Akal Budi dalam Situasi yang Dilematis

Oleh: Firdaus Putra A.

Perasaan seperti ini membuat saya tak nyaman. Awalnya Wahyu mengirim pesan, “Mas bisa beliin obat deman dan sakit kepala ga?”. SMS itu pukul sembilan malam. Saat itu saya sedang makan dan perut mulai mual karena maag. Saya balas, “Kalau bisa minta bantuan teman kos dulu”. Namun nafsu makan saya juga tak membaik. Nasi, mie goreng dan telur dadar hanya beberapa sendok saya makan. Sisanya saya berikan pada tanah dan berbagai makhluk renik lainnya.

Perasaan itu menyergap. Saya merasa tidak nyaman telah menolak permintaan (yang cukup genting) pacar saya. Ada semacam tuntutan naluriah untuk mempertanggungjawabkan tindakan itu. Saya kirim SMS ke tiga teman perempuan, “Pertanyaan. Malam-malam jam 9an kamu demam. Kamu butuh obat. Siapa yang akan kamu mintai tolong? 1. Pacar 2. Teman kos. Jawab ya, serius”. Teman A menjawab, “Pacar”. Menyusul kemudian teman B, “Teman kos, karena cowokku jauh dan teman kos paling dekat sama aku saat ini”. Sedang teman C membalas saat saya sudah menentukan pilihan untuk membeli obat, “Teman kos”.

Entah kekonyolan atau bukan, nampaknya saya sedang mencari pembenaran atas tindakan saya. Atau saya ingin tahu sudut pandang perempuan yang mempunyai kekasih bila dalam posisi seperti itu. Apapun itu, malam itu saya telah memenuhi permintaan pacar saya. Hikmahnya, di tengah jalan saya membeli Milo Kotak untuk mengganjal perut yang mual.

Lebih dari itu, sebenarnya situasi semacam ini mungkin kerap kali menghampiri kita.
Sebuah situasi yang menurut saya dilematis. Tidak ada hitam-putih di sana. Dan saat seperti itu, saya membutuhkan bantuan “pemfatwa” lain meyakinkan tindakan saya. Atau bisa jadi, karena saya takut untuk menanggung beban itu sendiri, takut untuk berbuat salah secara mutlak. Dengan meminta saran “pemfatwa” lain, sekurang-kurangnya kesalahan bisa dibagi dengan merata. Bukan hanya saya saja yang salah, melainkan beberapa teman perempuan yang malam itu saya SMS.

Kadang kita menghadapi masalah seperti itu. Masalah yang membuat kita berkonsultasi atau meminta pertimbangan pada orang lain. Seringkali, sebenarnya kita tahu langkah apa yang harus kita ambil. Hanya saja kita ragu untuk memilih langkah itu. Ya, ragu untuk berbuat salah secara mutlak itu. Dengan meminta saran pada yang lain, kesalahan mutlak, pertanggungjawab mutlak dan penghukuman mutlak tak akan pernah menimpa kita.

Inilah uniknya akal-budi manusia. Ia menuntut pertanggungjawaban pada diri kita sendiri. Kadang terasa sulit sekali untuk mengakui hal itu di depan akal-budi. Ia bertindak imperatif, memberikan perintah bak Tuhan yang berfirman. Akal-budi inilah yang menuntun kita menjadi manusia yang lebih mawas.

Beberapa saat sebelum saya minta “fatwa”, katakanlah tindakan saya salah. Namun paska itu, saya merevisi dengan memenuhi permintaan pacar saya. Di sinilah akal-budi melakukan dialog dengan situasi yang dilematis itu. Memang pada akhirnya tidak hitam-putih. Namun apa yang saya lakukan menjadi tidak sepenuhnya putih, apalagi hitam.

Kadang saya berlelah-lelah untuk masalah seperti ini. Ya, saat sebuah tindakan saya anggap konyol dan membuat saya tak nyaman. Seperti halnya saat saya memukul lengan C dalam rangka becanda, namun yang bersangkutan mengaduh tanpa canda. Sampai akhirnya di suatu malam saya berjumpa dengannya di chatroom facebook, saya minta maaf lah untuk canda yang tak kesampaian itu.

Pengalaman sepele itu membuat saya kembali berpikir tentang makna kebebasan manusia dalam bertindak. Sebebas-bebasnya, manusia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan akal-budi. Sekurang-kurangnya, coretan ini merupakan rasionalisasi saya dalam rangka itu. Bahwa saya ingin sebisa mungkin “putih”, meski sebelumnya “hitam”. Dalam proses yang tak henti, ada celah untuk merevisi dan mengembalikan agar semuanya harmoni. Saya menjadi nyaman, pacar saya mendapat obatnya. Dan kalian akan berujar, “Ah, gitu aja kok repot!”[]
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

2 comments :

Dimas mengatakan...

aku suka tulisanmu yg ini.. dua jempol buat kamu... hehehehehehe

Dimas mengatakan...

aku suka tulisanmu yg ini.. dua jempol buat kamu