Semua orang ingin menikmati perayaan pergantian tahun. Tempat-tempat jadi sesak-ramai. Alhasil, ada beberapa titik macet tak terurai. Mundur tak bisa, maju juga tidak. Diam sejenak menunggu yang di depannya.
Masing-masing diri ingin menikmati, mencari kepuasan atas perayaan. Tanpa koordinasi pun komunikasi, tiap diri punya pikiran itu. Memang betul, ini bukan soal pikiran, tapi soal hasrat.
Pada prinsipnya tiap diri punya hak untuk meraih kesenangan apapun. Perayaan tahun baru, contohnya. Atau mengendarai motor-mobil di jalanan. Atau memperoleh jatah lebih dulu dalam antrian. Itu hak dasar soal kebebasan manusia untuk bertindak.
Klimaksnya, saat semua hasrat diri itu bertemu, macet! Kacau! Itulah tragedi individualisme. Sampai batasnya daya dukung ruang-waktu sosial kita tak muat mewadahi semuanya. Akhirnya, dead lock.
Dead lock, sistem terkunci. Semua berhenti dan tentu saja menjadi tak nyaman. Keinginan untuk mencapai kepuasan justru berada di titik balik, lahirlah ketidakpuasan, ketidaknyamanan dan kerugian.
Logika ini muncul tak hanya di perayaan tahun baru saja. Tapi juga muncul di ruang ekonomi. Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi 2001, bilang adalah aneh bila para pengusaha minta agar pasar dibebaskan. Persaingan bebas akan buat konsumen senang karena harga makin murah, kata mereka. Klimaksnya, saat daya dukung tak lagi muat, keseimbangan pasar justru hancur. Akhirnya, bukan untung, tapi buntung. Lantas bagaimana? Ada dua kemungkinan, pertama mengajari individu untuk mengelola egonya. Agar ruang-waktu sosial muat untuk semuanya. Cara ini bisa melalui pendidikan, dalam segala bentuknya. Intinya, memberi tahu banyak orang!
Cara kedua diselesaikan oleh supra-individu; Negara lah yang melampaui dan di atas individu. Dengan regulasi tertentu, negara bisa mengatur semuanya!
Selamat tahun baru dan jangan buat macet, ya?
Telah dimuat di Buletin Kopkun Corner Edisi 7 [klik di sini]
1 comments :
Trip Maker Indonesia
Posting Komentar