Mengakui
Oleh: Firdaus Putra A.
Sudah berminggu-minggu kita ikuti jelang Pemilu Amerika Serikat. Klimaksnya, hari kemarin Barrack Obama dinyatakan menang atas McCain dengan mengantongi lebih dari 300 suara. Saya yakin bukan hanya masyarakat Amerika saja yang menerima kemenangan itu dengan segepok harapan. Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden kita juga menyempatkan membuka konferensi pers untuk memberi ucapan dan mengaspirasikan harapan.
Pun, saya, mungkin juga Anda, punya kebahagiaan dan harapan serupa. Nah, di sinilah Amerika benar-benar negara adigdaya. Pemilu dalam negerinya sudah menyita publik banyak negara dunia lain. Jujur atau tidak, saya, mungkin juga Anda, dengan nalar itu mengakui kalau Amerika masih menjadi 001 di dunia.
Dalam konteks itu, tak berlebihan kalau saya, mungkin juga Anda, memberi selamat dan sedikit berharap pada sosok Obama dengan visi perubahannya. Seringkali kita mencibir bahwa siapapun presidennya, Amerika tetaplah Amerika, sang imperialis. Namun, saya, mungkin juga Anda, tidak bisa memungkiri kalau kita sedikit atau banyak, menaruh harap kepadanya. Bukan lantaran karena dia pernah “mampir hidup” di Indonesia. Tapi lebih karena posisi strategisnya mempunyai dampak yang luas bagi Amerika dan negara-negara lainnya.
Saya, mungkin juga Anda, mau tidak mau harus mengakui kalau nilai, idea, visi, dan sebagainya masih mampu menjadi tonggak perubahan. Dalam momentum yang tepat, cara sosialisasi yang tepat, nilai, idea, visi, dan sebagainya itu akan mampu mempengaruhi masyarakat sampai batas tertentu. Tengoklah data yang menyebutkan kalau partisipasi publik Amerika meningkat tajam dalam pemilu tahun ini.
Saya, mungkin juga Anda, secara jujur harus mau mengakui bahwa harapan lebih baik daripada tidak berharap atau bahkan hopeless. Sekurang-kurangnya, harapan kita menjadi doa yang saban hari kita panjatkan kepada Tuhan. Dalam harapan itu terkandung optimisme tentang epos perubahan sejarah, bahkan peradaban manusia.
Dalam sebuah pengakuan, sekurang-kurangnya, saya, mungkin juga Anda, sudah berlaku jujur pada diri sendiri. Seperti seorang warga Indonesia yang dengan jujur, tanpa malu, dan bukan rendah diri, ia secara terbuka dan ironis mengirim pesan singkat, “Entah kenapa, saya berlinang air mata bercampur bahagia melihat kemenangan Obama, padahal saya orang Indonesia. Kapan seperti itu untuk presiden RI? Oh” (Kompas, 6 November 2008, hal. 36–Interaktif).
Akhirnya, selamat untuk Barrack Obama! Dan saya, mungkin juga Anda, tentunya berharap bahwa perubahan itu benar-benar nyata. []
1 comments :
Hihihiii, iya, knapa ya yg Pemilu Amrik tapi kita kok ikutan repowt? (^^,) Klo mo dibilang super power yah sdg keok juga makanya mmbutuhkan dukungan dana dari Uni Eropa..
Yah..emg Amrik itu udh berhasil mmbangun citra yg ruarbiasa shg dia selalu jadi di center-stage dunia, en kita semua pun manggut2 kepadanya walopun ga sedikit yg mengarahkan nuklirnya ke sana juga, heheheee...
Eniwei..selamat buat Mr. Obama, yaiiiy... let's see selama beberapa waktu, smoga rakyat Amrik ga akan berkata Ooops, kyk waktu mrk milih George Walker Bush dulu itu loooh, yaaaaiiiiy--ooops! ~^_^~
Posting Komentar