Imaginarium

Oleh: Firdaus Putra

Masuk ke imaginarium seperti labirin berliku. Terlihat jelas pintu masuk, bingung cari pintu keluar. Berputar-putar di dalamnya. Bukan kosong, tapi penuh dengan imaji. Bukan bingung cari pintu keluar, tapi magnet imaji begitu kuat.

Imaginarium menolak akal sehat. Ia hanya butuh hasrat primitif manusia: kenyamanan. Di sana, manusia merasa nyaman. Imaji-imaji begitu hidup seperti kehidupan. Bukan imaji pasif, ia aktif membangun logika adanya. Imaji itu menjadi hidup dan menelan bulat-bulat kesadaran.

Imaginarium adalah tentang ruang harapan. Harapan yang mustahil atau sulit tergapai di kenyataan. Ia ruang pelarian. Lari dari fakta tentang keterbatasan diri. Atau kondisi yang membatasi. Di imaginarium, semuanya fleksibel. Menarik-mundur keinginan. Ia begitu interaktif hingga tak membuat jemu.

Imaginarium memberikan kembang gula nan manis. Adapun kepahitan, tetaplah manis dalam imaji. Apapun diterima dengan pengiyaan. Akan sehat, sekali lagi, lumpuh. Imaji menguasai, mengendalikan dan mengarahkan. Kenyataan pada akhirnya diarahkan oleh imaji.

Semua hal nampak masuk akal. Semua hal nampak mungkin. Imaginarium memungkinkan apa-apa yang tak mungkin di kenyataan. Imaji, membuat segala sesuatunya menjadi mungkin. Seperti berpindah dari satu ke kota lain dengan teleportation.

Hidup dalam imaginarium adalah kehidupan surga. Semua serba bisa, boleh dan sah. Tapi dalam kenyataan, sesuatu terlalu rumit untuk menjadi nyata. Kenyataan adalah kondisi-kondisi obyektif yang tak semuanya dapat diselesaikan. Yang tak tergapai, tertunda bahkan gagal.

Imaginarium laksana opium. Ruang yang bekerja atas logika ekstase. Ekstase akan kesuksesan, kekayaan, kebahagiaan dan seterusnya. Imaginarium bak lubang hitam kenyataan. Ia semakin membesar dan kenyataan semakin mengekerut.

Dalam imaginarium kita hidup seperti ikan akuarium. Semuanya tersedia, semuanya nampa indah. Tapi sampai titik kesadaran imaginarium adalah akuarium yang terbatas. Bahwa apa-apa yang ada di dalamnya adalah konstruksi aktif manusia. Itulah akar kehidupannya yang mau tak mau akan berbenturan dengan fakta: usia, waktu, kebutuhan hidup, karir dan seterusnya.

Kadang kenyataan tak terlalu mempesona untuk dihidupi. Mungkin perlu sesekali mencuri kembang gula dari imaginarium. Kemudian kembali ke kenyataan: berjibaku dengan ketakpastian. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :