Rindu


Oleh: Firdaus Putra A.

Sudah lebih dari dua minggu kami berjauhan. Sesekali kami bertemu, saat ia menunaikan tugas sehubungan dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Atau suatu waktu saya menjenguknya ke Bobotsari, tempatnya Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sudah beberapa hari terakhir saya memasang fotonya sebagai wallpaper di ponsel. Padahal ini jarang bahkan tak pernah saya lakukan.

Memasang foto kekasih di wallpaper bagi saya terlalu ekspresif; bisa jadi sepasang kekasih yang baru merajut kisah atau bisa pula posesivitas yang berlebihan. Beberapa hari terakhir rasa itu tak terbendung. Tepatnya setelah sehari saya menjenguknya. Ingin rasanya bersua dan bersama sepanjang hari.

Cinta Lokasi atau “Cinlok” tak terlalu menghantui pikiran saya. Pasalnya, kebetulan sekali kelompok KKN Wahyu memperoleh DPL Bu Rini. Konon kata Wahyu, di awal pertemuan kelompok dengan DPL, Bu Rini mengatakan kepada teman kelompoknya untuk jangan coba-coba mendekati Wahyu. “Masalahnya saya kenal pacarnya. Dan kalau ada apa-apa, saya tidak enak sama pacarnya”, begitu ujar Bu Rini. Peringatan yang meski tak saya sangka sebelumnya ini sangat membantu mengurangi kecemasan melepas dirinya untuk beberapa saat.

Meski demikian, tetap saja ada rasa cemburu. Kadang pikiran nakal itu muncul. Jangan-jangan ada laki-laki sekelompoknya yang naksir atau suka dengannya. Atau, jangan-jangan di saat Wahyu tertekan karena tugas KKN, ada anggota lelaki yang berperan sebagai “Hero” dan merebut hatinya. Saat pikiran itu datang, buru-buru saya tepis. Secepat mungkin saya usir jauh dari sel-sel memori otak.

Bagi yang pernah merasakan KKN, apalagi di sebuah desa yang cukup terpencil, “Cinlok” merupakan virus yang senantiasa menghantui. Dulu, tahun 2006, saat saya KKN ada dua pasang teman yang “Cinlok”. Ironisnya, kedua pasang itu rela meninggalkan kekasihnya masing-masing. Meski akhirnya, paska-KKN, hubungan mereka pun luluh dan kandas. Namun, ke-cinlok-an di lokasi KKN membuktikan bahwa komitmen serta kepercayaan itu meluntur.

Malam ini saya ingin sekali mempercepat waktu. Membangunkan matahari dari tidurnya agar cepat siang. Hari ini saya ingin sekali bersua dengannya. Ingin sekali membagikan cerita yang tertumpuk berhari-hari. Saya ingin sekali menatap matanya yang indah juga menyentuh hidungnya. Membelai rambutnya dalam canda-tawa kekonyolan kisah masing-masing. Malam ini saya teramat merindukannya. Saya tak sabar menyongsong esok tiba.

Benarlah, jarak membuat kisah kasih menjadi lebih romantis. Ada galau di saat rindu. Ada susah di saat sendiri. Ada senang di saat berkomunikasi. Ada kebebasan di saat berpisah. Ya, nampaknya memang perlu sesekali kami berjauhan. Agar perasaan di antara kami semakin teguh; tentang cinta-kasih, tentang rindu, tentang komitmen, tentang kepercayaan, tentang kebebasan, dan tetang diri sendiri.

Ada kalanya kita butuh jeda. Sejenak mengambil nafas dalam kesendirian. Dalam tarikan nafas itu kita akan dapati, “Ah ... ternyata saya sungguh mencintainya”. Benarlah apa kata pepatah, “Saat dekat tak terasa. Saat jauh sangat terasa”, inilah rindu. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :