Oleh: Firdaus Putra A.
Secara kultural sulit bagi mahasiswi (perempuan) menyetarai aktivitas/ pengalaman mahasiswa (laki-laki). Lihat saja, pada pukul sembilan malam, mereka sudah harus kembali ke kos/ pondokan/ asrama. Melebihi jam itu, pintu terkunci dan bersiaplah menanggung resiko.
Tanggal 23 November yang lalu, saya menyelenggarakan diskusi hingga larut malam. Pukul 23.30 diskusi tentang “Koperasi dan Modal Sosial” itu selesai. Akhirnya, Wahyu, tidak memperoleh pintu masuk. Dia hubungi beberapa teman, hasilnya nihil. Dengan baik Kang Suroto mempersilahkan Wahyu tidur di tempatnya, Perumahan Teluk, bersama adiknya Lastri. Untuk sampai ke sana, Wahyu memesan satu taksi di depan Unsoed. Itulah sepenggal cerita jam malam bagi mahasiswi yang menurut saya menghambat mereka.
Bandingkan dengan saya (laki-laki) yang pulang jam berapapun adalah sah. Entah untuk diskusi, ngobrol ngalor-ngidul, internetan di hotspot kampus, mengikuti pembekalan tertentu, dan seterusnya. Tidak ada hambatan di sana. Laki-laki bebas menentukan kapan ia pergi, dan kapan ia pulang. Sedang perempuan, lagi-lagi aturan selalu ketat padanya.
Begitu ketatnya aturan bagi perempuan seakan memberitahukan bahwa perempuan adalah jenis kelamin yang rapuh-rentan dan untuk itu, harus dijaga dengan seabrek norma. Dibuatlah sangkar emas baginya. Alih-alih hidup dalam “keemasan” aktivitas/ pengalaman perempuan menjadi kian kerdil.
Sedikit dari mahasiswi yang dapat mengikuti penggodokan rencana aksi di esok hari. Bagaimana merumuskan isu taktis, isu strategis, perangkat aksi, korlap, humas, dan sebagainya. Rencana aksi, apapun isunya, seringkali minus mahasiswi. Atau di lain momen, berapa persen peserta Musang UKM/ HMJ, Musma BEM yang secara intensif mahasiswi menghadirinya? Mungkin kurang dari 5%, bukan?
Sedikit mahasiswi yang dapat keluar dari zona-hambatan-kultural itu. Bukan masalah ia mau atau tidak, namun kondisi obyektif, berupa nilai-norma masyarakat membuat mereka sulit berkutik. Hanya di momen-momen insidental lah mereka bisa bebas: tahun baru, menjenguk teman kecelakaan, opname di rumah sakit, atau perayaan tertentu. Selebihnya, mereka kembali terjebak di sangkar emas itu.
Saya sulit menemukan alasan rasional mengapa jam malam begitu ketat bagi mahasiswi? Apakah persoalan sopan-santun yang mengkerdilkan? Atau soal kemalasan induk semang membuka pintu? Atau ihwal stigma “perempuan nakal” bagi yang kelayapan malam hari? Alasan-alasan semacam itu sungguh aneh untuk diterapkan di lingkungan kampus.
Ya, aneh! Sekurang-kurangnya di sinilah ihwal perjuangan kesetaraan gender dimulai. Kampus beserta lingkungannya merupakan “laboratorium” terdekat yang bisa kita amati-eksperimenkan-praktekan. Kampus ini, Unsoed, mempunyai Pusat Studi Gender yang senantiasa menyuarakan hal itu. Kampus ini juga yang begitu rupa melarang diskriminasi berdasar jenis kelamin.
Saya cukup senang ketika melihat lingkungan Fakultas Ekonomi Unsoed terbuka 24 jam dan menemukan ada beberapa mahasisiwi yang melek hingga larut untuk mengakses hotspot. Dan pernah saya bilang dalam hati, “Seandainya mahasiswi dilarang mengakses hotspot hingga dini hari seperti halnya mahasiwa, maka diskriminasi sedang terjadi. Maka, harus dilawan!”. Untunglah realitas memberi angin segar.
Namun, ini hanya sepenggal praktek dari kampus. Masalahnya, mahasiswi dalam tempo yang sama adalah anak kos yang mereka akan pulang di jam tertentu. Beruntunglah jika jam malam tak berlaku. Namun bagi kos yang berjam malam, mahasiswi-mahasiswi itu akan meringkuk di kampus berharap mentari secepat mungkin menjemput.
Jujur, saya ingin sekali melihat otoritas di Unsoed memberikan pencerahan pada lingkungan (kos). Bahwa perempuan pergi larut malam tak harus sama dengan perempuan nakal. Apalagi jalang. Harus ada pandangan yang adil bagi laki-laki juga perempuan. Bahwa perginya laki-laki untuk apapun itu, seharusnya, sama dengan perginya perempuan untuk apapun itu.
Memang, tidak mudah meyakinkan masyarakat soal itu. Tapi perlu kiranya kita menggulirkan tatanan kebudayaan baru, dimana waktu yang semakin mampat, ruang yang semakin merapat, membuat aturan jam malam menjadi aneh di abad ini. Atau sekurang-kurangnya, tak lagi pas untuk masa kini. []
Note: Tulisan ini tidak berpretensi membenarkan kunjungan laki-laki/ perempuan ke lawan jenis melampaui jam 10 malam. Apa yang diketengahkan adalah aktivitas perempuan di ruang publik, terutama saat malam hari.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 comments :
Tulisan ini juga dipublish via note facebook. Demikian responnya.
