Semacam Surat Terbuka
Oleh: Firdaus Putra A.
“Ya, mas. Makalah dan hasil penelitianpun bisa memakai kata ganti seperti itu (Saya, Ia, Kamu, penj.). Cuma karena sifatnya yang ilmiah kata tadi lebih direduksi menjadi peneliti atau penulis. Semangat mas, perjalanan tidak berhenti di sini, perjalanan masih panjang. Barangkali kan lebih arif bila mas berkenan menerima proses ini. Mengalah untuk menang, kepuasan bukan karena kehebatan kita diketahui orang lain, tapi kepuasan adalah aksi hati karena ikhlas dalam bertindak.”
Tiga lembar pesan singkat di atas dikirim oleh kawan saya, Nizar namanya. Pesan singkat sebelumnya diawali dengan “diskusi via SMS” yang saat itu saya berusaha untuk mempertanyakan hasil “Lomba Penulisan Esai 10 tahun Bersama KAMMI”. Awalnya saya menanyakan kepada Nizar, siapa yang menyeleksi esai yang masuk hingga muncul lima finalis untuk mempresentasikannya pada 30 Maret 2008 di Wisama Wijaya Kusuma Baturraden. Nizar menjawab, bahwa yang menyeleksi adalah Dewan Juri yang terdiri dari tiga orang dosen.
Kemudian saya menanyakan, mengapa yang muncul sebagai pemenang adalah esai-esai dengan gagasan yang normatif? Nizar menjawab, ia tidak tahu alasan pasti. Ia menyarankan untuk langsung menanyakan ke Dewan Juri. Lantas saya pun bertanya ke salah satu Juri melalui pesan singkat. Menurut beliau, bahwa tidak ada desain khusus untuk memenangkan gagasan yang bersifat normatif. Karena penilaian bersifat kumulatif dari tiga Juri yang ada, ditambah dengan bobot presentasi 40%. Sampai pada titik itu keganjalan hati saya mulai terjawab.
Sebagian orang ketika membaca tulisan ini akan mengira bahwa saya merupakan bagian “yang sakit hati” karena kalah. Begitu pun anggapan Nizar, yang terbaca dari tiga lembar kutipan SMS di atas. Padahal, masalah yang saya ingin tekankan adalah kejujuran intelektual dalam proses itu.
Kemarin, seorang teman, Jajang Yanuar Habib, mengeluh kepada saya bahwa Karya Tulis yang diikutkan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Fakultas Ekonomi, hanya masuk sebagai Juara III. Puncak kemenangan diraih oleh mahasiswa angkatan 2007. Jajang dengan berapi-api mengatakan bahwa salah satu Juri yang notabenenya bergelar Doktor, bersikap tidak obyektif terhadap karya tulis yang dipresentasikannya. Karya Tulisnya mengambil masalah pembangunan Purwokerto City Walk (PCW) di depan kampus UNSOED. Tentu saja masalah yang ia angkat adalah masalah yang konkret dan sensitif yang terjadi di universitas ini.
Saya yakin sebagian orang ketika mendengarkan keluhan Jajang atau saya, akan mengira orang-orang semacam kami sedang sakit hati karena kalah mengikuti lomba. Padahal, orang-orang seperti kami berusaha mencari jawaban yang berujung pada kebenaran melalui kejujuran intelektual.
Jujur, ketika menyimak presentasi Sdr. Kartono dengan tema “Bioetanol; Antara Ancaman dan Solusinya”, dalam hati kecil saya sudah terbetik, bahwa saya pantas kalah. Gagasan yang ia sajikan cukup komprehensif terkait data dan analisis. Bahkan awalnya, saya menduga bahwa dialah sebagai Juara I lomba tersebut. Namun ketika menyimak presentasi finalis yang lain, perasaan saya menjadi berubah.
Dan harap dicermati bahwa orang seperti Jajang atau saya tidak sedang berlaku sombong atau sok tahu. Hanya saja, lantaran kami sering mengikuti lomba-lomba serupa, kami tahu bagaimana semestinya proses yang berlangsung. Ketika saya mengatakan, saya mempunyai kewenangan untuk berbicara Sosiologi, pernyataan tersebut bukan bentuk kesombongan. Tetapi, karena saya merasa sudah empat tahun dan sampai sekarang belajar Sosiologi, maka dengan sendirinya saya tahu dan bahkan punya otoritas untuk berbicara itu.
Hal ini saya jelaskan agar kita bisa mendudukan perkara di atas dalam kerangka yang semestinya. Bukan dengan gegabah kita menyimpulkan bahwa Jajang atau saya sedang sakit hati kemudian menggugat hasil lomba. Masalah menggugat hasil lomba, menurut saya masalah sepele. Yang pokok adalah mencari substansi masalah tersebut.
