Menculik “Si Bintang Porno” Miyabi

Oleh: Firdaus Putra A.

Saya bayangkan beberapa bulan setelah film “Menculik Miyabi” dirilis, teman-teman kecil saya yang duduk di SD, teman-teman remaja yang duduk di SMP dan SMA dengan girang akan saling bertanya “Sudah nonton Miyabi?”. Ada dua kemungkinan yang mereka maksud dengan pertanyaan itu, pertama sudahkah menonton film “Menculik Miyabi” atau sudahkah menonton film porno Miyabi. Kemanapun pertanyaan itu berlabuh, nama Miyabi akan lebih santer diucapkan dibanding sebelumnya yang hanya ditemukan di pojok kamar gelap, bilik warnet atau disela cekikikan penikmat film porno.

Sungguh saya penasaran mengapa Maxima Picture—rumah produksi yang akan menghelat film itu—mendatangkan Miyabi meski dengan ongkos yang besar. Secara ekonomis, mungkin mereka sudah menghitung Miyabi akan menaikan tingkat penjualan film sampai derajat tertentu. Ini sebanding dengan prinsip ekonomi, bahwa keuntungan harus lebih besar daripada ongkos produksi. Besarnya keuntungan dalam industri film tentu saja berbanding lurus dengan tingkat penjualan (keping cd) film itu. Artinya, secara ekonomis mereka sudah mengukur banyaknya penonton dan bioskop yang akan memutar film itu.

Mendatangkan Miyabi sebagai salah satu pemeran dalam “Menculik Miyabi” terkait erat dengan isi cerita tentang tiga mahasiswa Indonesia yang keranjingan menonton film pornonya. Saat tiga mahasiswa tersebut mengetahui Miyabi—bintang film porno pujaannya—singgah di Indonesia, mereka berniat menculiknya. Artinya, film ini secara langsung tetap menghubungkan Miyabi dengan profesinya sebagai bintang film porno Jepang. Hubungan langsung antara profesi sebenarnya (realitas) dengan kisah film “Menculik Miyabi” (imajinasi) memperbesar ruang dimana ikon pornografi melenggang kangkung di ruang publik sebagai hiperealitas yang nyata tapi kabur. “Miyabi” akan menjadi kata yang ringan diucapkan, dimana dan kapanpun berada. Sekali lagi, ia tak lagi hidup di pojok kamar yang gelap atau bilik warnet, ia menjadi hidup di tengah-tengah ruang keluarga, sekolah, warung, pasar dan seterusnya.

Masih dalam bayangan saya, paska film itu dirilis, jutaan penonton kemudian menggoogling kata kunci “Miyabi” atau “Maria Ozawa”. Mereka akan menemukan tak hanya situs-situs yang menyajikan galeri foto telanjang Miyabi, melainkan juga link download videonya. Para lelaki yang kesemsem dengan paras ayunya akan menjadi member di group facebooknya. Rating Miyabi semakin naik dan terus menaik. Artinya, pornografi dan sekurang-kurangnya ikon pornografi juga semakin naik. Proyeksi ini bisa dibenarkan melihat temuan Ndoro Kakung berbasis Google yang menemukan bahwa pencarian kata kunci “Miyabi” atau “Maria Ozawa” paling banyak berasal dari Yogyakarta, disusul Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Jumlah mereka mengalahkan akses dari Makati, Manila (keduanya di Kota Filipina), Hanoi (Vietnam), Kuala Lumpur (Malaysia), dan Singapura.

Beberapa pihak seperti MUI dan beberapa publik figur lainnya terlibat pro-kontra tentang rencana kedatangan Miyabi ke Indonesia. MUI seperti kita ketahui, menolak kedatangan bintang porno yang memulai melakukan aktivitas seks sejak usia 13 tahun itu. Rieke Dyah Pitaloka mengatakan lebih baik menolak koruptor datang ke Indonesia daripada Miyabi atas nama antidiskriminasi. Desta Club 80’s setuju saja, siapa tahu Miyabi bisa bertobat paska memainkan film komedi itu. Eva Kusuma Sundari, anggota Kaukus Parlemen Perempuan menyatakan bahwa Miyabi tidak bisa dikenakan UU Antipornografi, artinya ia sah-sah saja bermain film itu. Ust. Yusuf Mansur berkeinginan menceramahi Miyabi kalau saja bisa bertemu dengannya. Wanda Hamidah mengusulkan mengenakan sanksi moral dengan memboikot film “Menculik Miyabi”. Meutia Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mendukung langkah penolakan MUI. Titi Sjuman, aktris, justru berharap Miyabi akan menaikan perfilman Indonesia. Silang pendapat ini belum termasuk para fans yang sebagian besar mendukung kedatangan Miyabi ke Indonesia yang bisa dilihat pada dinding facebooknya (Miyabi).

Beragam respon itu sejatinya menyuguhkan ironi. Satu sisi para publik figur yang mendukung terlihat naif terhadap konskuensi yang akan menggelinding bak bola salju seperti proyeksi saya di atas. Mereka berkilah bahwa selama Miyabi tidak bermain film porno di Indonesia, maka kedatangannya sah-sah saja. Menolak atau mencekal justru merupakan sikap diskriminatif. Pernyataan Rieke tentu saja blunder dan tidak logis. Masalah korupsi (koruptor) adalah krusial, namun masalah pornografi juga tak kalah penting. Eva Kusuma seyogyanya tidak hanya berlindung dibalik logika legal-formal UU Antipornografi semata, melainkan juga analisis dampak sosial-budaya lanjutan yang sulit dijamah oleh UU tersebut. Juga tidak kalah konyolnya adalah harapan Desta tentang siapa tahu Miyabi bertobat paska bermain di film ini.

Tak kalah ironisnya adalah harapan Titi Sjuman tentang Miyabi yang akan menaikan perfilman tanah air. “Menculik Miyabi” merupakan film komedi, lantas kenaikan dalam dimensi apa yang ia maksud? Jelas-jelas bahwa film komedi Indonesia yang sudah-sudah kurang bekualitas dari segi isi. Film komedi Indonesia hanya menyajikan itu-itu saja, seks dan horor. Ironisnya, Titi juga tahu bahwa adegan Miyabi tidak dapat dipastikan bagus, mungkin tidak sebagus adegan seksnya dalam film-film pornonya. Harapan Titi hanya mungkin benar pada dimensi ekonomis, bahwa film itu akan meraup untung sebanyak-banyaknya.

Suatu tempo seorang teman perempuan menyapa saya via YahooMessenger, ia berujar “Iya, saya kok bingung kenapa Raditya Dika yang nggarap film itu”. Saya balik tanya ke teman itu, “Apakah kamu tahu atau yakin bahwa Raditya Dika mempunyai integritas moral-intelektual yang bisa dipertanggungjawabkan?”, ia menjawab, “Saya tak yakin!”. Nampaknya nama Raditya Dika begitu hipnotif sehingga membuatnya bingung harus merespon seperti apa. Saya pikir Raditya Dika akan mengeruk keuntungan besar dengan sensasi luar biasa ini, jawab saya ke teman tadi.

Menurut saya, kekonyolan Raditya Dika bukanlah kekonyolan yang kontemplatif, seperti misal yang diperbuat oleh Pidi Baiq yang juga dibukukan. Sampai-sampai Prof. DR. Bambang Sugiharto menulis pada Kata Pengantar salah satu bukunya (Drunken Monster) “Kegilaan dan permainan adalah terapi yang penting untuk menjaga kewarasan dan keindahan hidup. Manusia telah menjadikan hidup terlampau serius, terencana dan rasional—terlampau ‘normal’ kata Michel Foucault—hingga hidup tak lagi menawan menggemaskan ….”. Bagi Raditya Dika “Menculik Miyabi” hanyalah sekedar kekonyolan hidup, yang ironisnya dalam bahasa lain, saya sebut “kekonyolan beresiko tinggi”. Sedang bagi Pidi Baiq, kekonyolannya merupakan gugatan atas kemapanan masyarakat yang telanjur malu-malu atau sungkan berbuat baik dan parodi realitas masyarakat kotemporer. Dalam bahasa lain, saya sebut “kekonyolan kontemplatif”.

Kemudian saya bayangkan teman-teman SD, SMP, SMA dan lainnya akan menemukan paragraf deskripsi pada beberapa situs porno, seperti berikut “Hey guys and gals! As you know, I always come back with a vengeance though I may be away for a while, so don’t worry, I’ll always be here to show you more Maria Ozawa! Today I have for you three video clips of Maria Ozawa enjoying some anal, and I must say it’s just pure hotness! Even to think about her getting anal is very masturbation provoking! She’s got such beautiful long legs and soft skin, it’s hard not to want to wank to this! Click the video link on the bottom to see her little ass hole getting teased as the guy provokes it with his fingers. The second short video clip is my favourite part! She is on her side and the scene shows those beautiful legs that I talked about, while the Japanese guy tries to stick his penis in her beautiful ass hole for some anal sex! All at the same time, she is jacking another guys hard cock”. Mereka berpikir, kapan waktu akan mencobanya dengan entah siapa. Artinya survei tentang kesehatan reproduksi atau perilaku pacaran akan menemukan fakta yang semakin fantastis.

Pungkasan, saya pernah menonton video porno Miyabi, karena itu saya sama sekali tidak sependapat ia datang ke Indonesia untuk film “Menculik Miyabi”. Silahkan saja ia datang, sebagai turis atau pelancong yang menyinggahi Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata. []

* Ditulis dengan bantuan data-informasi dari berbagai sumber: Solo Cyber City, Kapanlagi, Wikipedia, Kompasiana, Blog Tempo Interaktif, Blog Raditya Dika, Facebook Miyabi dan beberapa situs porno yang menyajikan gambar dan video Miyabi. Tulisan ini juga dikirim ke raditya.dika@gmail.com.
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

10 comments :

Dodi Faedlulloh mengatakan...

"Justru dengan kedatangan dia, mungkin bisa menghebohkan film Indonesia dan bakal menaikkan rating juga," ungkap Alice Norin (okezone).

Heboh dan meningkatkan rating !Memang seperti adanya kondisi perfilman di Indonesia, demi ingin menggapai rating segala cara pasti dipakai. Moral ? Diksampingkan ...

Setuju dengan pendapat mas firdaus di awal paragraf tulisan ini.

el-ferda mengatakan...

KOMENTAR PEMBACA MELALUI NOTE FACEBOOK.

Biangkerok Satrio
film taun 80an juga pernah memasang tagline "(lupa namanya) model playboy USA" .... udah pasti aku gak akan nonton film ini, gak punya duit, mending beli kraca lalu disedot (kraca- keong sawah disayur dan cara makannya disedot) lalu berangan angan sedang sedot-sedotan sama miyabi...
September 27 at 10:11pm

Reza Radhitya
so,solusinya bagaimana?
September 27 at 10:16pm

Yons Achmad
ah itu hanya semacam trik marketing yang boleh dikata rada sinting. dalam urusan bisnis berlaku begitu. maxima kayaknya nggak benar-benar ingin mendatangkan miyabi ke indonesia
September 27 at 10:19pm

Firdaus Putra
@yons: entar ujung2nya mereka bilang, karena masy. menolak, kita tak jadi hadirkan. padahal "miyabi" klewat booming.
September 27 at 10:20pm

Agung Pambudhy
Asik dus ulasan lo...terlalu beresiko kalau itu difilmkan.
September 27 at 10:22pm

Citra Pandiangan
who's know dgn datangnya dia jadi meningkatkan rating filmnya, kan kebanyakan pecinta 'film' lebih suka sprt itu
September 27 at 10:23pm

Gibic Gibb
Gw berharap filmnya bakal seperti waiting for godot. Godotnya ga nongol di film.
Kalau maria ozawanya nongol, semoga bs digarap se satir Borat, waktu dia ngebet pgn ngawinin pamela anderson
September 27 at 10:35pm

Bayu Bergas
Gak bs melarang kalopun dia beneran dtg dan main film. Kecuali dg cara2 kampungan kyk biasax. Btw, situ agen MUI ya? :p
September 27 at 11:00pm

Firdaus Putra
@bayu: dasar loe.... MUI ga kuat bayar aku om... wekwkwwkw.... aku yakin kalom miyabi datang, km pasti mau nongkrong bareng ma dia kan... wewkwkwkw
September 27 at 11:04pm

el-ferda mengatakan...

Anggih Septian Nugroho
jere miyabi wis mati??piwean keh??
September 27 at 11:09pm

Yons Achmad
tukang film boleh berbuat sesuka hati. penonton juga bisa melakukan hal yang sama.HIDUP PENONTON HA HA
September 27 at 11:23pm

Ragil Priyo Atmojo
apapun yg terjadi, Maxima memang niat jualan. semoga mereka jualan dgn baik dan benar......
September 27 at 11:24pm

Firdaus Putra
@ragil: kang atmo yg dah melanglang di dunia perfilman ada bocoran ga itu miyabi bener datang pa cuma strategi marketing?
September 27 at 11:26pm

Bayu Bergas
Miyabi jd dtg, dos. Dia pgn masuk fak.kedokteran unsoed. Yg agak mahalan dikit :p
September 27 at 11:42pm

Fad's Reza
jangan terlalu keras mengomentari kedatangan maria ozawa dong us selama 'kita' masih jadi penonton setia.dan yang pasti sinetron2 Indonesia masih lebih berbahaya buat adik2 dibanding film 'menculik miyabi'.
September 28 at 10:38am

Gibic Gibb
Btw, bakal lebih adil kalau kita tunggu film nya rilis dulu. Setelah nonton, br dicerca.. Hehehe
salah satu perintah yang kuasa yg diturunkan lewat nabi musa kan itu, jangan menghakimi.. ^^V
September 28 at 4:26pm

Donny Putra Raharditio
kirim juga tulisanmu ke depkominfo.... suruh mereka untuk memblokir situs yang berbau miyabi or maria ozawa ... demi perkembangan anak2 Indonesia...hehe... kira2 bnyk yg setuju g ya???
September 28 at 6:12pm

Bayu Bergas
@all: sbnrx justru org2 kyk firdaus ini yg hrs dicurigai sbg tukang promo miyabi :p
kt jgn kerdil dg aksi larang-melarang lah. kl gak setuju ya gak usah nnton. itu kan yg namax boikot.
September 28 at 6:58pm

el-ferda mengatakan...

Novriantoni Kahar
Bayu Bergas : Munafik loe ! Banyak orang Munafik disini. Kalo gak kafir. Makany demen sama Pornografi. Ya udah maklumin aja Firdaus. Namanya orang Kafir dan Munafik. Mana mau mrk menjauhi larangan2 Allah SWT.
September 28 at 8:19pm

Bayu Bergas
@kahar yg pintar: konteks dikit napa?!
September 28 at 8:37pm

Syafiq Naqsyabandi
pintar banget ya si raditya dika.., pengen ketemu ma miyabi alasannya bikin film... ntar kalo q jadi penulis, minta bikinin film "menculik malaikat jibril" bisa gag ya produsernya ngedatengin beneran?
September 28 at 9:02pm

Novriantoni Kahar
Menculik Malaikat Izrail
September 28 at 10:43pm

Fad's Reza
Gibs : kyknya emang pada g peduli ma content filmnya deh (kan yang jadi pusat perhatian maria ozawa. Bergas. : sepakat om. Firdaus harus bertanggung jawab karena info ini semakin tersebar luas.hehehe...

B
September 28 at 11:14pm

Bayu Bergas
@fadli: coba kalo kahar secerdas kamu, fad! :)
September 28 at 11:17pm

Jajang Yanuar Habib
jd firdos pngen miyabi berkalung sorban?? gituuuu..??
September 28 at 11:53pm

Dimas Saputra Aditama
all: kalo film itu jadi dan beneran ada miyabinya, miyabinya bakal bugil ga ya? hehehe.. agak sepakat sama bergas: semakin diperbinangkan malahan semakin jadi masalah. diemin aja si ngapa, nonton ga nonton urusan masing-masing. mau jualan atau kagak juga ga usah pusing, ada orang jual, kita ga suka, y udah ga usah beli. lagian juga filmnya belom keluar, jadi ributnya nanti aja
mas kahar: mau tanya mas, parameter munafik si apa? serem amat justufikasinya. heheheee...
September 29 at 1:00am

el-ferda mengatakan...

Syafiq Naqsyabandi
Hahaha... Miyabi berkalung sorban bagus tuh... Reva ja smpe mw kimprung dikandang,aplg miyabi?... Btw tulisan mas firdos n cöment yg dbawahny bisa dijadikan indikator keberhasilan promosi dari maxima pictures,smakin ramai diperbincangkan artinya smbkin dtggu2
September 29 at 1:25am

Jajang Yanuar Habib
firdos terlalu berurusan ma kelamin siih..heu
September 29 at 1:27am

Syafiq Naqsyabandi
@jajang,,, firdoz Penganut sigmund freud kayaknya
September 29 at 1:44am

Hasatama Acepz Hikmah
4all:sy jd inget ap kt alm gus dur tentang 'klaim kebenaran'.trnyta smua yg komen dsni it mempunyai argumen yg msing2 brbeda,dgn mengdpnkn rasio sbg paramter pembenarny.kyny kalo lbh arif kalo kt diskusiin j tntg parameter 'benar' dan apakh ad bukti utk klaim argumen yg drasa benar td..lbh jauh lagi smua prnytaan shbt2 datas apkh akn mempunyai konsekuensi sos yg baik trkait konteks 'menculik miyabi' atw lbh kmiyabiny sndri.belajar dr daniele bell ad yg hrus dphmi 'merasa benar adlh kejahatan'
September 29 at 2:34am

Bayu Bergas
@aceps: why so serious!? Gak ada yg nge-klaim kebenaran, kecuali ada yg menuduh munafik (yg sbnrx gak konteks jg). Berpendapat ya emg hrs mengedepankn rasio. Dan sbnrx, miyabi gak ngaruh kok bwt org2 yg komen dsini. Yakin deh.
September 29 at 2:42am

Alike Mulyadi Kertawijaya
tag terus daku yakh ......

miyabi........ emm dah tobat ah... he..he...
September 29 at 9:52am

Hasatama Acepz Hikmah
4um bergas:iy tw koq h3 (koment bgni,biar daus sneng ajah huek2)
Btw koq ad yg mpe blg munafik yh hemm bs yah..
Us brhubung lu blm nraktir trkait kelu2san lu gw mintany dtrktir nntn menculik miyabi yh.sapatw miyabi bs dajak maen kPWt kn jd lbh asyik tuch nntn brg pilem miyabi ma aktrisny h3x ;p
September 29 at 9:56am

el-ferda mengatakan...

Fad's Reza
Cepz:kita kan g lg mencari kebenaran tapi melkukan pembenaran atas apa yg d omgin.. Bergas:miyabi ngaruh lah buat2 org yg coment (mksdnya inget lg ma film2nya dan kembali jd reference buat ng****k)..
September 29 at 11:24am

Syafiq Naqsyabandi
emank parah
September 29 at 11:47pm

Firdaus Putra
ALL: yang sedang kita lakukan itu adalah kontestasi wacana antara yang mendukung dan menolak kedatangan miyabi. seandainya didiemin saja--kata dimas--itu justru berbahaya, artinya sama sekali tak ada proses resistensi.
fadli: sinetron indonesia berbahaya, menculik miyabi juga. jadi logically tidak bisa krn sintron ind berbahaya kemudian ... Read Moremenggugurkan "hukum keberbahayaan" miyabi.
bergas: maxima ga kuat bayar aku jadi propaganda mereka om... seperti halnya MUI.
dimas: menonton miyabi serahkan ke individu? kayaknya sosio-kultur masy kita belum siap untuk dilepas bablaskan kayak gitu. ya sekurangnya kayak jepang lah. suatu tempo mungkin kita akan ke arah sana juga, tapi tunggu saja, jangan dilompati step itu, nanti gagap.
October 1 at 9:14am

Muslih Fathoni
waduh...sy hrus komentar apaan nih...yah...pragmatism mmg membutakan mata hati...
October 2 at 10:24pm

Shinta Ardhiyani
Sedikit respon.
Penolakan yang besar2an memang lebai. Kalo mo menolak miyabi dengan alasan bahwa dia adalah bintang porno, kenapa orang2 seperti Julia Peres ( Jupe) tidak diusir dr Indonesia, artis yang benar2 mengawali karirnya sebagai model majalah dewasa di Luar negeri (dia mengawali karirnya di majalah Maxime - Prancis).
Di negara kita, ... Read Moresaat ini banyak artis2 porno impor, hanya saja mungkin tidak terekspose media.
Ekspose miyabi ini hanyalah trik binis saja. Lagian emangnya sebodoh itu orang2 maxima pictures harus mendatangkan miyabi??? toh mereka bisa shooting di Jepang atau negara lain kok. Jadi isu ini memang sengaja diexpose saja untuk kepentingan bisnis. Trik penjualan saja.
October 14 at 10:10am

el-ferda mengatakan...

Firdaus Putra
Dear Dika,

Bung saya sudah baca rilis konfirmasi Anda di blog. Sangat menyenangkan membaca pernyataan sikap itu. Sebagai sesama penulis dan blogger, saya angkat topi untuk sikap Anda.

By the way, maaf kalau tulisan saya yang kemarin terlalu "merendahkan" Anda dengan meragukan integritas moral-intelektual Anda. Saya rasa Anda bisa memaklumi dan memahami dalam konteks keprihatinan saya terhadap efek pornografi.... Read More

Oh iya, ada baiknya Anda baca buku atau coretan Pidi Baiq. Kalian berdua adalah orang-orang yang berpotensi untuk menjadi "pengimbang" bagi laku modernitas kontemporer yang terlalu kaku, serius dan sampat titik tertentu, kering.

Meski undur dari film itu, semoga karir Anda tetap menyala dan memperoleh pengganti lainnya yang lebih jenaka dan mencerdaskan.

Sincerely,

Firdaus Putra A.

www.firdausputra.co.cc

Sebuah konfirmasi:

Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin tahu tentang rencana penggarapan film “Menculik Miyabi”, sebuah film oleh Maxima Pictures. Dari awal pembentukan ide ini, gue didaulat sebagai penulis naskah (scriptwriter) dan pemeran utama untuk film tersebut. Gue rasa ini akan menjadi film yang cerdas, lucu, dan komedik tanpa harus ada unsur porno sedikit pun. Tadinya gue berpikir seperti itu.

Namun, pada perkembangannya, banyak kontroversi yang ada di dalam masyarakat. Banyak yang menolak, banyak yang menentang, terutama dari FPI dan MUI. Gue pribadi, sebagai penulis naskah yang merasa karya gue tidak akan jorok dan porno (gue sendiri gak suka komedi seks yang ada marak di bioskop Indonesia), gue maju dengan idealisme gue untuk membuat film komedi dengan Miyabi tanpa harus porno-pornoan.

Perkembangannya pun pesat. Membaca komentar orang-orang, terutama dari orangtua gue, keluarga, dan bahkan dari beberapa situs yang menentang seperti Komisi Pencekalan Miyabi, gue jadi memikirkan ulang atas keterlibatan gue di film ini. Semua hal ini membuat gue jadi berpikir tentang pembaca gue, yang masih anak SMP, SMA, bahkan anak SD, yang mungkin saja membaca buku gue dan ingin tahu project gue selanjutnya dan malah secara “tidak sengaja” berkenalan dengan Miyabi karena gue lagi menggarap film tersebut. Tekanan tanggungjawab moral gue seperti ini kepada pembaca gue, plus tekanan sosial keluarga gue, dan kepentingan gue sendiri, membuat gue pada akhirnya memutuskan untuk mundur dari film ini, baik sebagai penulis skenario maupun pemain di dalamnya. So, there. I quit.

Kabar terakhir yang gue tahu dari Maxima, mereka masih akan menjalankan Menculik Miyabi, sutradaranya tetap mas Rako Prijanto (D’Bijis, Ungu Violet), dan penulis skenario-nya, seperti gue terakhir ketemu, adalah Raditya Mangunsong (Kamulah Satu-Satunya, Untuk Rena). Semoga menjawab pertanyaan pembaca, dan teman-teman sekalian.

Always your humble writer,

Raditya Dika
October 14 at 1:22pm

el-ferda mengatakan...

KEMUDIAN TULISAN INI DITANGGAPI DENGAN TULISAN LAIN OLEH Koirurrizqa PADA NOTE FACEBOOKNYA.

Tanggapan atas tulisan saudara Firdaus Putra Aditama

Awalnya penulis hanya berniat menambah perbendaharaan komentar di halaman tulisan saudara Firdaus, tapi nampaknya ada yang lebih yang ingin diungkapkan. Maka nampaknya tulisan ini yang tepat untuk disampaikan. Terlebih lagi, tulisan itu –paling tidak menurut saya- nampaknya berbeda dari pandangan-pandangan Firdaus sebelumnya. Entah saya yang semakin “liberal”, atau jangan-jangan saudara Firdaus yang semakin “sholeh” (ada waktunya untuk memperdebatkan ini, lain waktu). Sebagai gambaran, kesepakatan akan suatu hal nampaknya jarang terjadi dalam diskursus antara kami yang lebih diwarnai, katakanlah semacam “dis-agreement”.

Tentu saja ini bukan sekedar pandangan penulis tentang kedatangan Miyabi (Maria Ozawa) ke Indonesia. Nampaknya kita sepakat bahwa mempermasalahkan Miyabi boleh atau tidaknya ke Indonesia adalah seperti menggarami air laut, sia-sia. Tulisan ini mencoba untuk memperluas sprektrum pandangan agar kemudian lebih bisa masuk dalam ranah diskusi yang relatif dan kompleks. Lebih bermanfaat –menurut saya- untuk menjadikan “kasus yang sebenarnya tidak heboh-heboh amat ini” ke dalam sebuah diskusi tentang cara pandang kita memaknai dan juga memahami arus demokrasi di Indonesia. Paling tidak, kita mencoba merefleksi apa yang disampaikan Muhammad Natsir mengenai Demokrasi, menurutnya; “Demokrasi, dalam implementasinya memang tidak mudah, oleh sebab itu menuntut pengalamaan dan kesediaan untuk melalui berbagai cobaan –yang kadang- terasa pahit”.
…………………
“Di era demokrasi seperti sekarang ini” kata Anis Matta dalam bukunya, Menikmati Demokrasi, “para da’i dan penyeru mendapatkan kebebasannya untuk dapat menyerukan kepada yang haq dan meninggalkan yang bathil dan berperan secara bebas di tengah-tengah masyarakat”. “Hanya saja”, kata Anis Matta, “Kebathilan dan para penyerunya juga mendapatkan kebebasan yang sama dengan para da’i, mereka pun menyerukan masyarakat untuk mengikuti kebathilan”. “sehingga yang terjadi kemudian” lanjut Anis “proses politik di era demokrasi dapat membuat sesuatu yang benar menurut Islam dapat menjadi salah menurut hukum yang berlaku, dan sebaliknya, proses politik juga mampu membuat sesuatu yang salah menurut Islam dapat menjadi benar di depan hukum”. “Maka tugas para aktivis dakwah di era demokrasi ini” Anis Matta mengakhiri, “adalah membuktikan bahwa yang benar di mata Islam adalah benar juga di depan hukum, dan apa yang salah menurut Islam adalah juga salah menurut hukum yang berlaku”.

Ada beberapa hal yang kemudian menjadi inti dari paparan Anis Matta diatas, Pertama, nampaknya Anis Matta ingin menyampaikan –secara rasional- alasan perlunya umat Islam masuk dalam ranah politik di era demokrasi. Karena, satu-satunya kekuatan efektif untuk masuk dalam proses legislasi dan eksekusi di ranah negara adalah melalui kekuatan politik formal. Kedua, era demokrasi kemudian menjadi semacam era pertarungan ide, gagasan, inovasi, dan juga terobosan-terobosan di ranah publik antara kekuatan haq dan bathil. Dengan kata lain, Anis Matta ingin menyampaikan bahwa demokrasi, adalah keuntungan sekaligus tantangan berat untuk para da’i di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, di era demokrasi, Dakwah dan para da’inya harus mampu memainkan peran strategis tidak hanya sekedar menyampaikan yang tertulis (literal), akan tetapi da’i juga dituntut untuk dapat menjelaskan kebenaran ajaran Islam di muka publik, dengan bahasa publik, dan dengan logika publik. Karena –menurut Anis

el-ferda mengatakan...

Matta- demokrasi adalah pertarungan opini publik, dan siapa yang mampu untuk membuat masyarakat memahami dan mengikuti logika berpikirnya, maka merekalah pemenang kompetisi wacana di era demokrasi ini.

Seperti yang disampaikan oleh saudara Firdaus, -dan kemudian terbukti benar- bahwa kontroversi kedatangan Miyabi, sebenarnya menjadi “iklan gratis” bagi Miyabi dan Maxima Production (selaku rumah produksi film bersangkutan), sehingga terjadi peningkatan 1400% pengguna situs Internet di Indonesia yang mengakses gambar, film ataupun scene-scene porno dari Miyabi dalam kurun waktu satu bulan ini (Detik.com). Lebih parah lagi, sosialisasi gratis ini juga kemudian sampai pada penjualan film porno Miyabi yang menjadi “best seller” dalam penjualan VCD dan DVD porno di sekitar daerah Glodok. Luar biasa. Maka yang terjadi adalah keberhasilan simbolis mereka yang kontra, tetapi kemudian menghilangkan substansi; benar bahwa Miyabi membatalkan kunjungannya ke Indonesia per tanggal 14 Oktober ini, akan tetapi sejatinya Miyabi telah merasuk ke dalam alam pikiran anak-anak muda Indonesia, dari kota, sampai daerah terpencil sekalipun. Dari mereka yang dewasa, sampai yang bahkan baru lepas usia anak-anak.
……………..
Bisa jadi, inilah Demokrasi yang dimaksudkan oleh Anis Matta. Ketika yang “benar” dan yang “salah” menjadi begitu relatif, dan penguasa opini publik lah yang mempunyai kuasa –atau lebih tepatnya otoritas- untuk mengatakan yang “benar” kepada masyarakat. “Inilah demokrasi pasar bebas” Kata Taufik Ismail, pujangga angkatan 66, “Ketika Mike Tyson dan Chris John diadu dalam ring tinju yang sama, tanpa peraturan kelas dan berat badan”. Atau dalam ungkapan Juan Linz (2001) demokrasi kemudian menjelma menjadi “the only game in town” Menurut Linz juga bahwa; “keyakinan akan demokrasi tersebut, bahkan tetap terpelihara dalam situasi politik dan ekonomi yang sangat buruk sekalipun sehinnga mayoritas rakyat tetap meyakini perubahan politik harus tetapp dilakukan berdasarkan paramater-paramater yang terdapat dalam prosedur demokratis”.

Mudah-mudahan tulisan singkat ini mampu merefleksi beberapa hal, diantaranya; Pertama, harus ada aturan main yang jelas dalam demokrasi kita, dalam kebebasan kita. Penulis mengapresiasi terbitnya UU Pornografi sebagai bagian dari guidance demokrasi Indonesia di masa yang akan datang. Hal lainnya adalah –dan ini yang kemudian menjadi perbedaan dengan saudara Firdaus- bahwa substansi kebenaran dari Islam –sesuai dengan keyakinan penulis- juga harus mampu diperjuangkan dalam ranah politik formal, sebagai aturan yang akan menjaga demokrasi tetap pada track-nya. Keyakinan-keyakinan yang berlandaskan pada keyakinan akan ideologi tertentu –hemat penulis- harus diperjuangkan dalam wadah politik formal, karena tekanan-tekanan politik tanpa interaksi dan akses dengan kekuasaan, pada akhirnya hanya akan menjadi gagasan kosong tanpa terapan.

Kedua, kontroversi kedatangan Miyabi, dan penyikapan yang terkesan reaktif dan tanpa “strategi” oleh beberapa ormas Islam, harusnya menjadi otokritik untuk gerakan-gerakan Islam yang mencoba membangun opini publik mengenai kebenaran gagasan mereka. Seringkali yang terjadi adalah kesalahan dalam membaca situasi; bahwa ada kalanya publik membutuhkan justifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an dalam metode dakwah tertentu, namun di sisi lain –dan apalagi di alam demokrasi seperti ini- publik membutuhkan semacam tafsir atau penerjemahan dari Ayat-ayat suci tersebut dalam bahasa substanstif

el-ferda mengatakan...

yang mampu ditangkap dan dicerna dengan baik oleh masyarakat. Bukan sekedar menyampaikan secara literal, akan tetapi mampu menjelaskan gagasannya berdasarkan pada pandangan legal-formal dan ketentuan etis yang berlaku, sehingga opini publik tidak timpang pada justifikasi kebenaran yang hanya memaksakan keyakinan, tanpa penjelasan.

Semoga bisa menjadi awal untuk diskusi-diskusi yang lebih produktif.

“.....Demokrasi bisa tertindas sementara
karena kesalahannya sendiri, tetapi
setelah ia mengalami cobaan yang pahit,
ia akan muncul kembali dengan keinsafannya...”
(Muhammad Hatta dalam Demokrasi Kita)