'Istie' LupHvani Bey
setuju..
tar klo aku pulang kerja jam 3 pagi dikira abis ngapain ge,,,,
coba pak RT di lingkngn kos ku mas daus ea...
hehehe
10 hours ago • Delete
Innes Yulia Rahayu
waah. pengalaman banget nih.. bedanya, saya masih punya tempat buat numpang menghabiskan malam. tapi kalo ga ada, ya terpaksa saya ga ikut kegiatan yang mengharuskan saya pulang melewati jam malam..
tapi masih ada kok, tempat kost yang 'membolehkan' mahasiswinya pulang lebih larut. Tapi ya tetep ajaa, ga enak sm lingkungan.
[aduh maap jadi curhaaaaat :D]
10 hours ago • Delete
Yunika Fitriana
masih ada stasiun yg buka 24jam, free hotspot pula. setidaknya jd alternatif t4 numpang kl gak dapet pintu kmn2. dan gak khwtr bakal distempel cewe' nakal... :p
10 hours ago • Delete
Wicak Barakuda
masih da warnet buat kos ke 2 setelah jam malam...apalagi yang kepagian bis dug-em
10 hours ago • Delete
Harumi Manis
kebetulan aku ga mengalami yg namanya jam malam, bener kata om firdos susah memang untuk meyakinkan masyarakat paling yang bisa dilakukan perempuan2 yaitu menyiasati jam malam (aturan) dan agenda-agenda diskusi lebih awal jangan terlalu larut malam biar perempuan bisa ikut mengakses informasi.
10 hours ago • Delete
Reez Rasheed
@ wicak : caaakk,,liat donk notes di bawah tulisn mas firdaus,,bukan untuk mengkampanyekan kunjungan lawan mahasiswa/i ke lawan jeniiiss,,dan itu juga berlaku untuk hal-hal negatif laeeen,,,so pliz,,jangan kotori maksud baek mas firdaus ddooonnkkkkk,,-.-""
@ mas firdaus : mas,,kita (perempuan) bukan hanya hidup di sangkar emas kecil berupa rumah kos-kosan ukuran sekian kali sekian meter,,but more than that,,kita, perempuan,hidup terbelenggu di sangkar emas yang luuuaaarrrr biasa besar bernama "nilai & norma masyarakat"
tapakkan kaki dimanapun wahai perempuan!! maka kau tidak akan pernah menemukan kedudukan yang sama persis dengan laki-laki.
... See More
bahkan orang amerika aja lebih milih obama yg kulit hitam, dari pada hilarry. apapun,yang penting laki2.
jadi persoalannya bukan hanya karena sebatas jam kosan yang ketat, tapi kalo kita mau tarik lebih jauh lagi,,ini udah jadi masalah norma, nilai, dan stigma.
dan 5-10 taun juga gw rasa belum cukup untuk merubah stigma yg udah ada ribuan taun lamanya.
just take this consequences girl,,and ekspress ur creativity in another way..
menurut gue,jam malem emang sedikit menghambat kemajuan perempuan yaaa,,tapi lagi2,,pasti banyak bgt alesan untuk mengkonter keinginan kita untuk lebih membebaskan jam malam dengan alasan keperluan edukatif.
well..tapi gw rasa, boleh juga tu ide lw mas bwt mengusahakan, paling tidak peraturan itu jangan diberlakukan untuk kosan yang wilayahnya di sekitar kampus ( kenapa ga dibikin komplek khusus perumahan dan kos2-kosan mahasiswa aja di sekitar kampus,,biar ga perlu di curigain klo pulang pagi abis rapat, dll, dan lebih mudah pengontrolan terhadap mahasiswa yang pulang pagi ;p)
keep rockin' giiiirrrrrllllss!!!!!!
9 hours ago • Delete
Wicak Barakuda
reez@ jangan menelan mentah mentah komentku....
perlu dicerna lagi....maaf kalo ga bisa pada mencerna...
hehehehee....
bukannya begitu kang dauz...
9 hours ago • Delete
Reez Rasheed
najis lo,,sok pinter,,cuuuiiihhhhh -.-
bilang aja lo yg ga ngerti tulisanya mas firdaus,,weeeeeekkk ;p
9 hours ago • Delete
Wahyu Hermawan
ikut nimbrung akh.﹑Perempuan, identik dgn 'keindahan' n 'kehormatan' jd sdh spantasnya dijaga dan diberikan arti yg lebih. Tinggal bgaimna penyikpn lbh lnjut ats adnya 'keistimewaan' itu, jgn jd perhatian keterkungkungn tpi jdkn tntngn bgmn prmpuan hrs jujur mmpu mmbwa diri untk slalu mnjga 'keindhn' n 'kehormtnnya'.
3 hours ago • Delete
Andina Mardiana
kapan2 kt share gender...
about an hour ago • Delete
sangat setuja kang....
yang penting alasannya jelaz gituh... walaoupun Q laki-laki tp kan biar perempuan indo bisa berkembang gx monoton spt skarang ini...
Posting Komentar