Strategi Baru
Meningkatkan Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM Melalui SMS
Oleh: Firdaus Putra, S.Sos.
Gagasan ini berambisi mempermudah penyaluran hak pilih
mahasiswa dalam Pemira BEM hanya dengan “Ketik A (spasi) B (spasi) C
kirim ke: 085647788XXX”.
Tiga tahun lalu saya sempat menawarkan ide “Pemira Goes to
Class”. Ide ini untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam Pemira BEM.
Meski tujuannya sama, berbeda dengan itu, gagasan kali ini membasiskan diri
pada penggunaan teknologi, khususnya ponsel.
Seperti para pegiat kampus ketahui, tingkat partisipasi
mahasiswa dalam Pemira BEM tidak pernah mencapai 50% dari seluruh mahasiswa.
Kasus semacam ini terjadi berulang kali di Pemira BEM tingkat fakultas atau
tingkat universitas di Unsoed Purwokerto. Pertanyaannya, mengapa tingkat
partisipasi mahasiswa dalam Pemira cenderung rendah?
Satu penjelasan yang sampai sekarang saya yakini, mahasiswa
pada umumnya menganggap Pemira BEM bukan dunianya. Politik kampus adalah “dunia
para aktivis” dan dunia mereka adalah “just study”. Nuansa psikologis seperti
itu muncul dalam bentuk: sikap malas, cuek bahkan perasaan malu. Ekspresinya,
malas dan atau malu datang ke TPS sekedar jalan kaki 10-20 meter dengan 5-7
menit waktu yang dibutuhkan.
Ada jarak antara peristiwa politik itu dengan mahasiswa
sebagai konstituennya. Jarak ini perlu dicari solusinya dengan pola dasar,
“Dekatilah, jangan dijauhi”. Artinya perlu terobosan baru yang bersifat
mendekati konstituen, bukan menunggu mereka datang (ke TPS).
Pada Agustus 2010 Koperasi Kampus Unsoed pernah menyebar
undangan Gathering & Halal bi Halal untuk mahasiswa baru. Dari undangan
itu terkumpul data: nama, fakultas dan nomor ponsel. Menariknya, dari 318
mahasiswa yang terjaring, hanya empat orang yang tidak menyertakan nomor
ponsel. Asumsikan saja mereka tidak mempunyai ponsel atau memang tidak ingin
membagi nomornya. Fakta itu menunjukan bahwa 99% mahasiswa baru (angkatan 2010)
mempunyai ponsel.
Dengan melihat fakta itu, sangat membuka peluang untuk
membuat terobosan baru dimana penyaluran hak pilih dalam Pemira BEM melalui
SMS. Jadi mahasiswa atau pemilih cukup ketik: A (spasi) B (spasi) C kirim ke
nomor pusat tertentu. Sepengetahuan saya, sistem ini kali pertama di Indonesia.
Sebagai terobosan baru, trial and error perlu dicoba. Jika berhasil, sistem ini
akan merevolusi pola partisipasi mahasiswa dalam politik kampus pada umumnya di
seluruh Indonesia.
Ada tiga hal yang menjadi pokok bahasan dalam sistem
tersebut: 1. Model dan infrastruktur penujang 2. Komisi penyelenggara dan
pengawas 3. Seputar masalah teknis. Saya akan jabarkan satu per satu sebagai
berikut.
Model dan Infrastruktur
Sistem ini tidak sama sekali menghapus Kertas Suara. Hanya
saja Kertas Suara konvensional perlu dimodifikasi. Dalam Kertas Suara yang baru
akan tercantum beberapa hal:
1. Foto, Nama dan Nomor Pasangan Calon
2. Nomor Kertas Suara
3. Personal Identification Number (PIN)
Kertas Suara tersebut dibagi ke calon pemilih. Proses
pembagian bisa dilaksanakan di depan ruang kelas, pintu keluar area parker,
musola, kantin kampus dan sebagainya. Untuk mempermudah, mahasiswa tidak perlu
menandatangi dokumen tertentu bukti telah menerima Kertas Suara. Mereka cukup
menyelupkan jari manisnya ke tinta yang telah disediakan oleh komisi
penyelenggara.
Selain sebagai bukti atau validasi, tinta ini berfungsi juga
sebagai proses sosialisasi Pemira. Tinta di jari manis harus dipahami sebagai media
sosialisasi & propaganda simbolis bahwa mereka sekarang bagian dari
politik kampus. Harapannya dengan tinta itu ada semacam efek domino ketika satu
dengan yang lain bertemu dan melihat tinta di jari manisnya. Karena bisa
dilihat mata, mahasiswa akan menggosip tentang Pemira. Misalnya, “Lho kenapa
jari kamu?” Tentu saja yang bersangkutan akan menerangkannya. Ini akan menjadi
media sosialisasi & propaganda yang efektif.
