Oleh: Firdaus Putra
Kami mendarat di Thailand jam 10 pagi hari. Tak banyak selisih waktu dengan
Indonesia. Serombongan kami ada Soim, Mas Rahab, Vita, Fani, Yuyun dan Dyah.
Apa yang kami lakukan pertama kali di bandara yang besar itu adalah mencari simcard
untuk ponsel. Syukurlah ada paket BB senilai 250 bath atau 70 ribu untuk 7
hari. Saya ambil paket itu.
Lalu kami makan siang di salah satu restoran di bandara Bangkok. Dan lanjutkan perjalanan ke terminal bus untuk menuju ke Khonkaen. Tak banyak kendala selain bahasa. Bukan kami yang tak bisa berbahasa, melainkan driver taksi dan beberapa pelayan itu yang tak bisa bahasa Inggris.
Jam empat kami lanjutkan perjalanan pakai bus. Nakon Chair Air, namanya. Harga tiketnya kurang-lebih 150 ribu rupiah. Dan itu setimpal dengan fasilitasnya: teve tiap kursi, stick game, kursi pijat, snack, susu dan makan berat. Enam jam Bangkok-Khonkaen jadi tak terasa dengan pelayanan yang bagus itu.
Di Khonkaen, salah satu ibu kota provinsi di sana, kami tinggal di Mordang Apartemen. Sebenarnya ini adalah kos mahasiswa, hanya saja untuk kelas atas. Permalamnya kami rogoh kocek 500 bath atau 150 ribu rupiah. Kami tinggal di area Khonkaen University. Dan tentu saja dengan susasana kampus.
Area Khonkaen University bisa dibilang besar. Bisa jadi lebih besar dari UGM atau UI di Indonesia. Banyak asrama mahasiswa, tempat-tempat olah raga dan fasilitas penunjang lainnya. Saya taksir area itu luasnya ratusan hektar. Karenanya pihak kampus sediakan bus, gratis.
Malam pertama saya, Soim dan Mas Rahab jalan-jalan di seputar apartemen. Kami nongkrong di kafe atas Seven Eleven. Kami pesan minuman dan nikmati rokok. Hanya kami yang merokok. Sedang pengunjung lain nikmati bir atau Chivas, Vodka atau merek lainnya. Ketika pulang, di kiri-kanan jalan, banyak juga mahasiswa nikmati minuman beralkohol. Tapi, tak ada satupun yang merokok. Dan kami nampak seperti orang aneh.
Siang hari pertama saya jalan-jalan tak tahu kemana. Hanya ikuti mini bus dan sampai ke pasar. Bersama saya ada Soim dan Mas Rahab. Sedang teman-teman perempun ikut Mr.Sahidul jalan-jalan di komplek universitas. Di pasar itulah saya temukan jangkrik, belalang dan gendon goreng. Saya cicipi dan beli. Jangkrik yang kecil rasanya gurih. Gendon rasanya enak karena kamijara. Sedang jangkrik hitam (Jaliteng, maybe) dan belalang, saya tak terlalu suka.
Kami kelilingi pasar dan beli apa-apa yang unik. Ada bunga teratai yang isinya bisa dimakan. Kami beli juga asam Thailand yang rasanya manis. Terus sawo kecik yang kecil-kecil. Tak sadar, kantong belanjaan jadi penuh. Inilah kreativitas cowok-cowok di pasar. Hehehe.
Di perjalanan pulang kami mampir di Museum Kampus. Kebetulan ada pameran dari Spin. Tentu saja, kami foto-foto di sana. Lalu kami nongkrong di kafe dekat museum. Saya berkenalan dengan Nan, seorang perawat di RS Khonkaen. Melaluinya saya peroleh banyak informasi tentang tempat-tempat yang bisa dikunjungi di Khonkaen.
Malamnya kami bertiga nongkrong bareng dengan Nan dan temannya. Tempat nongkrong itu mereka sebut Miu Bar. Padahal hanya kafe kecil yang sediakan macam-macam minuman ringan. Mungkin karena dengar kami berbahasa Inggris, si empunya kafe minta foto kami untuk dipasang sebagai reklame promosi. Dia tanya darimana kami, Indonesia. Di sinilah kami merasa sempurna sebagai turis asing.
Hari kedua kami semua ikuti konferensi di Pullman Hotel. Konferensi ini tentang pemerintahan lokal dalam konteks globalisasi. Hari berikutnya masing-masing kami presentasikan paper. Paper saya menarik perhatian seorang doktor Khonkaen. Paper saya tentang Open Goverment di level pemerintahan desa dengan studi kasus Gerakan Desa Membangun di Banyumas. Selesai presentasi, saya minta doktor itu beri testimoni tentang gerakan itu dalam video pendek. Rencananya video itu akan saya sampaikan pada teman-teman Gerakan Desa Membangun.
Malamnya saya, Soim dan Vita cicipi tempat karaoke di sekitar apartemen. Kami masuki Hip Karaoke, sebelumnya kami tanya apakah mereka punya koleksi lagu Barat (berbahasa Inggris). Oh my God, lagu-lagu Barat mereka sangat out of date. Sebut saja: Westlife, Air Suply, Scorpion dan beberapa lainnya yang sudah saya dengar waktu SMP. Koleksi terbaru yang mereka punya seperti Bieber, Rihana, Maroon Five dan itupun masing-masing hanya satu lagu. Kami hanya tahan satu jam di ruangan itu. Bukan karena lelah, tapi karena koleksi musiknya yang kurang.
Lalu kami makan siang di salah satu restoran di bandara Bangkok. Dan lanjutkan perjalanan ke terminal bus untuk menuju ke Khonkaen. Tak banyak kendala selain bahasa. Bukan kami yang tak bisa berbahasa, melainkan driver taksi dan beberapa pelayan itu yang tak bisa bahasa Inggris.
Jam empat kami lanjutkan perjalanan pakai bus. Nakon Chair Air, namanya. Harga tiketnya kurang-lebih 150 ribu rupiah. Dan itu setimpal dengan fasilitasnya: teve tiap kursi, stick game, kursi pijat, snack, susu dan makan berat. Enam jam Bangkok-Khonkaen jadi tak terasa dengan pelayanan yang bagus itu.
Di Khonkaen, salah satu ibu kota provinsi di sana, kami tinggal di Mordang Apartemen. Sebenarnya ini adalah kos mahasiswa, hanya saja untuk kelas atas. Permalamnya kami rogoh kocek 500 bath atau 150 ribu rupiah. Kami tinggal di area Khonkaen University. Dan tentu saja dengan susasana kampus.
Area Khonkaen University bisa dibilang besar. Bisa jadi lebih besar dari UGM atau UI di Indonesia. Banyak asrama mahasiswa, tempat-tempat olah raga dan fasilitas penunjang lainnya. Saya taksir area itu luasnya ratusan hektar. Karenanya pihak kampus sediakan bus, gratis.
Malam pertama saya, Soim dan Mas Rahab jalan-jalan di seputar apartemen. Kami nongkrong di kafe atas Seven Eleven. Kami pesan minuman dan nikmati rokok. Hanya kami yang merokok. Sedang pengunjung lain nikmati bir atau Chivas, Vodka atau merek lainnya. Ketika pulang, di kiri-kanan jalan, banyak juga mahasiswa nikmati minuman beralkohol. Tapi, tak ada satupun yang merokok. Dan kami nampak seperti orang aneh.
Siang hari pertama saya jalan-jalan tak tahu kemana. Hanya ikuti mini bus dan sampai ke pasar. Bersama saya ada Soim dan Mas Rahab. Sedang teman-teman perempun ikut Mr.Sahidul jalan-jalan di komplek universitas. Di pasar itulah saya temukan jangkrik, belalang dan gendon goreng. Saya cicipi dan beli. Jangkrik yang kecil rasanya gurih. Gendon rasanya enak karena kamijara. Sedang jangkrik hitam (Jaliteng, maybe) dan belalang, saya tak terlalu suka.
Kami kelilingi pasar dan beli apa-apa yang unik. Ada bunga teratai yang isinya bisa dimakan. Kami beli juga asam Thailand yang rasanya manis. Terus sawo kecik yang kecil-kecil. Tak sadar, kantong belanjaan jadi penuh. Inilah kreativitas cowok-cowok di pasar. Hehehe.
Di perjalanan pulang kami mampir di Museum Kampus. Kebetulan ada pameran dari Spin. Tentu saja, kami foto-foto di sana. Lalu kami nongkrong di kafe dekat museum. Saya berkenalan dengan Nan, seorang perawat di RS Khonkaen. Melaluinya saya peroleh banyak informasi tentang tempat-tempat yang bisa dikunjungi di Khonkaen.
Malamnya kami bertiga nongkrong bareng dengan Nan dan temannya. Tempat nongkrong itu mereka sebut Miu Bar. Padahal hanya kafe kecil yang sediakan macam-macam minuman ringan. Mungkin karena dengar kami berbahasa Inggris, si empunya kafe minta foto kami untuk dipasang sebagai reklame promosi. Dia tanya darimana kami, Indonesia. Di sinilah kami merasa sempurna sebagai turis asing.
Hari kedua kami semua ikuti konferensi di Pullman Hotel. Konferensi ini tentang pemerintahan lokal dalam konteks globalisasi. Hari berikutnya masing-masing kami presentasikan paper. Paper saya menarik perhatian seorang doktor Khonkaen. Paper saya tentang Open Goverment di level pemerintahan desa dengan studi kasus Gerakan Desa Membangun di Banyumas. Selesai presentasi, saya minta doktor itu beri testimoni tentang gerakan itu dalam video pendek. Rencananya video itu akan saya sampaikan pada teman-teman Gerakan Desa Membangun.
Malamnya saya, Soim dan Vita cicipi tempat karaoke di sekitar apartemen. Kami masuki Hip Karaoke, sebelumnya kami tanya apakah mereka punya koleksi lagu Barat (berbahasa Inggris). Oh my God, lagu-lagu Barat mereka sangat out of date. Sebut saja: Westlife, Air Suply, Scorpion dan beberapa lainnya yang sudah saya dengar waktu SMP. Koleksi terbaru yang mereka punya seperti Bieber, Rihana, Maroon Five dan itupun masing-masing hanya satu lagu. Kami hanya tahan satu jam di ruangan itu. Bukan karena lelah, tapi karena koleksi musiknya yang kurang.
Lanjutkan ke "Laos, Mekong yang Kering"
0 comments :
Posting Komentar