Selamat Jalan Base
Nestapa dari Makassar
Oleh: Firdaus Putra A.
Seorang Ibu yang tengah hamil tujuh bulan terbujur kaku di atas kasur. Di sampingnya, Bahir, putra yang berusia tiga tahun juga terbaring tanpa nyawa. Menyedihkan, itulah kata yang tepat untuk melukiskan salah satu tahap kehidupan, kematian. Namun, ironis mereka berdua, ibu dan anak, bukan meninggal karena sakit. Bukan pula karena kekerasan dalam rumah tangga. Mereka meninggal karena selama tiga hari terakhir tidak punya makanan untuk dimakan. Konon, kata tetangga, kadang mereka hanya makan air dicampur garam ditambah sedikit bumbu dapur.Yang akhirnya diare menyerang mereka.
Base dan Bahir adalah cerita tentang kenestapaan anak manusia. Tempo dulu, mungkin mereka pernah mendengar celotehan orang tua, “Ayam saja, baru lahir bisa mencari makan sendiri. Apalagi manusia”. Mungkin juga celotehan itu salah. Kehidupan manusia ternyata tak sederhana kehidupan ayam. Tanpa uang, ayam bisa mengais makanan di manapun. Tanpa uang, apa yang bisa dilakukan Base? Toh suaminya sekedar tukang becak yang berpenghasilan rendah.
Potret Base dan Bahir membuat kita bertanya kembali, sudah sejahterakah masyarakat kita? Lain lagi sedikit cerita di Trenggalek Jawa Timur. Tiga orang bayi harus dirawat di rumah sakit karena gizi buruk. Cerita semacam ini sudah lama kita dengar. Dan nampaknya belum berubah, tetap mengisi kolom berita di media massa. Keluarga-keluarga kurang mampu harus rela menahan perut yang keroncongan. Lebih tepatnya, terpaksa untuk memiliki perut buncit nan kosong melompong.
Seperti mata Base dan Bahir sesaat sebelum dikatupkan. Kosong, entah melihat ke arah mana? Mungkin Base dan Bahir melihat malaikat pencambut nyawa yang datang untuk membebaskan dari keterhimpitan dunia. Mata itu begitu tajam. Mungkin tajam mengutuk dunia yang begitu semena-mena. Manusia dhuafa yang disia-siakan oleh dunia.
Base dan Bahir adalah potret tentang masyarakat kelas bawah. Sama sekali tidak punya. Selalu tersia-sia. Tak terperhatikan. Dan hidup dengan segenap kesusahan.
Bila mereka kembali hidup, mungkin mereka akan memberontak dan menggugat, kepada negara yang seharusnya menyantuni mereka. Kepada presiden yang janji manisnya tinggal kenangan. Kepada pejabat yang menyuruh warganya berpuasa, dan dirinya bermewah-mewah. Kepada para konglomerat yang meneror dengan uangnya. Kepada para selebritis yang hanya menghiasi dirinya dengan kegemerlapan dunia. Kepada tokoh agama yang sibuk ngurusi Tuhan. Kepada koruptor yang telah mencuri hak-haknya. Dan kepada ribuan lembaga yang senantiasa menjual kemiskinan miliknya.
Dan dengan senyum yang tulus-haru, dia akan mengucapkan terima kasih kepada para tentangganya yang memberikan sedikit beras untuk dimasak menjadi bubur. Roti untuk mengisi perut si Bahir, meskipun itu semua datang dengan cara terlambat. Meski terlambat, merekalah yang setia menemani detik-detik kepergiannya. Tak ada salah untuk mereka.
Selamat jalan Base, selamat jalan Bahir. Maafkanlah dunia yang telah menyingkirkanmu. Semoga Tuhan Yang Maha Kasih menerima kalian di sisi-Nya. []
2/3/2008
0 comments :
Posting Komentar