Mahasiswa akan memperoleh Kertas Suara yang berisi Nomor
Kertas Suara dan PIN. Di sinilah poin penting model ini. Nomor Kertas Suara dan
PIN itulah yang akan dikirim ke nomor pusat. Tentu saja, seluruh Nomor Kertas
Suara dan PIN berbeda sebanyak jumlah mahasiswa/ pemilih. Sehingga format SMS
itu seperti: Ketik Nomor Kertas Suara (spasi) PIN (spasi) Nomor Pilihan Calon.
Dengan demikian, tidak menjadi masalah apakah mahasiswa meminjam ponsel
temannya atau mempunyai nomor lebih dari satu. Karena mereka hanya mempunyai
satu Nomor Kertas Suara dan PIN yang tidak bisa diacak sendiri.
Pada saat pembagian Kertas Suara, mahasiswa bisa langsung
mengirim hak pilihnya. Untuk mempermudah, cukup ditentukan waktu pengiriman,
misalnya jam 08.00 – 24.00 WIB. Server akan langsung menerima SMS mereka yang
berisi kode tertentu, misalnya: 0025 F6HT7J 3. Kemudian bagian server akan
menginput data tersebut dengan pertama kali melihat Nomor Kertas Suara.
Caranya sederhana, cukup “kontrol F” pada lama Word/ Exel
dan masukan Nomor Kertas Suara. Selanjutnya kita akan melihat pasangan PIN
untuk kertas suara itu. Jika berbeda, tidak valid dan dianggap rusak! Artinya,
komisi penyelenggara mempunyai database Nomor Kertas Suara dan PIN yang disebar
ke seluruh mahasiswa.
Model ini membutuhkan infrastruktur sebagai penunjang
sebagai berikut:
1. PC/ laptop dengan Microsoft Office.
2. Modem dengan nomor pusat tertentu. Sebisa mungkin “nomor
cantik”.
3. Tinta yang tahan 2-3 hari (apapun tinta itu, cari yang
murah dan tersedia di sekitar).
4. Kertas Suara yang telah dimodifikasi.
5. Keygen untuk memperoleh kombinasi PIN sampai puluhan ribu
kombinasi.
Komisi Penyelenggara dan Pengawas
Model ini membasiskan diri pada penggunaan teknologi
sehingga komisi penyelenggara perlu dilatih secara teknis untuk mempermudahnya.
Pelatihan itu mencakup:
1. Mencetak Kertas Suara dengan nomor seri tertentu
menggunakan fitur Maillings pada Word/ Exel.
2. Membuat PIN dengan sebanyak jumlah mahasiswa. PIN ini
bisa dibuat dengan memanfaatkan software keygen dari aplikasi apapun. (Saya
mencoba menggunakan keygen dari Corel 14 dengan PIN yang bisa dipecah menjadi 7
digit).
Lebih dari sekedar pelatihan teknis, kerawanan terletak pada
manipulasi data. Manipulasi data sangat mungkin dan mudah dilakukan hanya
dengan mengubah data input. Untuk itu, komisi penyelenggara harus menjalani
Sumpah Tugas berdasar agamanya masing-masing dengan Quran, Injil dan
seterusnya. Sumpah ini dapat dilakukan oleh Dosen Agama atau tokoh tertentu
yang dipandang mempunyai kualitas moral yang tinggi.
Sumpah ini diperlukan mengingat bahwa kecurangan selain pada
ranah pemilih yang diantisipasi melalui tinta, juga sangat mungkin terjadi
dalam komisi penyelenggara. Dengan Sumpah Tugas ini, saya kira akan mengurangi
kekhawatiran itu. Jika masih ada kecurangan di dalam komisi penyelenggara, tentu
sangat ironis mengingat mereka mahasiswa dan apa yang dikerjakannya tidak
menguntungkan secara material.
Di sisi lain, untuk mengurangi berbagai bentuk kecurangan
perlu dibentuk komisi pengawas yang bertugas mengawasi jalannya Pemira. Selain
itu, pengawas juga harus mengontrol/ mengawasi komisi penyelenggara khususnya
bagian pusat input data. Komisi pengawas ini bisa berasal dari perwakilan tim
sukses calon, UKM, HMJ, DLM atau BEM sebelumnya.
Seputar Masalah Teknis
Karena sangat teknis, saya akan susun dalam bentuk
tanya-jawab.
1. Bagaimana mencetak Kertas Suara yang mana memuat Nomor
Kertas Suara dan PIN yang berbeda semua? Mudah, gunakan fitur mailings pada
Word. Sebelumnya siapkan database Nomor Kertas Suara dan PIN pada laman Exel.
2. Bagaimana memperoleh PIN? Mudah, ambil dari keygen
aplikasi apapun, misalnya Corel Draw 14. Copy-paste pada laman Exel.
3. Bagaimana menghitung perolehan suara? Sorot dan kopi
kolom “Pilihan” pada tabel Rekap Data Suara. Buka laman Word baru. Paste pada
laman baru itu. Klik kontrol H. ketik Angka 1 (untuk calon nomor 1), 2 (untuk
calon nomor dua) dan 3 (untuk calon nomor 3) pada kolom “Find what”. Isi
“Replace with” dengan huruf A untuk pengganti angka 1, B untuk pengganti angka
2 dan C sebagai pengganti angka 3. Kerjakan satu per satu dari setiap nomor.