Sebenarnya saya cukup miris ketika membaca tiga lembar SMS saudara saya se-Pekalongan, yakni Nizar. Mirisnya karena ia memandang saya dalam kacamata saya sebagai orang yang kalah. Padahal bukan hanya sekedar itu yang sedang saya lakukan. Ditambah lebih miris lagi ketika Nizar menutup SMS-nya dengan kalimat “kepuasan adalah aksi hati karena ikhlas dalam bertindak”, seakan-akan ia sedang menempatkan posisi saya pada bagian orang yang tidak ikhlas.
Surat terbuka ini saya tulis untuk lebih ditujukan sebagai refleksi terhadap proses yang pernah saya lalui ketika mengikuti presentasi lima finalis “Lomba Penulisan Esai 10 tahun Bersama KAMMI”. Saya merasa prihatin.
Pertama, apa yang disampaikan oleh ke lima finalis lebih merupakan Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk makalah atau artikel ilmiah. Padahal, esai seharusnya lebih cair daripada karya tulis semacam itu. Masalah ini membuat saya tertarik untuk mencari informasi lebih jauh di internet. Dalam situs PenulisLepas.com, saya temukan kerangka esai merupakan tulisan yang sifatnya fleksibel, melompat-lompat, untuk membahas satu masalah secara sepintas lalu, dengan mengedepankan sudut pandang subyektif penulis. Lebih jauh, biasanya penulisan menggunakan kata ganti Saya, Ia, Kamu dan seterusnya.
Melihat hasil karya lima finalis yang dipresentasikan, saya curiga kalau panitia penyelenggara, yakni KAMMI Kamda Purwokerto, salah memahami kerangka penulisan esai. Lantaran yang saya simak ketika mengikuti presentasi, karya mereka lebih dekat ke arah Karya Tulis Ilmiah, daripada opini atau pendapat penulis.
Dulu, saya pernah mengikuti “Lomba Penulisan Esai Banyumas Cyber City” yang diadakan Kandatel Telkom Purwokerto. Dan esai yang saya kirim murni bersifat opini, tanpa legitimasi teoritik yang mencukupi dan lebih cair. Esai yang saya kirim masuk sebagai Juara III dengan judul “Banyumas Cyber City is Possible”.
Kedua, karena saya mengikuti presentasi lima finalis, saya heran mengapa yang dimenangkan adalah gagasan-gagasan yang sifatnya normatif. Menurut saya, maaf kepada para pemenang jika membaca tulisan ini, gagasan tersebut terlalu text book thinking, dan kurang elaboratif. Sebenarnya pertanyaan ini memang harus saya tujukan ke Dewan Juri, karena mereka yang mempunyai otoritas sebagai para hakim.
Dengan melihat tujuan panitia, bahwa karya yang masuk akan dikirim ke Pemda Kab. Banyumas, saya curiga bahwa tema-tema yang sengaja dimenangkan terkait dengan sikap politik KAMMI Kamda Purwokerto. Menurut saya, hal ini merupakan pilihan rasional dengan berbagai pertimbangan untuk lebih memilih tema-tema yang masuk safety area. Pendekatan normatif (ideal type), dengan kritik yang umum (tidak langsung menusuk jantung Pemda Kab. Banyumas), dan dengan saran perbaikan yang sepenuhnya normatif, merupakan indikasi ke arah safety area.
Ketiga, saya mengajak kepada para pembaca untuk kembali merefleksikan bahwa motif atau niat menulis adalah salah satu hal yang menentukan keberpihakan kita ke arah tertentu. Dulu, ketika hendak menulis esai untuk lomba KAMMI, saya bertanya kepada panitia (Sdr. Hartono), apakah boleh menulis tema kebijakan publik, karena panitia hanya membatasi pada tema pelayanan publik. Hartono menjawab melalui SMS juga, bahwa hal tersebut diperbolehkan dengan catatan tetap menonjolkan masalah tertentu. Kemudian saya balas lagi, “OK. Rencananya saya mau menulis tentang PCW. Biar bisa buat alat perjuangan teman-teman mahasiswa”.
Semoga petikan SMS jawaban saya ke Sdr. Hartono bisa mengonfirmasi anggapan Nizar selama ini. Saya tidak sedang mencari kepuasan dengan modus narsisme. Melainkan saya tengah memposisikan proses ini sebagai media perjuangan.
Kepada pihak-pihak yang tidak berkenan, saya mohon maaf. Sekali lagi melalui tulisan ini saya hanya ingin menelusuri simtom-simtom kebenaran yang menurut saya mengalami keterputusan. Sekali lagi maaf saya sepenuh hati. []
Note:
Silahkan baca esai yang saya kirim ke “Lomba Penulisan Esai 10 tahun Bersama KAMMI Kamda Purwokerto”, dengan judul "Analisis Ekonomi Politik Pembangunan PCW", dalam blog ini. Dan juga silahkan klik di sini untuk mengetahui gejolak perasaan Jajang Yanuar Habib terkait dengan “kekalahannya”.
01/04/2008
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments :
Posting Komentar