Karikatur Muhammad


Jangan Sampai Menjadi Pelengkap Penderita
Oleh: Firdaus Putra A.

Sedikitnya dua kali peristiwa semacam ini terjadi, tepatnya pada tahun 2006 dan 2008. Hebohnya, pada kejadian yang terakhir, Pemerintah Jerman tidak segan-segan memberikan izin kepada lebih dari 20 media massa untuk memuat karikatur Nabi Muhammad. Sebuah kebijakan yang kontroversial, minimalnya bagi masyarakat Islam.

Masih sama seperti pada tahun 2006, alasan pembuatan dan pemuatan berlindung dibalik logika kebebasan bereskpresi yang dijunjung tinggi dalam demokrasi. Sayangnya, kebebasan berekspresi tersebut secara de facto telah menyinggung kelompok tertentu, dalam hal ini adalah masyarakat Islam. Tidak terkecuali masyarakat Islam di Indonesia.

Beberapa ormas Islam di tanah air secara intensif melakukan penggugatan. Dari cara sederhana, melalui aksi massa, penyebaran leaflet, pernyataan sikap lewat millist, sampai pada aksi boikot produk yang berasal dari negara tertentu. Dan sebagian ormas yang lain nampaknya tidak ambil bagian dalam konflik tersebut.

Jika dirunut secara historis, sebenarnya Pemerintah Jerman sama sekali tidak memiliki konflik sejarah dengan masyarakat Islam atau negara Islam tertentu. Selain, di Jerman, mayoritas adalah Yahudi. Tentunya latar belakang tersebut bisa dijadikan satu alasan. Hanya saja, mengapa peristiwa sensasionalitas semacam ini baru terjadi sekarang? Itu patut dipertanyakan. Untuk kemudian kita dapat melihat apakah motif pembuatan dan pemuatan karikatur Nabi Muhammad murni berlatar ideologi (konflik agama) atau justru merupakan konflik politik internasional, yang ingin memasukan Islam sebagai salah satu komplementernya?

Saya akan mengemukakan pandangan tersebut dalam beberapa poin. Yang pertama—tanpa bermaksud menyinggung sebagian ormas Islam yang cenderung reaksioner—sebenarnya apa yang menimpa masyarakat Islam bukanlah persoalan yang besar dan sangat membahayakan. Perlu kita ingat, beberapa tahun sebelumnya, umat Kristen juga menghadapi tantangan yang sama dengan munculnya novel dan film The da Vinci Code.

Novel dan film tersebut secara substansi lebih ‘menyeramkan’ daripada sekedar karikatur. Lebih-lebih ditambah bahwa beberapa fakta yang disajikan dalam novel merupakan fakta yang benar, termasuk angka sejarah, beberapa manuskrip, detail karya da Vinci, dan sebagainya. Meskipun diramu dalam bentuk novel, membuat otoritas Roma saat itu ikut bicara dan mengeluarkan sikap. Dikhawatirkan novel dan film tersebut akan mengobrak-abrik keimanan Kristen.

Menariknya, meskipun pukulan tersebut langsung mengarah ke jantung iman Kristen, sampai sekarang kita lihat tidak ada usaha besar-besaran untuk me-sweaping novel dan film tersebut dari masyarakat. Sikap semacam ini perlu kita apresiasi, yakni umat Kristen menunjukan sikap dewasa dalam membaca persoalan da Vinci Code. Tidak gegabah apalagi reaksioner.
Kemudian, sejauh mana dampak dari pembuatan dan pemuatan karikatur Nabi Muhammad bagi masyarakat Islam? Menurut saya tidak semenyeramkan novel dan film da Vinci Code bagi umat Kristen. Pertama bahwa hal tersebut hanya merupakan karikatur yang tentu saja sifatnya hanya sebatas opini atau pendapat seseorang. Tentu saja sifat opini sangat arbriter. Yang menjadikannya berbobot apakah opini tersebut mengada-ada, atau memang sesuatu yang senyatanya.

Kedua, karikatur tersebut sama sekali tidak membahayakan keimanan Islam. Sama sekali tidak memasuki ruang akidah. Hanya sebatas pada penghinaan—bagi yang merasa dihina—kepada figur dalam Islam, yakni Nabi Muhammad. Apalagi dalam karikatur tersebut hanya memuat ikon Nabi Muhammad, al-Quran, pedang, dan beberapa wanita. Seperti ingin berkisah tentang kehidupan Nabi, atau kehidupan masyarakat Islam, tentu saja zamannya Nabi.

Yang perlu kita perhatikan bahwa apa-apa yang diikonkan dalam karikatur tersebut hanya satu saja yang tidak tepat. Yakni proses pengikonan Nabi Muhammad. Sebagai masyarakat Islam tentunya kita mempunyai tabu untuk menggambar atau melukis sosok Nabi Muhammad. Selebihnya, pedang, al-Quran dan beberapa wanita, menurut saya tidak ada yang salah.

Artinya, ikon-ikon tersebut memang menggambarkan peristiwa yang pernah terjadi di masa Nabi Muhammad dan masa awal Islam. Pedang dan al-Quran merupakan ilustrasi dari perang suci jihad fi sabilillah dalam rangka penyebaran agama Islam. Mungkin Anda tidak akan setuju dengan pendapat ini. Namun hal itu merupakan kebenaran sejarah. Kita tidak perlu malu untuk mengakui bahwa Islam—dulu kala—disebarkan juga melalui cara perang, entah di masa Nabi, atau masa tabi’it tabi’iin. Sekali lagi, itu dulu, bukan sekarang.

Toh hal semacam ini tidak mengurangi keimanan kita pada Islam. Mengapa? Karena Islam saat itu merupakan ideologi negara. Tentunya operasi tersebut berada dibawah otoritas kenegaraan yang tidak bisa dijauhkan dari nalar politik. Entah perluasan wilayah, atau dalam rangka mencari sumber daya baru yang bisa saja dibungkus dalam selubung perang suci. Selain itu, kita juga harus membaca bagaimana kondisi sosio-politik masa Nabi dan masa awal Islam.

Kita temukan jawabannya dalam buku Muqaddimah karangan Ibnu Khaldun. Melalui observasi lapangan dia melukiskan bagaimana nalar nomaden dan kota selalu bertarung. Pertarungan terjadi selain lantaran keterbatasan sumber daya, fanatisme suku, juga karena kondisi sosio-geografis yang keras. Hukum sosial di masa itu tentu saja tidak berbeda jauh dengan hukum alam a la Darwin. Siapa yang kuat dia yang menang. Atau, untuk hidup maka harus membunuh. Jika kita tidak menyerang (invansi) maka suatu tempo kita yang akan diserang. Hukum tersebut merupakan dialektika historis perkembangan awal Islam di tanah Arab.

Sehingga menerima pernyataan bahwa Islam juga melakukan invansi militer dalam rangka penyebaran agama adalah sikap ilmiah yang dilandasi kejujuran terhadap sejarah. Yang perlu dicatat, bahwa kita harus membacanya dalam konteks dimana peristiwa tersebut terjadi. Tidak bisa lantas, hari ini, kita melakukan proses yang serupa—yakni invansi militer untuk menyebarkan Islam. Sebenarnya nalar semacam ini dapat kita temukan pada semua agama Semit; Yahudi, Kristen dan Islam. Kita ingat motivasi 3G dalam sebuah kolonialisme, salah satunya adalah Gospel, yakni penyebaran agama Kristen. Dan nalar semacam itu pernah digunakan oleh Bush untuk melakukan invansi militer ke Irak atas nama perang suci. Yang sebenarnya hanya ingin mengeruk kekayaan alam Irak. Sebuah usaha ideologisasi agama untuk tujuan-tujuan murni duniawi.

Satu fakta sejarah pendukung yang tidak dapat kita hindari adalah terjadinya Perang Salib. Bagi Muslim mungkin akan memandangnya dengan cara negatif terhadap umat Kristiani, dan sebaliknya. Sedangkan menurut saya, dua-duanya adalah koeksistensi untuk perang tersebut ada. Yakni saling mengklaim Tanah Suci.

Ikon yang lain yakni beberapa wanita yang tentu saja mengilustrasikan praktik poligami dalam masyarakat Islam awal. Apakah Anda—sebagai seorang Muslim—akan menyangkal bahwa dulu poligami dalam Islam tidak pernah terjadi? Tentu saja tidak. Menyangkal, berarti sama dengan menyangkal sejarah Islam. Realitas poligami memang ada, tidak hanya secara de facto, al-Quran pun memuat ayat tentang poligami.

Jadi, dari beberapa ikon, selain diri Nabi, menurut saya ilustrasi yang disampaikan merupakan sebuah kenyataan sejarah Islam masa awal. Dalam konteks ini, lebih bijak jika kita masukan karikatur Nabi Muhammad sebagai salah satu kritik atas praktik Islam. Untuk kemudian kita timbang-timbang apakah kritik tersebut relevan atau tidak.

Analisis saya kedua, yakni berkisar pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jerman. Jika kita melihat fakta sejarah, sekali lagi, Jerman sama sekali tidak pernah bermasalah dengan Islam. Selain Yahudi yang oleh sebagian orang senantiasa dianggap musuh Islam.

Saya melihat bahwa kebijakan tersebut lebih cenderung politis daripada sekedar ideologis. Tentunya ada capaian-capaian strategis yang diinginkan oleh Pemerintah Jerman dengan mengeluarkan kebijakan yang kontroversial. Salah satunya yakni menghendaki agar masyarakat Islam melakukan reaksi yang berlebihan. Dan kemudian, untuk kesekiankalinya kita akan menerima stigma dari masyarakat internasional, seperti teroris atau fundamentalis. Dan hal ini tentu saja ditujukan sebagai syarat untuk melancarkan gerakan anti-terorisme atau anti-fundamentalisme secara internasional. Makanya, di awal saya melihat bahwa dengan karikatur tersebut masyarakat Islam hanya dijadikan komplementer, pelengkap penderita dari sekenario besar internasional yang sedang dimainkan oleh Pemerintah Jerman.

Menurut saya, bagi masyarakat Islam kita jangan terlalu ambil bagian dalam jejaring konflik tersebut. Secara strategis hanya akan merugikan masyarakat Islam. Saya membaca peristiwa tersebut hanya sebatas mencari sensasi, sehingga tidak akan bertahan lama mana kala kita—yang dijadikan pelengkap penderita—tidak mereaksinya secara berlebihan.

Jika sebagian kita ada yang tidak terima dengan perlakukan tersebut, ada baiknya kita sampaikan dengan cara-cara yang bijak. Berlebihan, hanya akan membuang energi secara sia-sia. Kita ingat satu maqolah Arab, “Jika ingin terkenal, maka kencingilah sumur Zam-zam”. Kita mereaksi secara berlebihan, sama dengan kita melayani aksi konyol yang tidak rasional. Lebih baik jika energi tersebut kita salurkan ke arah pemberdayaan masyarakat dan semacamnya.

Sebagai salah satu agama besar, dengan jumlah umat yang banyak, kita harus sadar bahwa posisi kita sangat strategis. Jangan sampai dengan strategisnya posisi tersebut kita ditempatkan hanya sebagai pelengkap penderita dari jejaring besar sekenario politik internasional.

Lantas bagaimana dengan Anda? Sebagai Muslim Indonesia, saya sendiri tidak terlalu terusik. Ada pepatah, “Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Kitalah kafilah yang sedang berlalu di antara gonggongan anjing yang menyalak-nyalak tak tentu arah. Terakhir, ada baiknya kita belajar kepada umat Kristen ketika menghadapi The da Vinci Code. []

18/03/2008
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :