Oleh: Firdaus Putra
Fitrah manusia yang satu ini jarang disinggung. Manusia sebagai Homo Ludens atau manusia yang bermain. Bermain adalah keluar dari kehidupan biasa. Dan bermain itu, keluar dari kategori benar/ salah. Artinya, setua apapun usia adalah pantas untuk bermain. Bermain merupakan satu dari sekian banyak kebutuhan kita di dunia fana ini.
Jangan dilupakan, sekaliber Einstein pun senantiasa menyisihkan waktu untuk bermain. Untuk menjaga akal sehat. Dan tentu saja, merawat kualitas kehidupan.
Bermain membuat manusia kembali segar, seperti suntikan adrenalin pada tubuh. Bermain menyuplai vitamin-vitamin yang tak ditemukan di berbagai zat. Bermain adalah sepenting bekerja. Bekerja membuat otot menegang untuk menyusun kehidupan. Bermain, merelaksasikan otot-otot itu agar tetap hidup.
Selain itu, bermain erat kaitannya dengan laku kreatif. Permainan selalu mengakar pada kreativitas manusia. Dalam laku kreatif ada proses imajinasi. Imajinasi dapat mengadakan apa-apa yang tak pernah ada. Permainan merembeskan imajinasi ke dalam kenyataan.
Saat kecil, orang tua senantiasa mendorong untuk bermain. Saat bermain, berbagai kecerdasan terlatih. Kecerdasan kinestetik/ fisik, berbahasa, bersosialisasi dan seterusnya. Bahkan Lucian Blaga (1895-1961), seorang filosof bilang “Permainan adalah kebijaksanaan dan cinta bagi si kecil”.
Hari ini, di saat kita mulai menua nampaknya kita perlu sesekali waktu bermain di sela-sela rutinitas hidup. Agar hidup kembali mempesona dan menggairahkan.
Huizinga, filosof Belanda dalam risetnya malah mengatakan, “Play is older than culture”. Permainan itu lebih tua dari kebudayaan. []
Dimuat dalam Buletin Bulanan Kopkun Corner Edisi 2, Juni 2011, kolom End Note.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments :
Posting Komentar