Music is Beautiful
Oleh: Firdaus Putra A.
Pagi hari ini aku menyempatkan diri memutar beberapa musik pilihan; Donna Donna (sound track Gie movie), Viva Forever (Spice Giril), Clocks (aku lupa nama grup musiknya), Numb (Linking Park), dan Frozen (Madonna). Sejujurnya aku tidak tahu persis arti dari bait-baitnya. Hanya saja aku tahu sedikit makna yang ingin disampaikan dari irama serta bit nadanya. Ada perasaan yang berbeda ketika aku mendengarkannya.
Jika ada yang bilang, bahwa musik adalah bahasa universal, aku cukup setuju. Tanpa mengetahui liriknya, aku sudah cukup tahu musik itu sedang menggambarkan potret buram, riang atau keterombang-ambingan. Biasanya hanya beberapa bait saja yang aku tahu maknanya. Selebihnya entahlah.
Aku juga tidak tahu persis alasan—selain hanya sekedar selera—kenapa aku lebih suka musik slow daripada musik dengan bit cepat, apalagi cadas ala punk. Pada yang terakhir, aku sama sekali tidak menemukan keindahan. Justru telingaku terasa sangat pekak mendengarkan musik-musik cadas.
Sedang melalui musik slow, kadang aku menemukan suatu penghayatan fenomenal. Tentang kehidupan, cinta, alam, persahabatan, perjuangan dan sebagainya. Beberapa musik juga membuatku merinding karena terbawa rasa. Beberapa yang lain mengingatkanku pada kenangan yang sempat terpendam bersamanya.
Aku tidak pernah membayangkan akan sesunyi apa kehidupan manusia tanpa musik. Ada yang tidak pernah dilahirkan oleh rasio atau nalar manusia, kedamaian. Musik menambal kekurangan itu. Ya, dengan perasaan tentunya, bukan dengan nalar.
Sering juga aku mendengarkan instrumentalia Kitaro. Begitu luar biasa permainan piano berikut piranti musik lainnya. Aku yakin musik tersebut lahir dari penghayatan yang mendalam. Melalui sebuah proses yang sarat makna, sarat rasa.
Sedikit aku temukan potensi itu di musik pop. Memang sesuai namanya, pop atau populer. Suatu produk budaya yang sifatnya artifisial atau sebatas permukaan. Meski pada liriknya aku tahu arti perkatanya. Lugas dan jelas. Namun, entah kenapa makna itu hanya silih berganti dan selanjutnya hilang ketika muncul musik pop yang lain. Begitulah makna yang dangkal selalu diproduksi oleh logika industri. Layaknya fashion, musik pop akan terus berganti dan ditinggal pergi.
Beda, aku rasakan ketika mendengarkan tembang kenangan. Ada nuansa alamiah di sana. Piranti musik klasik seakan mempunyai medan magnet yang lain. Memang sangat sederhana iramanya, liriknya. Tapi, keindahan, rasa damai itu dapat aku tangkap melampaui spektrum waktu kelampauan. Padahal jelas, rata-rata tembang kenangan lahir saat aku masih kanak-kanak.
Pada beberapa aliran musik, sesuai seleraku, aku katakan dia sangat indah. Keindahannya terletak pada potensi untuk mengatarsis (memurnikan) jiwa para penikmatnya. []
2/3/2008
0 comments :
Posting Komentar