Nella beberapa kali menghubungi balik. Dia mengirim e-mail, "Gimana si, kok gak di respon?". [Sender: Nella at 15:20 January, 27 2082]. Im sorry baby, aku ketiduran. Demikian ku balas e-mail itu.
"Channel number seven!", nampaknya aku mengganti channel di saat yang tepat. Seorang Guru Besar Sosial & Humaniora sedang membedah karya barunya. Spätmodernismus: The End of History. Aku tidak terlalu asing dengan nama penulisnya, Dr. Firdaus Putra Aditama. Dulu aku pernah mengikuti beberapa kali stadium general-nya. Orangnya menarik, arif, dan cerdas.
Aku simak dengan seksama paparannya. Bukunya mengisahkan tentang fenomena abad ini. Kerusakan alam, kecanggihan teknologi, penyakit epidemik, anonimisitas interaksi sosial, gaya hidup bebas berbatas kesenangan, dan seterusnya. Aku mulai tertegun dengan paparan karyanya. Lantas aku ingat, Nietcszhe, Marx, Capra, Freud, Foucault dan tokoh-tokoh lainnya yang sudah meramalkan tentang masa depan peradaban manusia. Dan hari ini aku adalah saksi dari kebenaran ramalan mereka.
Tiba-tiba terlintas di otakku ide untuk menulis skripsi. Kenapa aku tidak membahas tentang rentetan ramalan akhir dunia itu saja. Aku simak acara itu sampai akhir dan aku tunggu saat sesi interaktif dengan penulis. "Hallo, saya Rei. Mahasiswa. Saya ingin memberi komentar. Spätmodernismus merupakan fenomena abad ini. Lantas kondisi semacam apa yang mungkin paska spätmodernismus? Apa janji eskatologis agama yakni kiamat? Atau justru kita akan mengalami titik balik pada 100 – 200 tahun yang akan datang? Demikian saja. Terima kasih." []
Blogger Comment
Facebook Comment