Oleh: Firdos Putra A.
Yang telah lalu, DPR kita heboh dengan rencana pengadaan Laptop untuk memenuhi keperluan dinasnya. Dan beberapa hari terakhir kita dibuat mengelus dada, karena sebagian anggota DPR kita meminta rumahnya—yang terletak di Kalibata—untuk segera direnovasi karena sudah tidak laik huni. Kondisi rumah yang memprihatinkan sebenarnya sudah terjadi sepuluh tahun terakhir. Berarti, anggota dewan yang saat ini menjabat sudah menempati rumah tersebut selama tiga tahun, terhitung mulai Pemilu 2004.
Dalam dialog khusus yang ditayangkan Metro TV, Achmad Fauzie dari Fraksi Partai Demokrat, sebagai salah satu anggota BURT DPR yang menggodog rencana renovasi mengatakan bahwa, “Anggota DPR khususnya yang menghuni rumah dinas di Kalibata harus diperhatikan. Bagaimana mereka sepulang kantor lelah, dan ingin istirahat dengan nyaman, tetapi kondisi rumah cukup buruk”. Sedangkan Zulkifli Hasan, Ketua F-PAN DPR, menyatakan bahwa seharusnya anggota DPR dapat menahan keinginannya, toh masa kerja tinggal dua tahun lagi. Dia juga menyatakan bahwa di banyak negara lain, anggota dewan tidak mendapatkan tempat tinggal khusus. Mengingat DPR merupakan jabatan politik yang tiap lima tahun akan berubah. Lebih jauh, dengan adanya rumah dinas bagi anggota DPR, biaya perawatan; AC, kulkas, televisi, keamanan, kebersihan dan sebagainya cukup menyedot anggaran belanja negara.
Senada dengan Zulkifli, Bivitri Susanti, Peneliti PSHK, menyatakan bahwa keinginan anggota DPR untuk merenovasi rumah dapat dibilang kurang sensitif terhadap realitas masyarakat yang masih karut-marut; bagaimana nasib para pengungsi di Porong jawa Timur yang praktis hidup tanpa kepastian dan sampai sekarang belum bertempat tinggal. Atau masyarakat lain yang baru beberapa bulan yang lalu menerima bencana; Yogyakarta, Aceh dan sebagainya.
Pada sisi lain BURT DPR justru sudah membahas anggaran sebagai pengganti mengontrak rumah sementara ketika rumah dinas tersebut direnovasi, yakni sebesar 13 juta rupiah. Persoalannya menurut saya bukan pada konteks secara faktual bahwa rumah tersebut memang tidak laik huni. Tetapi, kemana mereka selama tiga tahun menghuni rumah tersebut? Apakah mereka tidak pernah mengusahakan untuk merenovasi, menambal-sulam dengan gaji yang mereka dapat?
Jika itu benar, maka saya sangat heran dengan mentalitas anggota DPR kita. Seakan-akan mereka berkata bahwa, “Kami sudah kerja mati-matian, maka sepatutnyalah kami menuntut kenyamanan dari berbagai fasilitas”. Saya tidak bisa membayangkan sebenarnya gaji yang mereka terima digunakan untuk apa? Toh untuk merenovasi rumah, menurut saya mereka hanya membutuhkan dua atau tiga kali gaji. Apakah anggota DPR kita ‘semiskin’ itu, hingga tidak mampu merenovasi tempat yang dihuninya, meskipun sebatas rumah dinas?
Lebih mendasar, saya sepakat dengan Zulkifli dan Bivitri, bahwa seharusnya anggota DPR tidak diberikan fasilitas berupa rumah dinas. Biarkan mereka hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Tidak seperti sekarang ini, terkomplekkan, atau memiliki tempat tinggal khusus. Malah adanya rumah dinas memberikan jarak secara kultural anggota dewan dengan masyarakat sekitar.[]
Ke depan, nampaknya perlu tidanya rumah dinas perlu digodog lagi dalam Rapat Pleno DPR 2009. Secara substansial, bagaimana anggota dewan dapat seefektif dan seefisien mungkin menggunakan fasilitasnya dan tidak banyak menuntut ini dan itu. Semoga saja rencana renovasi rumah DPR ini mengemuka bukan karena saat ini kita memasuki bulan Desember, bulan tutup buku. []
Blogger Comment
Facebook Comment