Tukang Parkir


Oleh: Firdaus Putra A.

Coretan ini aku buat sepulang nge-net di salah satu warnet langgananku. Aktivitasku nge-net selesai tepatnya pukul 04:55, pagi hari. Sembari memanasi mesin motor, aku ngobrol dengan tukang parkir warnet. Selidik punya selidik, ternyata si tukang parkir sudah memiliki tiga anak. Padahal, melihat dari raut wajahnya aku taksir usianya 27 sampai 30 tahun. Tidak lebih.

Memang benar, parkir di warnet langgananku gratis. Ini juga merupakan salah satu fasilitas yang disediakan. Dulu sering pengunjung kehilangan helm. Ada juga motor. Paska ada tukang parkir, kondisi relatif aman. Aku juga pernah kehilangan helm di halaman parkir sana. Sebuah helm—DMI warna hitam—yang baru aku pakai selama tujuh hari. Sekarang, tidak ada kasus kehilangan. Jadi, tidak berlebihan kalau aku, dan mungkin pengunjung yang lain, menghaturkan terima kasih yang mendalam kepada si tukang parkir.

Kami ngobrol sampai adzan subuh selesai. Obrolan itulah yang membuatku miris. Bayangkan, ternyata gaji si mas tukang parkir hanya Rp. 300.000 sebulan. Padahal, ia bekerja mulai jam delapan malam sampai dengan jam lima pagi. Kurang-lebih sembilan jam kerja. Sangat minim bukan?

Lebih ironis lagi kalau kita ingat jam kerja dia yang rawan penyakit. Angin malam yang dingin, penuh dengan embun air. Bayangkan saja Anda berada di lereng gunung, karena lokasi warnetnya di Purwokerto yang tidak terlalu jauh dengan Baturraden. Dingin bukan?

Dalam kondisi seperti itu ia tetap mengusahakan untuk senantiasa mengais rizki. Sekali lagi demi keluarga. Satu istri dan tiga anak. Aku kira tidak ada Jamsostek yang menggaransi bilamana suatu tempo dia mengidap paru-paru basah karena udara lembab, atau liver karena harus selalu begadang sampai pagi. Benar-benar resiko pekerjaan yang sangat tidak mengenakan. Mungkin buruh pabrik lebih sejahtera daripada tukang parkir itu. Dan jelas, tukang parkir biasa—yang menarik uang langsung dari pemilik kendaraan—aku rasa lebih sejahtera daripada dia yang borongan, satu bulan sekali dibayar.

Tidak tega rasanya mendengar cerita itu. Tambah tak tega lagi ketika melihat alat transportasi kerjanya adalah sepeda yang terlihat sudah usang. Artinya dia benar-benar orang yang tak mampu.

Aku mulai berpikir, bagaimana kalau mulai besok aku memberikan tips parkir untuknya. Satu minggu atau beberapa hari sekali. Sekedar uang rokok atau untuk beli kopi. Aku rasa tidak ada ruginya, toh aku sering ke warnet itu. Dan yang pasti dia telah menjaga motorku dari kerawanan pencurian.

Obrolan pagi itu berhenti sesaat setelah adzan subuh selesai. Katanya ia sudah mau pulang. Sudah kangen mungkin dengan isteri, kehangatan kasur dan bantalnya. Jam lima tiga puluh menit atau enam, ia mulai tidur ‘malam’. Bangun jam sepuluh atau sebelas siang. Tidak mengerjakan apa-apa, karena tidak ada lowongan untuknya. Katanya, “Jika ada pekerjaan yang lebih baik yang bisa aku lakukan, aku akan memilih yang lain, daripada pekerjaan ini”.

Ya, aku rasa memang tidak ada orang yang mau memilih bekerja dengan bayaran yang minim, rawan penyakit, dan menjadikan ia jarang berkomunikasi dengan keluarganya. Lontaran hatinya mengisyaratkan ia kurang mampu bukan karena malas. Atau juga bukan karena nasib. Tapi karena ia tak mampu mengakses lowongan pekerjaan yang lebih baik, yang tentu saja mensyaratkan keterampilan-keterampilan tertentu.

Sebagai tukang parkir di warnet, ia sudah memasuki bulan kedua. Semoga fisiknya tetap kuat. Dan semoga secepatnya ia memperoleh pekerjaan yang layak. Aku rela ia melepas pekerjaan parkiran itu. Meski kemudian aku harus membayar lima ratus rupiah untuk setiap kali parkir di warnet tersebut. Daripada setiap kali ke sana, aku harus melihat sosok manusia yang tidak berdaya melawan ketimpangan struktur. Ya, ketimpangan akses pekerjaan yang meminggirkan dirinya dari bekerja secara layak. []

18/03/2008
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :