Motor Laris
Regulasi Pasar Motor
Oleh: Firdaus Putra A.
Kita sering mendengar kredit motor dengan DP 0%. Kemudahan pelayanan, ditambah dengan berbagai bonus, dan macam-macamnya. Seorang teman bercerita, bahwa setiap sales dealer ditarget untuk memperoleh sedikitnya empat pembeli. Nah, kalikan saja dengan bulan, tahun serta rasio penduduk menengah. Alhasil, modus pemasaran itu terbukti efektif. Fenomena semacam ini saya kira tersebar di hampir setiap daerah.
Tambah lagi, tengoklah iklan sepeda motor di televisi dan koran. Berbagai jenis motor berlomba-lomba mengeluarkan produk baru. Entah sekedar “ganti baju”, atau benar-benar inovasi baru. Terakhir, merk dagang asal India mulai memasuki pasaran Indonesia. Jepang, China, Malaysia, ditambah India, akan merajai penjualan motor.
Saat ini, berbagai media, baik cetak pun elektronik, mengangkat head line yang sama. Rencana pemerintah menaikan harga BBM akhir bulan Mei. Tambah, aksi penolakan terhadap rencana itu, baik dari mahasiswa pun masyarakat umum. Alasan pemerintah, negara sudah tidak mampu mensubsidi minyak yang harganya mencapai 126 dollar per barel di perdagangan internasional. Masyarakat menjadi panik, pasalnya kenaikan harga BBM pasti berpengaruh ke lini yang lain, riilnya sektor pemenuhan sembako.
Sayangnya kita tidak pernah mendengar adanya regulasi yang mengatur pembatasan penjualan motor di Indonesia. Layaknya pasar, Indonesia menjadi pasar yang tak terkendali dan liar. Apapun boleh masuk. Inilah dampak yang paling kasat mata dari logika pasar bebas.
Sebagai efek domino, konsumsi BBM di negara kita cukup boros. Saya sebut efek domino karena faktor ini sekedar “faktor antara”. Meski “faktor antara”, sekurang-kurangnya penghambur-hamburan energi dapat ditekan. Bilamana kebutuhan minyak Indonesia pertahun lebih dari 1100.0000 barrel per tahun, sedangkan kita hanya mampu memproduksi 900.000 barrel, maka sektor konsumsi energi cukup signifikan untuk menekan lajunya. Sayangnya, rasio produksi dan kebutuhan minyak kita tidak di-break down pada kebijakan pasar motor.
Ada satu ilustrasi riil, bilamana seluruh motor masyarakat Jawa Tengah, ditata di atas jalan, maka panjang jalan tidak akan mencukupi untuk total panjang seluruh motor. Jalan raya kita sudah over load. Juga kebutuhan minyak kita. Meski over load ramalan Marx tentang over produksi akan menghancurkan sistem kapitalisme, tidak kunjung terjadi. Sistem ini seorganis manusia atau masyarakat. Mereka juga menjadi cerdas. Mencari dan menemukan bagaimana caranya agar, misalkan, motor terus dapat dijual dan pasar tidak mengalami goncangan besar. Dibuatlah mekanisme kredit motor dengan DP 0%.
Bertambahnya motor harus diimbangi dengan bahan bakarnya. Mulailah Exxon, Shell memasuki pasar Indonesia. Kembali lagi, pasar bisa distabilkan. Memang benar, pasar kita telah menjadi tempat adu jotos para pemodal besar internasional. Ironisnya, pemerintah tidak juga mewasiti, atau bila perlu ikut bermain. Harapannya, sekurang-kurangnya, sebagai wasit pemerintah masih bisa mengendalikan laju penghisapan di semua sektor. Sebagai pemain, tentu saja kita berharap agar kebijakannya pro pada masyarakat kecil dan kurang mampu. []
15/05/2008
0 comments :
Posting Komentar