Hingar Bingar 2008


Oleh: Firdaus Putra A.

Jalanan penuh, motor lalu lalang ke sana kemari tak tentu arah. Seperti laron yang memburu cahaya. Beberapa kafe menyajikan live music. Beberapa lagi hanya menyajikan MP3 dibantu speaker active.

Salah satu yang paling menarik, kafe Kongkow yang lokasinya tepat di depan patung Jenderal Soedirman UNSOED. Kafe itu menyuguhkan live music dari band-band dalam dan luar Purwokerto. Menarik, bukan karena suguhannya. Lebih karena tepat di sebrang jalan lainnya, sekelompok mahasiswa melakukan refleksi akhir tahun dengan berbagai pembacaan puisi.

Seperti akhir tahun sebelumnya, malam itu ratusan mahasiswa memadati Jl. HR. Boenyamin. Sembari melihat isi kafe. Memperhatikan, meski sepintas lalu, aksi damai mahasiswa. Juga tak kalah serius, memonitor keadaan jalan yang ramai. Dengan berbagai alasan semuanya “turun ke jalan”.

Hingar bingar menjadi tak terelakan. Ada pembacaan puisi dengan nilai-nilai virtus tertentu. Ada juga suara gitar, drum dan vokalis yang mendayu-dayu dengan roman percintaan muda-mudi. Ada juga sekelompok lain yang memberi komentar atas dua fenomena itu.

Semuanya tumpah ruang, menyatu padu di penghujung akhir tahun 2008. Peneguhan nilai virtus, perenungan diri, kesukacitaan, kemabukan, dan lain sebagainya memadati ritual tahunan. Ada yang menangis, ada yang menjerit histeris, ada yang sinis, ada yang nyinyir, ada yang tertawa, ada juga yang berdiam tak bereaksi.

Inilah zaman dimana posmodernitas menjadi ruh pergerakan sejarah. Zaman dimana semua yang kontradiktif bisa bertemu. Zaman yang penuh ironi. Zaman yang menampilkan paradoks di sana-sini.

Inilah zaman dimana menyendiri adalah sulit. Larut dalam pusaran massa. Teriakan histeris. Tepukan tangan dan aktivitas lainnya menjadi lebih wajib daripada menyendiri. Inilah masa dimana mitos pergantian tahun dirayakan sedemikian rupa.

Malam itu, 31 Desember 2008, saya bersama Wahyu memilih duduk di pojok kursi kafe. Sulit untuk memunculkan sinisme, karena pada dasarnya kami pernah larut dalam histeria massal seperti itu. Malam itu, saya dan Wahyu hanya bisa memahami dengan berbagai sedikit pandangan di sana-sini. Meski demikian, terlalu sombong untuk menghukumi. Toh, inilah waktu publik yang bisa mempertemukan banyak orang di waktu dan tempat tertentu, JL. HR. Boenyamin. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :