Friendster dan Narsisme


Oleh: Firdaus Putra A.

Hari ini siapa yang tidak mengenal friendster atau biasa disingkat dengan fs. Mungkin hari ini juga fs sudah menjadi gaya hidup, khususnya bagi muda-mudi, tidak hanya di Eropa, Amerika atau negara maju lainnya, tetapi juga sebagian muda-mudi Indonesia.

Pernah saya secara sengaja masuk ke fs teman, dan saya lanjutkan masuk ke fs temannya teman saya, kemudian ke temannya temanya teman saya, sampai ada tujuh orang lebih saya masuki tanpa pernah kenal. Saya kagum terhadap jaringan interaksi yang dibangun oleh fs. Benar-benar tanpa batas. Jika kita fs sebagai perumahan, saya secara bebas masuk ke satu pintu rumah. Kemudian dari pintu belakang saya keluar. Di pintu belakang, ada pintu depan dari rumah orang lain. Saya masuk. Dan seterusnya sampai tidak terbatas.

Pengalaman eksperimen di atas memberikan saya gambaran bagaimana interaksi pada fs terbentuk. Yakni semacam open web, sebuah jaringan interaksi terbuka. Apa yang perlu kita lakukan adalah menentukan titik awal atau pintu yang mana kita akan “berjalan-jalan”, dan saya yakin, kita tidak akan sampai pada pintu terakhir atau titik akhir dari proses tersebut.

Kelimpah-ruahan kontak personal dalam fs ini yang dapat kita baca secara berbeda. Beberapa orang, saya lihat di profile-nya, ingin mendapatkan teman ketika mereka bergabung. Padahal, menurut saya, fs tidak bisa memberikan hal semacam itu. Kelimpah-ruahan kontak personal bisa jadi kurang baik. Kita hanya akan menemukan atau mendapatkan sedikit makna dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, singgah-pergi pada fs traffic kita. Kita pun tidak akan pernah bisa mendalaminya satu persatu. Jean P. Baudrillard pernah melontarkan bahwa adagium yang berlaku di dunia maya adalah, “Semakin banyak informasi, semakin sedikit makna”.

Lantas sebenarnya apa yang orang cari ketika bergabung dalam jaringan maya fs? Apakah benar sebuah keinginan untuk berinteraksi, memperoleh teman atau semacamnya? Mungkin motif-motif semacam itu ada. Tetapi, saya lebih melihatnya pada motif yang lain. Yakni motif untuk menunjukan diri.

Menurut saya, fs dimaknai oleh sebagian muda-mudi sebagai media di mana mereka bisa mejeng. Layaknya di sebuah mall, muda-mudi mejeng dengan berbagai gaya. Di dalam fs muda-mudi bergaya melalui berbagai macam foto yang di-publish, dengan berbagai macam pose, peristiwa juga latar. Seperti di mall, keinginan muda-mudi mejeng lebih dalam rangka memuaskan diri, daripada mencari teman. Fs-pun saya baca demikian. Pencarian dan peneguhan kepuasan ketika mereka mampu “mempertontonkan” apa yang mereka miliki.

Kecenderungan semacam ini saya temukan pada anggota fs di Indonesia. Boleh jadi, sebenarnya motif yang terkandung pada muda-mudi pengguna fs adalah motif narsisme. Sebuah kompleks psikologis di mana mereka akan memperoleh kepuasan tertentu dengan cara menunjukan gaya hidupnya. Kecurigaan semacam ini muncul dari banyaknya fs yang saya masuki hanya berisi foto-foto pemiliknya, juga testimoni dari berbagai teman. Meskipun di sana tersedia layanan blog, sedikit muda-mudi kita yang menggunakannya sebagai media sharing secara serius atau mendalam.

Selain itu, kelimpah-ruahan kontak personal yang ada akan membuat satu pemilik fs tidak fokus untuk melakukan interaksi atau komunikasi. Yang mereka lakukan justru bagaimana mempercantik tampilan fs-nya masing-masing dengan berbagai template atau icon-icon tertentu.

Sehingga jika saya menerima e-mail, bahwa fs saya diundang (invinited atau add) oleh teman atau yang lain, saya membacanya sebagai ajakan untuk melihat sebuah album foto atau sebuah profil diri yang biasanya narsis. Jika seorang teman mengatakan bahwa, “Saya baru saja meng-up date fs”, maka saya maknai bahwa teman tersebut baru saja menambah koleksi fotonya, dan seringkali benar.

Pada posisi out-sider saya sendiri suka memasuki satu fs ke fs yang lain. Hasrat semacam ini sebenarnya hampir sama dengan voyurisme, sebuah tindakan mengintip atau melihat-lihat gambar-gambar porno. Meskipun dalam fs sendiri, foto-foto yang ada tidalah porno. Tetapi pada dasarnya, hasrat tersebut hampir sama, yakni keinginan untuk mengetahui kehidupan orang lain dengan berbagai sisi privatnya.

Sedangkan para pengguna fs, saya baca hasrat yang ada hampir sama dengan eksibisionisme, yakni keinginan untuk mempertontonkan atau memperlihatkan bagian tubuhnya. Pada dasarnya hasrat tersebut hampir sama, suatu keinginan untuk mempertontonkan atau memperlihatkan kehidupan privatnya pada orang lain atau publik.[]
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment