Mom Never Dies


Oleh: Firdaus Putra A.

Kalimat di atas merupakan salah satu judul film Korea. Film itu disadur dari cerita asli yang ditulis oleh Choi In-Ho. Dalam penggarapannya, Haa Myung-Joong menjadi sutradara, yang melalui film itu, terlihat sangat berbakat. Sekurang-kurangnya, berbakat dalam menaik-turunkan intensitas emosi pemirsa.

Seperti judulnya, film ini berkisah tentang kasih sayang seorang ibu. Sebutlah ia Miss Lee. Ia mempunyai tiga orang anak; seorang perempuan yang meninggalkan rumah untuk yang pertama. Seorang putra, yang meninggalkan rumah lantaran menikah. Dan Choi In-Ho, putra bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya menitipkan Miss Lee pada penjagaan si bungsu.

Si bungsu memiliki bakat menulis, sehingga Miss Lee suka memanggilnya dengan sebutan Tuan Penulis. Kapasitasnya dalam dunia menulis tak bisa diragukan, banyak penghargaan sudah ia terima. Hingga suatu tempo, ia berjumpa dengan seorang perempuan. Ia sangat menyukainya. Hanya saja, si perempuan tidak menyukai Miss Lee, ia meminta Choi-In Ho untuk meninggalkannya . Tuan Penulis menjadi serba salah. Namun akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah, meninggalkan Miss Lee.

Seperti dua kakak sebelumnya, ia tinggalkan rumah itu dengan berat hati. Lebih berat lagi bagi Miss Lee. Di usianya yang semakin udzur, ia justru berada di kesendirian. Di sebuah rumah khas Korean. Taman kecil dengan pohon bunga Sakura yang berdaun putih. Di musim salju, pohon itu sama sekali tak nampak. Jatuh berguguran. Hanya batang dan ranting saja yang mulai memutih tertutup salju.

Seperti pohon di depan rumahnya, rambutnya mulai memutih. Rapuh sebatang kara. Namun, kasih sayangnya pada Choi-In Ho, terus mendorongnya mengirim surat. Ia berharap agar alamat yang ditujunya benar. Akan tetapi, sudah puluhan surat ia kirim, dan berakhir dengan kembalinya surat dengan stempel “Surat dikembalikan pada pengirimnya”. Ia tak tahu persis di mana sang putra bertempat. Ia hanya mengandalkan nama besar sang putra sebagai penulis terkenal.

Alur film itu cukup membingungkan. Banyak kilas balik, dari masa kecil Choi-In Ho, sampai ia memasuki dewasa. Juga kembali ke masa kini, ketika Choi-In Ho kembali ke rumah di usianya yang mulai menua. Ia rindu dengan Miss Lee. Ia rindu dengan pelukan serta candaan sebelum tidur si ibu.

Hanya rumah dan perabotan di dalamnya yang menjadi saksi bisu atas lautan kasih sayang Miss Lee. Sampai akhirnya, di dalam sebuah koper ia menemukan satu tumpuk surat yang dikembalikan kepada pengirimnya. Selama tiga puluh tahun, surat itu baru sampai ke tangannya. Ia baca, dan ia rasakan kehadiran Miss Lee. Ada sesal di sana. Ada harapan besar, Miss Lee kembali padanya.

Choi-In Ho tak pernah menyadari bahwa rumah tua ibunya beberapa menit lagi akan dihancurkan. Ia masih terduduk di beranda rumah. Memandang plakat nama yang tertulis “Lee Young Hee”. Nama lengkap si ibu. Ia pasangkan plakat nama itu di tembok depan rumah.

Tiba-tiba, ia terjaga dari aktivitasnya. Ada suara perempuan yang memanggilnya, “Tuan Penulis!”. Choi-In Ho membalik badan, ia lihat cucu SMA-nya memanggil. Sang cucu berujar, I love you”. Tuan Penulis membalas, “I love you too”.

Di akhir ia menulis panjang untuk mengenang si ibu, “Nona Lee ... Perlu tiga tahun surat-suratmu mencapai hatiku. Aku buta ketika aku bisa melihat. Aku tuli ketika aku bisa mendengar. Satu malam, dalam mimpiku seekor burung angsa memimpinku ke lembah musim dingin dimana ranting emas tumbuh. Di sana aku melihat engkau, Nona Lee, bersinaran dalam emas. Menunggu musim semi untuk datang. Kau hidup selamanya dalam hatiku, melihatku di bumi. Nona Lee ..! Young Hee, aku tidak tahu harus memanggilmu apa ... aku akan memanggilmu “ibu”, i love you”.

Film itu diproduksi tahun 2007. Satu tahun yang lalu, saat penduduk dunia membutuhkan sapaan kasih dan sayang seorang ibu. “Ia hanya memberi. Tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia”. Begitulah kita diperkenalkan sosok ibu di masa kanak-kanak di Indonesia. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :