Kesempatan Menulis


Oleh: Firdaus Putra A.

Beberapa hari ini saya sibuk mengikuti konsolidasi dua aliansi atau koalisi. Yang pertama, Aliansi Rakyat Menggugat (ARM). Aliansi ini dibentuk oleh beberapa ormas mahasiswa di Purwokerto sebagai counter terhadap kebijakan kenaikan harga BBM. Kedua, Koalisi Kebangsaan untuk Indonesia Damai (KKID). Koalisi ini dibentuk sebagai counter dan kerja-kerja kemasyarakatan terkait dengan insiden Monas 1 Juni 2008.

Selebihnya, waktu dan energi saya alokasikan untuk mengelola lembaga, LS Profetika yang tengah menyelesaikan dua buletin, edisi Mei dan Juni. Dan sedikit waktu di siang hari, saya gunakan untuk mengkoletifkan pendaftaran kawan-kawan yang akan mengikuti pelatihan “Sejarah Pemikiran” SATUNAMA di Yogyakarta. Di waktu lenggang, khususnya malam hari menjelang tidur, saya sisihkan sedikit waktu untuk membaca buku.

Aktivitas itu benar-benar menguras energi. Belum lagi, semaksimal mungkin saya harus tetap memberi perhatian pada kekasih, teman-teman kos, dan sebagainya. Biasanya, malam atau dini hari lelahnya badan mencapai klimaks. Sampai-sampai, beberapa hari terakhir saya tidak sempat menulis (untuk blog). Beberapa tulisan yang saya muat pada minggu ini merupakan tulisan yang sebenarnya tidak secara langsung ditujukan untuk blog, kecuali tulisan atau judul ini.

Terkait dengan padatnya aktivitas, saya mulai menyadari mengapa kawan-kawan pergerakan kurang atraktif dalam dunia tulis menulis. Energi mereka sudah tersedot habis untuk mengurus lembaga, isu-isu aktual dan diskusi sampai larut malam. Entah benar atau tidak, saya menduga demikian.

Menurut saya, alasan tidak adanya ide adalah alasan yang dibuat-buat. Sebagai pegiat sosial, isu atau masalah sosial yang tiap hari mereka geluti merupakan stock of knowledge yang tiada tara besarnya. Jadi, kurangnya budaya menulis kawan-kawan pergerakan saya rasa lebih pada kendala waktu.

Secara obyektif memang masalah waktu. Akan tetapi, kendala obyektif itu bisa disiasati dengan manajemen waktu dan kedisiplinan. Atau, jangan-jangan kawan-kawan pergerakan belum melirik tulisan sebagai salah satu media perjuangan? Padahal, efek tulisan sangat signifikan. Tengoklah Pramoedya Anantoer yang senantiasa melawan melalui mata penanya.

Seringkali saya tertegun dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang masih bisa menyempatkan untuk menulis esai atau artikel berpuluh-puluh halaman. Lihatlah di masa lampau, Soekarno menurut saya sangat gemar menulis. Padahal, sebagai presiden, saya yakin kesibukannya melebihi kesibukan pegiat sosial lainnya.

Atau tengoklah pula Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dua jilid bukunya yang berisi antologi esai tentang keislaman, kebangsaan, dan keindonesiaan, lahir dengan halaman yang sangat tebal, 600 – 700 halaman. Jujur, saya kagum kepada dua tokoh besar itu. Mereka adalah aktivis pergerakan yang tetap menggunakan tulisan sebagai media perjuangan. Semoga kawan-kawan pergerakan mahasiswa bisa mencontohnya. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :