Oleh: Firdaus Putra
Melalui jalur darat bersembilan kami jalan-jalan ke Laos. Awalnya kami
rencanakan berangkat dengan bus pagi pukul 07.00. Saya, Soim dan Mas Rahab
sudah berkemas dan siap landas. Sayangnya, teman-teman cewek belum siap.
Akhirnya kami ketinggalan bus. Untungnya ada bus siang hari. Menariknya, saat
itu sedang ada perayaan tertentu, jalan raya padat dan macet. Taksi kami tak
bisa gerak. Seperti di film-film, kami turun dari taksi dan jalan kaki menuju
terminal bus. Dengan jalan cepat akhirnya sampai dan syukurlah, bus belum
pergi.
Bus yang kami tumpangi rada jorok. Kurang menarik untuk
dikatakan sebagai bus antar kota antar negara. Pukul sembilan malam kami sampai
di Vientien dengan sebelumnya check in
di keimigrasian. Kalau tak salah ingat kami keluarkan 30 ribu kip untuk sebagai
biaya administrasi over time. Tidak
ketat dan biasa saja.
Sesampai terminal bus Vientien, langsung cari hotel. Syukur
lah dapat hotel kelas melati dengan biaya terjangkau. Kami mandi dan kemudian
cari makan malam. Dengan naik angkot seperti tuk-tuk (tapi lebih panjang), kami
ke kawasan sungai Mekong. Di sana pusat kuliner, hiburan dan karenanya wisatawan
berkumpul di sana.
Saya, Vita, Soim dan Mas Rahab makan ikan bakar dan sop yang
dimasak langsung di atas tungku tanah liat. Itu kreativitas Vita yang memilih
makanan “aneh-aneh”. Kata mereka bertiga rasanya seger. Cuma karena terlalu
lekat vetsin, saya lebih suka menyantap ikannya. Iseng-iseng kami bertiga
cicipi Beer Lao. Rasanya cukup enak dibanding bir Bintang. Hehehe.
Teman-teman cewek lainnya, memilih makan kebab yang
bertuliskan “halal food”. Sebenarnya makanan kami halal, hanya saja tak terlalu
“halal” karena bisa saja dibakar di atas pembakaran yang digunakan juga untuk
babi. Tapi semoga saja halal. Malam itu kami makan sepuasnya sampai habis 300
ribuan kip.
Sehabis itu kami nikmati area sungai Mekong. Foto sana, foto
sini. Lalu saya paksa teman-teman ke patung besar di area itu. Jauh juga.
Awalnya mereka bertiga tidak mau. Saya tidak gubris dan tetap jalan kaki dan
akhirnya mereka ikut. Sampai juga dan buat nafas ngos-ngosan.
Sepuasnya foto di patung itu, kami jalan-jalan di komplek
perkantoran pemerintah. Ada kantor kementerian, PLN dan juga istana presiden.
Yang menarik, kantor-kantor itu sama sekali tak dijaga satpam. Ini berbeda
dengan Indonesia tentunya. Bahkan istana presiden di sana pun tak ada petugas
keamananya.
Puas jeprat-jepret kami kembali ke hotel. Untung ada tuk-tuk
lewat. Di atasnya ada dua turis dari Australia dan Inggris, mereka sapa dan
kami sapa balik. Sampailah di hotel.
Pagi hari kami langsung jalan-jalan. Belum sempat sarapan,
syukur ada penjual ubi dan pisang bakar. Ya, seperti di Indonesia saja kami
pikir. Kemudian kami cari tempat jualan asesoris. Apalagi kalau bukan gantungan
kunci dan piring besi. Itulah sovenir sejuta umat yang murah meriah. Perbijinya
kurang-lebih 10 ribu rupiah.
Sehabis itu kami susuri jalan dan masuki museum pagoda.
Jeprat sana, jepret sini. Ada satu pagoda yang masih tetap digunakan. Karenanya
kami tak boleh ambil gambar di dalamnya. Dan memang menarik sekali. Di dinding
pagoda itu, ada ribuan patung budha kecil-kecil sampai dekat ke atap gedung. Sayang
tak boleh ambil gambar. Hanya bisa menikmatinya dengan mata dan menyimpannya
dalam memori.
Selepas itu saya dan Mas Rahab ke terminal cek bagaimana
caranya ke Vietnam. Kami peroleh informasi untuk ke terminal bus selatan.
Langsung kami ke sana cek jadwal keberangkatan. Jam satu siang kami berdua
berpisah dengan yang lain. Saya dan Mas Rahab lanjutkan perjalanan ke Vietnam,
sedang teman-teman yang lain kembali ke Thailan, Khonkaen untuk pergi ke
Bangkok.
Di jadwal bus itu berangkat jam tujuh malam. Saya dan Mas
Rahab habiskan waktu jalan-jalan di area sungai Mekong. Namun tak senyaman
malam hari. Cuaca siang itu begitu panas dan buat tak nyaman. Jeprat-jepret
sedikit dan kami cari kafe untuk sekedar minum. Kami pesan jus mangga.
Ada seorang gadis lewat hendak masuk, saya yakin Indonesia.
Benarlah. Senang rasanya ketemu orang Indonesia di negeri orang. Sayangnya kami
tak banyak cakap karena dia bersama keluarga selesai makan dari restoran India
itu. Petang itu kami menuju ke terminal bus selatan pakai tuk-tuk.
Lanjutkan ke "Vietnam, Kota yang Lusuh"
0 comments :
Posting Komentar