Tekan enter. Dan lihatlah jumlah yang ter-replace/ tergantikan. Itulah jumlah
suara bagi setiap calon.
4. Karena error, bagaimana jika ada dua atau lebih SMS yang
isinya sama? Gunakan fitur “Remove Duplicate” pada Exel.
5. Bagaimana jika ada SMS kosong? Mudah, tinggal klik
“Replay” pada software Mobile Partner dan kirim SMS balik dengan perintah suruh
mengulangi.
6. Bagaimana jika terjadi dua kali entri data? Mudah, hapus
SMS yang sudah diinput. (Jika diperlukan untuk melihat ulang masih tersisa di
“kotak sampah”).
7. Apa tinta yang harus digunakan? Apa saja yang penting
tahan lama, mudah dan murah. Misalnya, tinta isi spidol, tinta printer, tinta
China, tinta pulpen boxy, tinta hena atau bahkan obat merah dan pewarna
lainnya.
8. Bagaimana kerahasiaan pemilih? Tetap terjaga! Karena
komisi penyelenggara tidak pernah meminta NIM atau Nama Mahasiswa.
9. Bagaimana mengetahui tingkat partisipasi pemilih? Mudah,
tinggal bandingkan antara potongan kertas suara dengan SMS yang masuk.
10. Apakah mahasiswa bisa pinjam ponsel teman lainnya? Bisa.
Yang terpenting bukan ponsel itu, tetapi Nomor Kertas Suara dan PIN.
11. Bagaimana dengan mahasiswa yang mempunyai nomor lebih
dari satu? Bukan masalah! Alasan seperti di atas.
12. Bagaimana dengan provider yang sering error? Mudah,
jangan gunakan SIM Card dari provider itu. Pilih provider lain yang lebih
sehat.
13. Apakah mahasiswa bisa memperoleh Kartu Suara di
secretariat? Tentu bisa untuk menutup area yang berlum terjangkau oleh bagian
penyisir komisi penyelenggara.
14. Apakah perlu membuat TPS? Jika yakin komisi
penyelenggara yakin dapat menyisir semua peserta, tidak perlu membuat TPS
karena akan mengaburkan sistem.
Catatan Lain
Saat menggunakan sistem baru ini, komisi penyelenggara bisa
mempublikasikannya sebagai bentuk terobosan, misalnya “Gunakan Hak Pilih Anda
Melalui SMS. Pertama di Indonesia” dan sebagainya. Intinya ada sebuah citra
tentang keseriusan, terobosan dan geliat dalam Pemira BEM. Ini akan memberikan
efek kejut (shock therapy) bagi mahasiswa.
Di sisi lain, mengingat sistem ini baru, maka perlu
ditetapkan bersama aturan main dan berbagai kemungkinan yang terjadi di
lapangan. Sebelum aturan main ini dibuat, saya menyarankan untuk membuat
eksperimen terlebih dahulu misalnya dengan 100 orang mahasiswa. Dari sana akan
diketahui berbagai kemungkinan yang terjadi mulai dari tahap pembagian kertas
suara, entri data dan seterusnya.
Sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
Kelebihan:
1. Mendekati/ menjemput pemilih, bukan menunggu! Sistem ini
aktif, tidak pasif.
2. Efek sosialisasi dari pemilih kepada pemilih lainnya.
3. Mudah, murah dan aksesibel.
4. Database nomor ponsel dapat digunakan untuk tujuan
lainnya.
5. Cepat dan massal.
6. Sesuai dengan semangat zaman digital.
7. Menjawab kebutuhan masa depan.
8. Tingkat partisipasi terukur jelas.
Kekurangan:
1. Perdebatan pada validitas (sudah saya jawab seperti di
atas).
2. Perdebatan pada isu manipulasi data (sudah saya jawab
seperti di atas).
3. Karena sistem baru, perlu ada penyesuaian struktur dan
kultural.
4. Perlu diuji coba terlebih dulu pada segmen terbatas.
5. Secara psikologis kurang plong, karena terbiasa dengan
model konvensional.
6. Dua kali kerja, karena masih menggunakan Kertas Suara
(yang berfungsi sebagai pancingan pemilih)
Penutup
Melihat semangat zaman yang serba dinamis dan digital,
menurut saya terobosan baru ini pantas dicoba. Dan hukumnya, sebuah perubahan
akan membuat shock pelakunya. Namun dengan proses adaptasi dan trial and error
yang tepat, sistem ini adalah jawaban bagi masa depan demokrasi kampus dalam
konteks partisipasi mahasiswa. Demikian dan semoga bermanfaat. Kritik dan saran
sangat diperlukan bagi penyempurnaan gagasan. Terimakasih. []
0 comments :
Posting Komentar