Aku Menulis, Maka Aku Ada

Oleh: Firdaus Putra A.

Salah satu aktivitas yang akhir-akhir ini aku geluti yakni nge-blog. Meskipun aku sudah mengenal blog dua tahun yang lalu, tetapi baru beberapa bulan terakhir aku meluangkan cukup waktu untuk menekuninya.

Aktivitas nge-blog bermula dari aktivitasku yang lain, yakni menulis. Sebenarnya aku cukup produktif, ditambah sekarang di kamarku sudah bertengger satu unit komputer. Meskipun hanya dengan spesifikasi yang sangat sederhana; kecepatan prosesor hanya sebatas 450 Mhz, dengan didukung akselarasi RAM 256 Mgb, dan akselerasi dari kartu grafis sebesar 32 Mgb. Itu pun dengan screen monitor yang sudah tidak karuan warnanya, hanya menyisakan warna kuning dan merah, tanpa warna biru dari gagalnya salah satu IC warnanya.

Dulu, sebelum aku memiliki komputer sederhana itu, aku harus pergi ke rental komputer, atau minimalnya ke kos teman untuk sekedar menuangkan sekelumit ide yang bercokol di kepala. Pernah suatu malam, aku mengalami insomnia, otakku tidak bisa diajak beristirahat. Beberapa ide muncul. Akhirnya, aku gunakan pensil dan kertas untuk mencatat poin-poin besarnya, baru esok paginya aku digitalkan melalui komputer.

Melalui blog aku menemukan wahana lain. Sebuah media untuk mengartikulasikan gagasan-gagasanku ke orang lain. Aku berharap, minimalnya ada orang lain yang membacanya, entah itu mengamini atau mengkritiknya. Lebih jauh, aku posisikan blog sebagai media kampanye atas ide-ideku. Aku yakin, bahwa perubahan juga lahir dari sejumlah ide-ide yang kadang kala dianggap kecil atau remeh.

Atau, hari ini sepertinya tidak relevan lagi mengatakan blog sebagai sekumpulan ide-ide kecil, remeh, atau tempat sampah. Toh semua individu memiliki keunikan yang patut kita apresiasi secara proporsional. Termasuk dalam wilayah ini, tulis-menulis.

Suatu tempo, ketika sedang asyik-asyiknya surfing dan meng-up date blog, aku menemukan sebuah situs yang cukup produktif isinya, belajar menulis. Situs sederhana itu digawangi oleh seorang penulis, Bapak Jonru namanya. Komentar awalku ketika memasuki halaman demi halaman, situs ini terlalu sederhana. Entah dari template-nya, atau icon-icon penunjang lainnya. Bisa dibilang kurang “eye catching”. Meskipun, secara gagasan aku mengapresiasinya. Minimalnya melalui situs tersebut, orang-orang semacam aku, yang masih seringkali speech less ketika merangkai kata, menuliskan ide dan seterusnya akan terbantu.

Aku rasa apa yang dilakukan oleh Bung Jonru Ginting merupakan sebuah ‘praksis’ besar dalam rangka turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi, menurutku, jika situs belajar menulis ingin populis, maka seperti saranku di atas, tampilannya juga harus populis, alih-alih harus ngepop dan tetap elegan. Selain itu, nampaknya situs ini kurang memuat menu-menu lain. Saranku, sebaiknya tawaran menu lebih elaboratif lagi, semisal; Kumpulan Tulisan dari banyak penulis lepas, Resensi Cerpen atau Buku, atau bisa juga Wawancara Tokoh yang nota benenya adalah penulis, dan sebagainya.

Hal lain yang aku ingat, dalam situs belajar menulis kita dapat menemukan link-link penulis-penulis ternama. Seperti, Pipiet Senja, Kyonisan, Fira Basuki dan seterusnya. Tentunya, situs tersebut akan membantu mengantarkan kita berkenalan dengan ide-ide atau dengan penulis yang bersangkutan.

Lebih jauh, proses belajar jarak jauh ini tentunya juga akan mempermudah kita dalam mengakses. Melampaui proses konvensional, berada di ruang kelas, melalui situs belajar menulis kita dapat belajar sembari mengerjakan aktivitas yang lain. Aku rasa wahana ini cukup responsif menjawab kebutuhan belajar cepat dan terarah tanpa kehadiran fisik.

Aku kira orang seperti Bung Jonru, melalui situs belajar menulis sudah memahami arti pentingnya menulis, atau lebih jauh lagi nge-blog. Mungkin, beliau adalah sedikit orang yang secara tegas mengatakan bahwa dari menulislah kita akan menemukan kedirian kita juga kebebasan kita. Situs itu menurutku sebuah fasilitas yang cukup menunjang bagi lahirnya sentrum-sentrum kecil dari pusara teks yang kadang kala terlembagakan. Dalam atmosfir posmo, kedirian, keunikan, kelokalan patut kita rayakan dan patut kita semai. Alhasil, penulis-penulis lepas (meminjam istilah dalam tradisi pos-kolonial, penulis sub-text) akan lahir bagaikan jamur di musim penghujan.

Menulis, nge-blog hari ini, menurutku sudah menjadi salah satu gaya hidup. Aku sepakat dengan plesetan adagium si Idi Subandy Ibrahim, dalam Kata Pengantar untuk Life Styles: Sebuah Pengantar Komprehensif (2004), “Aku bergaya, maka aku ada”. Sebuah plesetan dari jargon yang dikumandangkan oleh Rene Descartes di masa Fajar Budi, masa Pencerahan, Cogito Ergo Sum, “Aku berfikir, maka aku ada”. Dan hari ini, aku rasa tidak berlebihan ketika kita mengatakan, “Aku menulis, maka aku ada”. Dan aku tidak memandang sebelah mata, kalau nantinya situs belajarmenulis.com merupakan salah satu wahana belajar yang akan meng-ada-kan kita dengan ide-ide unik kita. Semoga. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

3 comments :

Agus Suhanto mengatakan...

Salam kenal. Review-nya panjang lebar dan banyak memuji. Review saya malah sebaliknya. Coba deh baca di http://suhanto.blogspot.com/2007/12/review-website-belajar-menulis.html

retno mengatakan...

belajar dan terus belajar
untuk mencapai sebuah keberhasilan
butuh sebuah proses dan komitmen yang terus terjaga
mudah2an tulisan2 yang kita buat, mampu memberikan kontribusi untuk kemaslahatan ummat.

Anonim mengatakan...

salamkenal, menulis memang menyenangkan tapi mengapa kadang orang takut menulis,mereka takut mendapat cemoohan atasapa yang ditulisnya.