Kosmetik, Obat, Jamu Palsu


Oleh: Firdaus Putra A.

Beberapa minggu terakhir kita menyaksikan bagaimana media elektronik kita secara kontinyu menayangkan informasi tentang beredarnya barang palsu. Bukan hanya uang pecahan ratusan ribu. Melainkan produk kosmetik “abal“ atau palsu. Saya cukup tertegun ketika menyaksikan tayangan tersebut. Bagaimana seseorang tega-teganya melakukan tindak pemalsuan yang tentu saja sangat merugikan.

Coba bayangkan bagaimana rasanya ketika wajah kita memakai produk pembersih muka yang terbuat dari campuran alkohol, air serta pewangi tanpa memberikan atrak kesegaran tertentu. Dan apakah yang akan terjadi ketika wajah kita memakai krim pemutih palsu yang secara gegabah dibuat dari salah satunya adalah KOH atau lebih terkenal dengan soda api. Dalam dunia perbengkelan, larutan soda api biasanya digunakan untuk mengelupaskan atau mengikis cat mobil. Dan larutan itu, sekali lagi mampir di wajah kita.

Ketika diinvestigasi, orang yang melakukan pemalsuan tersebut mengatakan bahwa produk “abal” biasanya dijual separuh harga produk asli. Makanya banyak penjual juga melirik produk itu. Sebut saja produk kosmetik; penyegar muka cair, susu pembersih muka, krim pemutih, vitamin kulit, lotion tubu, cat kuku, sabun wajah dan sebagainya.

Sedang di lain hal, BPOM dan kepolisian menemukan sindikat penyuplai obat palsu di daerah Jawa Barat. Polisi menyita 12 juta tablet obta palsu yang ditaksir bernilai 25 miliar rupiah. Tidak hanya obat-obatan generik saja yang dipalsu, seperti Dulcolax, vitamin B tetapi obat-obatan yang dijual bebas di pasaran juga di palsu. Beberapa merk obat bebas; Supradyn, Ponstan, Supertetra. Selain obat-obatan cair, sindikat itu juga memproduksi obat-obatan cair, sirup cair. Beberapa jenis obat yang sering dipalsu seperti obat-obatan suplemen, obat kuat untuk laki-laki, vitamin dan ada juga anti biotik.

Pemalsuan dua produk (kosmetik dan obat) di atas terlihat canggih. Tidak hanya bungkus, tetapi dari plastik segel dan lain sebagainya terlihat mirip dengan asli. Sampai botol-botol kecil, baik plastik maupun kaca telah mereka persiapkan sedemikian rupa. Meskipun kalau kita jeli, tetap akan terlihat beda antara yang asli dengan yang “abal”. Contohnya kosmetik, pada produk “abal” tidak tertulis nomor registerasinya. Pun kalau ada nomor tersebut sudah hampir hilang karena proses pembersihan botol. Berbeda dengan obat atau sirup palsu, kemasan yang digunakan dalam kosmetik palsu sebagian merupakan kemasan bekas pakai yang mereka dapatkan dari tempat penampungan sampah akhir (pemulung). Maka, seringkali kemasan kosmetik palsu terlihat kurang sempurna.

Berbeda dengan dua barang “abal” di atas, produk jamu dipalsu secara sistemik. Dalam satu proses penggerebekan di wilayah hukum Karawang, satu rumah ternyata memiliki bungker bawah tanah yang sama sekali terlindung dari sinar matahari. Di dalamnya terdapat beberapa mesin produksi jamu oplosan. Beberapa karung bahan baku.

Dari segi higienitas, keadaan ruang produksi saja tidak mencukupi. Karung-karung tersimpan dalam suhu yang rendah sehingga memungkinkan tercemarnya jamur atau bakteri patogen. Sedangkan mesin-mesin produksi terlihat kotor, juga memungkinkan tercemarnya bakteri. Penerangan hanya mengandalkan dari cahaya beberapa lampu TL. Dari luar, nampak rumah tersebut sebagaimana layaknya. Tidak terlihat bahwa di dalamnya terdapat dua bungker bawah tanah sebagai pabrik jamu oplosan.

Tiga potret di atas merupakan realitas masyarakat kita yang sebenarnya dari segi perlindungan konsumen sangat rawan. Bayangkan bagaimana bila obat atau jamu itu terkonsumsi tubuh kita? Masih jika obat dan jamu tidak bekerja dengan baik, tidak dapat menyembuhkan penyakit atau keluhan kita. Sayangnya, karena beberapa senyawa kimia diolah tanpa memperhatikan kandungan juga takaran, tidak menutup kemungkinan obat dan jamu tersebut akan bersifat toksin yang mematikan.

Saya tidak bisa membayangkan apa isi otak para pemalsu barang-barang di atas? Apa mungkin lantaran uang berlebih yang menggiurkan? Atau mereka hanya ingin menikmati sesuatu yang serba instan, dan pada sisi lain mencelakai yang lain.

Dan sayangnya, para pemalsu yang terjaring operasi hanya dihukum ringan. Misal saja, pemalsu jamu di atas dihukum penjara selama empat tahun dan dengan denda 10 juta rupiah. Di lain sisi, saya membaca bahwa BPOM dan aparat kepolisian masih kurang dalam mensosialisasikan adanya kosmetik, obat dan jamu palsu ke masyarakat. YLKI sebagai yayasan perlindungan konsumen juga masih kurang memberikan informasi tentang beredarnya banyak barang palsu.

Akhirnya, masyarakat resah. Dalam keresahan itu ironisnya ia tidak memiliki pegangan yang kuat terkait dengan ciri-ciri dan kemungkinan wilayah sebaran barang palsu. Harusnya sesekali BPOM atau YLKI mengeluarkan iklan layanan masyarakat di media cetak maupun elektronik agar informasi di atas tersebar secara luas.

Hemat saya, masyarakat luas jangan tergiur dengan produk dengan harga murah atau lebih murah. Coba dengan teliti periksa kemasan, nomor register dan lain sebagainya. Dan sayangnya juga kebanyakan yang mengkonsumsi barang palsu merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah yang akses pengetahuan serta finansialnya minim.

Kepada para pemalsu, saya masih heran mengapa kalian tega mencelakai sesama manusia? Apa lantaran hari ini tata kehidupan kita sudah begitu bar-bar, sehingga kalian berpikir yang kuatlah yang menang, tentunya dengan berbagai cara. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment