Oleh: Firdaus Putra
Melaui resolusi Nomor A/Res/64/136, PBB menetapkan tahun 2012 ini sebagai Tahun Koperasi Internasional. Resolusi itu merupakan pengakuan terhadap gerakan koperasi di dunia. Tak kecuali di Indonesia, yang dulu punya kooperator sejati, Bung Hatta. Bagi gerakan koperasi, tahun ini merupakan momen untuk kembali menyegarkan visi: mulya sesarengan atau mulia-sejahtera bersama. Pertanyaannya, bagaimana cara koperasi mencapainya?
Kredit sudah membudaya di masyarakat. Namun boleh jadi orang lupa makna kredit yang berasal dari Bahasa Latin, credere yang berarti saling percaya. Ada teladan bagus, di Purwokerto credere itu dirawat baik oleh Credit Union (CU) Cikal Mas. Berbeda dari bank, nasabah CU harus jadi anggota. Mereka peroleh pendidikan dasar perkoperasian. Melalui pendidikan itulah credere ditanamkan.
Sebelum meminjam, CU melatih anggotanya untuk menabung. Hukumnya, siapa yang menanam dialah yang memanen. Itu saja belum cukup. Anggota akan dilatih pinjam-angsur. Proses ini untuk memupuk kedisiplinan bahwa sebelum meminjam yang bersangkutan harus paham konsekuensi dari pinjaman. Dengan cara ini, kredit macet (non performing loan) sangat kecil. Imbasnya per 31 Desember 2011 CU mencatat SHU Rp 76 juta, dan asetnya Rp 11 miliar.
Dengan cara simpan-pinjam ini, kebutuhan finansial anggota tercukupi. Belum lagi ditambah bonus pada
akhir tahun dalam wujud simpanan hasil usaha (SHU). Dan yang lebih menarik, visi koperasi itu tak berhenti di situ saja. Rencana strategis ke depan, lembaga itu akan membangun CU Mart, yang merupakan koperasi konsumen. Targetnya sebagai penyalur produk anggotanya. Selain itu sebagai tempat belanja kebutuhan harian anggota.
Saat ini anggota CU mencapai 2.300-an orang. Akhir 2012 ditargetkan 7.000. Ada buruh, karyawan, guru, petani bahkan juga anak sekolahan. Semuanya bisa jadi anggota. Rencana strategis berikutnya adalah membangun koperasi produksi. Mimpinya tidak muluk-muluk, minimalnya bisa memberdayakan para perajin keripik, kue, lanting dan sebagainya. Selain sebagai pusat produksi, koperasi berperan sebagai kendali mutu.
Berbasis Anggota
Di atas kertas, impian itu kemungkinan bisa terwujud tahun 2020. Memang butuh waktu lama untuk menyatukan pengembangan tiga model koperasi: kredit, konsumen, dan produsen. Memang begitulah membangun masyarakat, butuh waktu lama agar semua prasyaratnya terpenuhi. Mulai dari kesiapan anggota, loyalitas anggota, SDM ahli, dan tentu saja modal untuk memulainya.
Sebagai koperasi yang menganut nilai dan prinsip, CU menghendaki semuanya berasal dari anggota. Mereka ingin kembalikan makna koperasi sebagai kumpulan orang (people based association). Yang pertama dan utama adalah anggota loyal berkumpul dan menyatukan visi. Yang kedua anggota secara disiplin mengalokasikan uangnya sebagai modal.
Inilah langgam pemberdayaan masyarakat masa kini. Swadaya masyarakat (anggota) adalah energinya, bukan mengandalkan bantuan pemerintah.
Pada 2009, Richard Peet, seorang ilmuwan sosial dalam bukunya menulis, ’’... means of production have to be collectively owned, directly as cooperative...”. Menurutnya, dalam membangun ekonomi yang demokratis, tempat usaha/ produksi harus dimiliki bersama-sama oleh masyarakat. Salah satu caranya, menurut Peet, adalah melalui koperasi.
Bermula pada Tahun Koperasi Internasional inilah visi mulya sesarengan itu temukan momentum. Tak sekadar menyoal besarnya SHU pada akhir tahun, aset, atau omzet usaha, visi pembangunan ekonomi ala
koperasi harus meluas dan konkret.
Tampaknya bukan saatnya lagi kita menjadi penonton. Sebaliknya, kita ambil bagian ikhtiar panjang itu. Konkretnya, paling tidak dengan cara mendaftar jadi anggota koperasi.[]
Dimuat di Suara Merdeka, 12 Maret 2012, Wacana Lokal atau klik di sini
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments :
Posting Komentar