Cabe Kakus
Oleh: Firdaus Putra A.
Melihat foto ini Anda sedang tidak berpikir kan kalau saya yang menanam cabe itu? Memang benar, saya dan teman-teman penghuni kos lainnya tak pernah menanam pohon itu. Pohon cabe itu sudah beberapa bulan tumbuh subur tanpa gangguan di kayu rangka pintu salah satu kakus kos saya. Hebatnya, pohon itu berbuah dengan ranum. Saya hitung ada delapan buah cabe ijo segar bergelantungan dengan bebas.
Mari kita imajinasikan, bagaimana kiranya si pohon bisa mangkal di kayu rangka pintu kakus kos saya. Sekenario pertama, seorang teman cuci tangan di kran air dekat kakus sehabis menikmati makanan bersambal. Saat itu ada sebiji cabe yang nyelip di sela-sela jari. Air yang cukup kencang melempar si biji itu dan mendarat tepat di kayu itu. Ini masuk akal, bukan?
Atau sekenario kedua, seorang teman berkumur-kumur lantaran kepedasan sambal cabe ijo. Tanpa sengaja atau karena memang jorok, ia memuntahkan air kumuran itu ke kayu rangka pintu kakus itu. Dibantu sisa makanan dan berbagai enzim air liur, ia langsung bisa tumbuh besar dan kuat. Mungkin juga sekenario ini benar.
Sedang sekenario ketiga, ada seorang teman sengaja menaruh si biji di kayu itu. Pasalnya, ada tiga orang teman kos yang kuliah di jurusan Pertanian. Dia rawat bakal pohon sampai pohon itu tumbuh besar dengan sepenuh kasih sayang. Pupuk, bisa ia peroleh cuma-cuma di fakultas tempatnya belajar. Namun sekenario ini kurang masuk akal. Seandainya benar, iseng sekali teman itu menanam cabe ijo di kayu rangka pintu kakus kos. Pasti ia sedang iseng atau malah frustrasi mencari temuan media tanam selain tanah.
Okelah, terserah Anda percaya yang mana dari tiga sekenario di atas. Tapi ada hal yang lebih menarik. Bagaimana caranya si pohon cabe ijo hidup sampai besar, kuat, dan segar? Padahal, ia hanya numpang hidup di batang kayu tua yang mulai lapuk.
Saat ini Anda pasti sedang berpikir yang tidak-tidak, bukan? Pasti Anda sedang berpikir kalau si pohon cabe ijo memperoleh asupan gizi yang cukup bahkan melimpah karena hidup tepat di samping kakus, iya begitu? Ya boleh jadi demikian. Ibaratkan saja si kayu sebagai spon yang menyerap berbagai unsur hara dari air kecing, mungkin juga sisa feses anak kos yang tak tersiram bersih, sisa-sisa makanan saat cuci piring-tangan-mulut, atau bisa jadi kayu yang lapuk itu menjadi semacam humus di tanah.
Saya lebih yakin itu semua bekerja secara kompleks dan unik. Kayu berperan sebagai spon. Akar si pohon menyerap unsur hara dari sekitar kakus. Dibantu air yang senantiasa nyiprat dan mengalir, mendukung gerak elektrolit air dari kayu, akar, sampai batang dan difotosintesiskan oleh daun. Dan satu lagi, ditambah kebaikan serta kasih sayang tak langung dari anak-anak kos, si cabe ijo tumbuh dan berbuah segar tanpa ancaman dan gangguan.
Sebenarnya senang sekali memandang delapan buah cabe itu bergelantungan. Apalagi satu di antaranya mulai keoranye-oranyean tanda terlalu matang. Hanya saja, untuk apa? Toh saya atau anak kos lainnya tak pernah masak atau makan gorengan dengan cabe ijo segede telunjuk orang dewasa. Apa mungkin Anda mau? Kalau iya, kirim saja alamat rumah Anda dan besok saya panen dan paket cabe-cabe itu untuk Anda. Bagaimana, Anda tertarik buat cabe kakus ini? []
2 comments :
waw... cabe yang menyerap asupan makanan dari feses.. sebenere normal2 ajah.. tapi berhubung tau tempat tumbuhnya. kok rasanya enggan ya ikut menikmati tuh cabe.. wkwkwkw. salam kenal.
ya kalau mau coba tak papa. sekarang cabenya dah mulai memerah lho ...
Posting Komentar