Laos, Mekong yang Kering (Bagian 2 dari 3)


 Oleh: Firdaus Putra
Melalui jalur darat bersembilan kami jalan-jalan ke Laos. Awalnya kami rencanakan berangkat dengan bus pagi pukul 07.00. Saya, Soim dan Mas Rahab sudah berkemas dan siap landas. Sayangnya, teman-teman cewek belum siap. Akhirnya kami ketinggalan bus. Untungnya ada bus siang hari. Menariknya, saat itu sedang ada perayaan tertentu, jalan raya padat dan macet. Taksi kami tak bisa gerak. Seperti di film-film, kami turun dari taksi dan jalan kaki menuju terminal bus. Dengan jalan cepat akhirnya sampai dan syukurlah, bus belum pergi.

Bus yang kami tumpangi rada jorok. Kurang menarik untuk dikatakan sebagai bus antar kota antar negara. Pukul sembilan malam kami sampai di Vientien dengan sebelumnya check in di keimigrasian. Kalau tak salah ingat kami keluarkan 30 ribu kip untuk sebagai biaya administrasi over time. Tidak ketat dan biasa saja.
Sesampai terminal bus Vientien, langsung cari hotel. Syukur lah dapat hotel kelas melati dengan biaya terjangkau. Kami mandi dan kemudian cari makan malam. Dengan naik angkot seperti tuk-tuk (tapi lebih panjang), kami ke kawasan sungai Mekong. Di sana pusat kuliner, hiburan dan karenanya wisatawan berkumpul di sana.


Saya, Vita, Soim dan Mas Rahab makan ikan bakar dan sop yang dimasak langsung di atas tungku tanah liat. Itu kreativitas Vita yang memilih makanan “aneh-aneh”. Kata mereka bertiga rasanya seger. Cuma karena terlalu lekat vetsin, saya lebih suka menyantap ikannya. Iseng-iseng kami bertiga cicipi Beer Lao. Rasanya cukup enak dibanding bir Bintang. Hehehe.

Teman-teman cewek lainnya, memilih makan kebab yang bertuliskan “halal food”. Sebenarnya makanan kami halal, hanya saja tak terlalu “halal” karena bisa saja dibakar di atas pembakaran yang digunakan juga untuk babi. Tapi semoga saja halal. Malam itu kami makan sepuasnya sampai habis 300 ribuan kip.
Sehabis itu kami nikmati area sungai Mekong. Foto sana, foto sini. Lalu saya paksa teman-teman ke patung besar di area itu. Jauh juga. Awalnya mereka bertiga tidak mau. Saya tidak gubris dan tetap jalan kaki dan akhirnya mereka ikut. Sampai juga dan buat nafas ngos-ngosan. 

Sepuasnya foto di patung itu, kami jalan-jalan di komplek perkantoran pemerintah. Ada kantor kementerian, PLN dan juga istana presiden. Yang menarik, kantor-kantor itu sama sekali tak dijaga satpam. Ini berbeda dengan Indonesia tentunya. Bahkan istana presiden di sana pun tak ada petugas keamananya.
Puas jeprat-jepret kami kembali ke hotel. Untung ada tuk-tuk lewat. Di atasnya ada dua turis dari Australia dan Inggris, mereka sapa dan kami sapa balik. Sampailah di hotel. 

Pagi hari kami langsung jalan-jalan. Belum sempat sarapan, syukur ada penjual ubi dan pisang bakar. Ya, seperti di Indonesia saja kami pikir. Kemudian kami cari tempat jualan asesoris. Apalagi kalau bukan gantungan kunci dan piring besi. Itulah sovenir sejuta umat yang murah meriah. Perbijinya kurang-lebih 10 ribu rupiah. 

Sehabis itu kami susuri jalan dan masuki museum pagoda. Jeprat sana, jepret sini. Ada satu pagoda yang masih tetap digunakan. Karenanya kami tak boleh ambil gambar di dalamnya. Dan memang menarik sekali. Di dinding pagoda itu, ada ribuan patung budha kecil-kecil sampai dekat ke atap gedung. Sayang tak boleh ambil gambar. Hanya bisa menikmatinya dengan mata dan menyimpannya dalam memori.

Selepas itu saya dan Mas Rahab ke terminal cek bagaimana caranya ke Vietnam. Kami peroleh informasi untuk ke terminal bus selatan. Langsung kami ke sana cek jadwal keberangkatan. Jam satu siang kami berdua berpisah dengan yang lain. Saya dan Mas Rahab lanjutkan perjalanan ke Vietnam, sedang teman-teman yang lain kembali ke Thailan, Khonkaen untuk pergi ke Bangkok.

Di jadwal bus itu berangkat jam tujuh malam. Saya dan Mas Rahab habiskan waktu jalan-jalan di area sungai Mekong. Namun tak senyaman malam hari. Cuaca siang itu begitu panas dan buat tak nyaman. Jeprat-jepret sedikit dan kami cari kafe untuk sekedar minum. Kami pesan jus mangga. 

Ada seorang gadis lewat hendak masuk, saya yakin Indonesia. Benarlah. Senang rasanya ketemu orang Indonesia di negeri orang. Sayangnya kami tak banyak cakap karena dia bersama keluarga selesai makan dari restoran India itu. Petang itu kami menuju ke terminal bus selatan pakai tuk-tuk. 

Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :