Oleh: Firdaus Putra A.
IPK saya tidak terlalu kecil, 3,79. Kecerdasan saya juga tidak buruk-buruk amat. Sekurang-kurangnya pada 2006, saya memperoleh penghargaan Mahasiswa Berprestasi I se-FISIP dan III se-UNSOED. Aktivitas saya juga lumayan. Pada awal 2009 saya memperoleh Youngchangemaker Award dari Ashoka Indonesia – Bandung. Lantas, banyak teman bertanya mengapa saya bekerja di koperasi? Tepatnya di Koperasi Kampus UNSOED (Kopkun), bukannya di lembaga yang lain?
Banyak orang menganggap koperasi itu hanya mengelola toko kelontong, simpan-pinjam dan sebagainya. Memang tidak sepenuhnya salah. Namun, hanya memaknai koperasi sebagai itu saja, adalah salah. Citra koperasi semacam itu muncul di zaman Orde Baru. Koperasi adalah unit usaha kecil yang tidak akan pernah besar. Itupun diperparah dengan koperasi yang hanya mengurus kalangan menengah-bawah saja. Citra koperasi semacam ini yang membuat banyak teman saya bertanya, “Kok bisa kamu kerja di sana?”
Koperasi sejatinya asosiasi sukarela individu. Mereka berkumpul dan berserikat dalam rangka memenuhi hajat sosial, ekonomi dan budayanya. Dalam konteks ini, koperasi merupakan gerakan sosial, ekonomi dan budaya. Dalam konteks ekonomi, koperasi merupakan gerakan konter atas kapitalisme.
Sependek saya tahu, koperasi berbeda dengan jenis usaha lainnya. Ada nilai yang diperjuangkan di dalam koperasi. Saat ini, saya bekerja sebagai Manager Organisasi. Yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan pendidikan, pelatihan, penelitian, pengkajian dan sebagainya. Mungkin di beberapa perusahaan ada divisi semacam itu. Entah dalam divisi penelitian dan pengembangan perusahaan atau dalam rangka corporat social resonsibility (CSR).
Berbeda dengan itu, matra keorganisasi koperasi merupakan sesuatu yang tak dapat dipisahkan dengan matra usaha. Keorganisasian koperasi bukanlah CSR dari “perusahaan” atau “toko” koperasi. Keroganisasian koperasi merupakan bagian yang integral dalam konteks pengkajian, pengembangan dan penyebarluasan nilai-nilai koperasi. Dua matra; usaha dan organisasi, inilah yang membuat koperasi sejak awal berdiri senantiasa menyuarakan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan melalui cara yang praktis dan aplikatif.
Perbedaan mendasar koperasi dengan perusahaan (misal, PT, CV, firma, dst.) terletak pada komitmen untuk meredistribusikan kekayaan dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU). Sebagian orang kurang sreg dengan istilah “sisa”. Padahal istilah itu sarat dengan makna. “Sisa” menunjuk pada residu dari suatu proses. Dan SHU merupakan residu dari proses berkumpul dan berserikat itu. SHU tidak pernah ditargetkan. SHU berbeda dengan laba, yang di awal usaha sudah ditargetkan berapa persen atau berapa milyar rupiah. Artinya juga, bilamana tidak ada “sisa” hal tersebut bukan masalah. Karena matra usaha koperasi merupakan imbas dari asosiasi sukarela individu.
Pada masalah kepemilikan, seluruh aset dan berbagai hal dalam koperasi dimiliki bersama-sama oleh anggota. Berbeda misal dengan perusahaan yang sejatinya dimikili oleh beberapa gelintir orang (para pemegang saham). Isu kepemilikan ini kemudian merembet pada isu pengambilan kebijakan. Di dalam koperasi, pengambilan kebijakan tertinggi berada di Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam konteks itu, setiap anggota koperasi mempunyai hak suara yang setara one man one vote. Berbeda dengan itu, pengambilan kebijakan tertinggi di perusahaan berada di tangan Dewan Komisioner yang haknya, one share one vote. Artinya, pemilik saham terbesar adalah yang paling mungkin menentukan arah perusahaan. Pada titik itu, koperasi berjalan di atas rel demokrasi partisipatoris yang melibatkan seluruh anggota dalam merumuskan kebijakan strategis.
Mengingat koperasi merupakan gerakan sosial, ekonomi dan budaya, maka koperasi sejatinya merupakan civil society yang bertujuan mempengaruhi kebijakan negara. Ini juga tertuang dalam visi Kopkun, yakni “Mempengaruhi kebijakan negara dalam ranah sosial, ekonomi dan budaya”. Minusnya gerakan koperasi dalam ranah politik praktis, menjadikan koperasi bisa menampung segala elemen yang berbeda. Isu perbedaan ideologi atau afiliasi politik tidak menjadi masalah. Justru, perbedaan latar belakang anggota akan memperkaya khazanah organisasi itu.
Namun kalau boleh membahasakan, koperasi pada esensinya tetap “berpolitik”. Itu terlihat dari frasa “mempengaruhi kebijakan negara”. Hanya saja, “politik” yang dimainkannya—meminjam istilah Amien Rais—“politik adiluhung” yang tidak hanyut dalam perebutan kue kekuasaan. Atau dukung-mendukung kelompok tertentu. “Politik” yang dimainkan koperasi merupakan usaha kontinyu untuk mendidik masyarakat menjadi masyarakat sipil yang cerdas dan mandiri, yang tahu hak-hak sosial, ekonomi dan budayanya (ekosob).
Dibandingkan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), koperasi lebih independen dibanding mereka. Dalam gerakannya, sebagian besar LSM bergantung pada pendanaan funding asing atau lokal. Sedangkan koperasi, mendasarkan gerakannya pada modal mandiri dari seluruh anggotanya. Modal gerakan itu berwujud Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib. Sehingga kalau boleh membahasakan, dalam isu independensi, koperasi adalah sejati-jatinya masyarakat sipil di Indonesia.
Sebagai gerakan, koperasi mendasarkan diri pada pendidikan kepada anggotanya. Sekurang-kurangnya, anggota diberitahukan tentang kemanfaatan koperasi bagi dirinya dan masyarakat. Koperasi yang benar, adalah yang menjalankan pendidikan secara simultan. Bukan semata mengejar tingginya omset bulanan atau bertambahnya aset usaha.
Dengan melihat jenis kelamin koperasi yang semacam itu, saya kemudian melibatkan diri di Kopkun. Ada nilai yang saya perjuangkan di sana, sehingga bekerja di sana, bukan semata kerja untuk meraih materi (penghasilan). Namun juga untuk merealisasikan sikap voluntarisme dalam rangka mengembangkan dan memperluas volume masyarakat sipil di Indonesia.
Sampai sejauh itu, saya melihat gerakan koperasi merupakan gerakan konkret dalam rangka melawan sistem kapitalisme. Konkretnya, koperasi membangun unit usaha (misal swalayan, unit simpan-pinjam, dan sebagainya) yang secara face to face berhadap-hadapan dengan toko atau unit usaha kapitalis. Ia tak hanya mengkritik, namun ia juga mengelola resource dan akhirnya—meminjam bahasa Suroto—secara langsung menusuk jantung kapitalisme. Begitu teman-teman. []
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 comments :
wah mas, saya baca tulisan njenengan yang ini, dan saya suka. tidak banyak orang seperti njenengan, mau berkeringat untuk suatu hal yang dianggap minor. orang biasa lebih pramatis, IPK tinggi, cari kerja di MNC, dapet gaji banyak, tidur nyenyak...
dan saya yakin Ashoka tidak salah memilih kanda sebagai youthchangemaker...
salute!
Respon Via Facebook. Tulisan ini juga dipublis via note Facebook.
Chandra Iswinarno
aku suka tulisan mu di paragraf awal....wkwkwk
November 25 at 7:04pm • Delete
Fathurie Urie
:-)
November 25 at 8:39pm • Delete
Suroto Ph
coop brarti kandang....co-op brarti toko koperasi...co-operative nah baru koperasi....tapi bisa juga brarti penh kerjasama....koperasi adl frasa yg sulit!
November 25 at 10:13pm • Delete
Sueb Wiranggaleng
sebelum berpartisipasi "menusuk jantung kapitalisme", kerja, dalam bidang apa pun adalah aktualisasi diri (ini berlaku bagi mereka memegang meyakini filsafat pekerjaan Hegel dan Marx). bagi laki-laki yang sudah berkelaurga, kerja berarti upaya membahagiakan anak-isteri; membuat mereka tersenyum di awal/akhir bulan, meski ia tahu itu hanya sementara... See More. pekerjaan memiliki makna yang berlimpah dan berbeda-beda. dan yang jelas, semua makna itu tidak kalah nyata dan berharganya dengan upaya merobohkan sistem ekonomi tertentu.
November 26 at 10:01am • Delete
Firdaus Hakiki Itu Perempuan
Kenapa paragraf awal harus seperti itu?it means that u are...
November 26 at 10:04am • Delete
Syafiq Naqsyabandi
jadi gitu ya mas?
November 26 at 10:16am • Delete
Firdaus Putra
@firdaus hakiki: why? Dlm teknik penulisan ada yg namanya lead utk mengail minat pembc. Nah paragraf awal itu adl lead yg sngj dibuat utk menark pembca. Jd agak sensasional. Begtu firdaus.
November 26 at 11:40am • Delete
Diaz 'ucrit' Kasparov
pertama hanya ingin mengucapkan, bersyukur...
karena prinsip saya adalah work or dead.
sisanya,
hanya ingin bertanya...... See More
apakah dalam masuk koperasi bukan berarti menjual produk-produk kapitalisme juga ?
yang berarti, masih menyuburkan kantung2nya...
karena jujur disini saya masih belum tahu sepenuhnya mengenai proses kerja dari koperasi ini...
tapi untuk masalah equality dan pembelajaran sosial saya sangat sepakat...
ini juga telah dilakukan sedari dulu oleh kalangan bawah tanah atau underground (baca: Punk/Skinhead/Hardcore/Black Metal bahkan sampai kalangan indiepop) dalam ranah budaya dan politik.
hanya yang membedakan, mereka para kalangan bawah tanah memproduksi, mendistribusi, serta mempublikasikan barang2 bikinan mereka sendiri atau disini dikenal dengan istilah D.I.Y (Do It Yourself).
untuk paragraf awal,
jujur saya tidak terlalu peduli...
karena bagi saya handal di akademisi bukan berarti dia handal pula dalam dunia kerja atau bahkan dunia sosial.
stay true aja intinya...
November 26 at 1:07pm • Delete
Firdaus Putra
pertanyannmu tepat sasaran. "apakah dalam masuk koperasi bukan berarti menjual produk-produk kapitalisme juga?" sebelum kita memiliki koperasi produksi, koperasi konsumen--seperti swalayan--hanya mengurangi efek dari kapitalisme.
di beberapa negara besar, dengan koperasi produksi--misal susu, elektronika (modragon co-op), petani di jepang, dan sebagainya, telah betul-betul mampu melepas ketergantungan anggota/ masyarakat pada kapitalisme.
seperti itu crit.
November 26 at 5:21pm • Delete
Syafiq Naqsyabandi
mas lead itu kalo berita, tapi yang digunakan untuk menarik pembaca artikel itu namanya intro, setidaknya itu yang saya tahu dari buku praktis menulis tajuk rencana dan artikel
November 26 at 10:57pm • Delete
Diaz 'ucrit' Kasparov
*jangan lupa bagi makalah seminar yang kemarin ya Dos...
soalnya pengen menganalisa tentang koperasi di Indonesia dengan pergerakan kolektif anarkisme di Spanyol.
November 26 at 11:04pm • Delete
Iko Banget
saya yakin bahwa Firdaus tidak sedang berapologi dalam tulisannya, bahwa "bekerja di koperasi" adalah pelarian dari bahwa sampai sekarang "belum ada pekerjaan lain yang lebih baik", saya yakin bukan begitu.
yang saya yakini firdaus telah mantap untuk masuk dalam dunia yang -menurut saya- jauh berbeda dari apa yang digeluti sebelumnya. but, thats ok.. justru disini seseorang bisa menjadi begitu spesialis..
ada beberapa hal dos yang mungkin bisa kita diskusikan mengenai kiprah kamu di koperasi, kapasitasku disini hanya memberikan semacam "second opinion"aja, tapi mudah2n bermanfaat; ... See More
pertama; adalah tentang sistem manajemen koperasi. justru denga ketidaktahuan saya, pertanyaannya adalah se-demokratis apa sistem di dalamnya?? ketika proses di dalam perusahaan dengan sistem one man one share, dalam beberpa hal, menurut saya itu bisa jadi demokratis juga, karena memang kepemilikan juga mempunyai konsekensi.
tapi okelah, katakan koperasi memiliki sistem yang lebih demokratis, adakah celah pengambilan keputusan yyang terpusat pada satu orang disana? atau apakah kemudian demokratis dalam hal pengambilan kebijakan terkadang menjadi begitu inefektif dan inefisien dalam pengambilan kebijakan.
kedua; bagaimanapun, paling tidak dalam pandangan awam saya, sistem ekonomi baik lokal, maupun dalam skala nasional, pada sisi mana koperasi mampu menadi "titik imbang" antara persaingan madzhab pro intervensi pemeritah dan kebebasan swasta. dalam bidang ekonomi (yang satu menghilangkan peran pemeritah, yang satu pemerintah sebagai "guide". dari apa yang kamu tulis saya belum bisa mendapatkan gambaran.
Alhmdlh, saya dengan kesempatan dari dikti dan lemhannas pada tanggal 20-30 okt berkesempatan mengikuti studi banding ke china beijing dgnbeberapa pemuda dan mahasiswa lain, dan ada beberapa hal yang bisa saya dapatkan. pertanyaan-pertanyaan itu juga saya ajukan dalam pertemuan dengan kementerian pendidikan china, terutama ketika pemerintah china mewajibkan setiap universitas mempunyai -katakanlah- market dengan brand universitas mereka masing-masing, diimbangi dengan memasukkan mata kuliah kewirausahaan dan kemandirian.....
sebagai bagian dari program kemandirian yang mereka gagas selama hampir 30 tahun. buktinya, China menjadi kekuatan ekonomi bvaru saat ini...
mudah-mudahan menjadi diskursus ya dos..
best regards..
Fri at 10:35am • Delete
Posting Komentar