Jujur - Ajur
Untuk Bagian Kesejahteraan Mahasiswa UNSOED
Oleh: Firdaus Putra A.
“Salam takzim. Saya sudah bilang kemarin, bahwa saya (sedang, penj.) cuti akademik. Dan saya punya saran nama pengganti. Saya sudah tak berharap mendapat beasiswa. Tiba-tiba menerima informasi nama saya keluar (di pengumuman beasiswa, penj.). Akhirnya saya berharap lagi. Dan sekarang saya harus sakit hati karena kelalaian manajemen. Rasanya tidak enak pak. Tolong sampaikan juga ke Pak Haji (Kepala Bagian Kesejahteraan Mahasiswa, penj.). Nuwun”.
Dua lembar SMS di atas saya kirim ke Pak Prayitno, Senin 4 Mei yang lalu. Seorang karyawan yang mengelola beasiswa khususnya beasiswa Bank Indonesia (BI). Saya kirim beberapa menit setelah meninggalkan kantor Kesejahteraan Mahasiswa UNSOED. Ada sesal, mangkel dan sakit hati sesaat meninggalkan kantor itu.
Satu minggu sebelumnya, seorang teman memberi kabar. Via SMS dia menyampaikan “kabar gembira”, bahwa beasiswa BI sudah turun. Saya disuruh secepatnya mengambil. Karena sadar status, cuti akademik, saya menanyakan atau lebih tepatnya mengonfirmasi itu ke Pak Prayitno. Melalui SMS saya bertanya apakah benar beasiswa BI sudah turun? Kedua, tak lupa saya memberitahukan kepada beliau status saya sedang cuti akademik. Masalah kedua, tidak dijawabnya.
Selang beberapa hari, Pak Prayitno mengirim SMS agar saya secepatnya mengambil uang beasiswa. Tentu saja saya merasa senang. Meskipun saya tetap mencari rasionalisasi yang mencukupi mengapa saya mendapat beasiswa, sementara saya cuti. Pertama, mungkin uang beasiswa tersebut seharusnya sudah terbayarkan sebelum saya cuti akademik. Artinya beasiswa itu telat dibayarkan. Dan meskipun saya sedang cuti, tetapi tetap berhak, lantaran uang itu sebenarnya hak saya.
Kedua, bisa jadi bagian Kesra Mahasiswa memang tahu saya cuti. Namun karena alasan tertentu tetap memasukan nama saya ke daftar penerima beasiswa. Alasan ini tidak terlalu saya pikirkan. Karena tidak rasional dan bertentangan dengan administrasi universitas.
Sehari setelah Pak Prayitno SMS, saya langsung mendatangi kantor Kesra. Tepatnya hari Jumat. Saya datang jam 13.30 WIB. Dan ternyata kantor sudah tutup. Hari berikutnya, Sabtu, 2 Mei, saya kembali datang ke kantor itu. Harap-harap cemas sudah muncul sedari saya memacu motor menyusuri Jalan Kampus. Saat itu saya sangat berharap beasiswa itu benar-benar cair. Karena sedang memperingati Hari Pendidikan, sebagian besar karyawan mengikuti lomba. Termasuk Pak Prayitno. Untuk keduakalinya saya pulang dengan tangan hampa.
Sejak Minggu malam saya sudah tak sabar menantikan Senin siang. Ingin sekali secepatnya saya ke kantor itu lagi, mengisi nama, beberapa kali tanda tangan, dan uang pun saya terima. Namun naas, siang itu beasiswa juga tidak bisa saya terima. Bukan lantaran tak hadirnya Pak Prayitno, akan tetapi status cuti saya justru baru diperkarakan. Akhirnya Kepala Bagian Kesra Mahasiswa memberitahukan bahwa menurut aturan, penerima beasiswa adalah mahasiswa aktif. Tentu saja, saya tahu itu.
Sekedar basa-basi atau bersungguh-sungguh, Kepala Bagian Kesra Mahasiswa, akrabnya disapa Pak Haji menanyakan alasan saya cuti. Saya jawab, “Dalam rangka mengejar cum laude. Karena saya kemungkinan akan kehabisan waktu (maksimal 5 tahun". Namun beberapa pertanyaan lain sudah tidak saya hiraukan. Ditambah, Pak Prayitno menunjukan nama pengganti penerima beasiswa itu.
Siang itu saya kaget, tak menyangka akan seperti ini jadinya. Akhirnya saya kirim beberapa SMS, sekedar agar Pak Prayitno dan Kepala Bagian Kesra Mahasiswa tahu bahwa saya sakit hati karena masalah beasiswa itu. Sakit hati bukan karena saya tidak menerima uang, tetapi psikologis saya seperti dipermainkan oleh harapan beberapa hari yang lalu. Itu sangat menyesakan.
Akhirnya saya kirim satu SMS lagi ke Pak Prayitno, “Kenapa saya sakit hati? Kemarin saya sudah beri’tikad baik untuk jujur mengatakan, bahwa saya sedang cuti akademik. Dan mengapa mismanajemen tetap saja terjadi. Nuwun”.
Saya pikir percuma saja beberapa hari yang lalu saya jujur dengan memberitahukan satus akademik, pasalnya, saat ini justru saya sakit hati karena faktor pengelolaan atau manajemen tidak pernah serius. Akhirnya saya berpikir nakal, enaknya kemarin saya bohong, dan saya ambil uang itu.
Jujur, rasanya membuat sesak dada! []
07/05/2008
0 comments :
Posting Komentar