Oleh: Firdaus Putra
Soal altruisme sebenarnya saban waktu kita tonton. Misalnya
melalui film-film genre Super Hero produksi Hollywood. Mulai dari Superman,
Batman, Cat Woman, Iron Man dan tentu saja si Manusia Laba-laba. Semuanya
berkisah ihwal pengorbanan untuk sesuatu yang dianggap mulia.
Meski tren film Super Hero itu berkembang di Amerika sana,
Robert N. Bellah dan Mac Intyre justru menemukan potret masyarakat moderen yang
begitu individualis. Ada sekat sosial antara satu dengan individu yang lain.
Sebagai anekdot, tak perlu berlelah teriak-teriak minta bantuan tetangga saat
ada kejadian tertentu. Mereka cukup menekan 911 dan polisi akan datang.
Boleh jadi tren Super Hero adalah rangsangan untuk
bangkitkan hero-hero di masyarakat sana. Hero yang dalam tradisi Indonesia kita
sebut sebagai pahlawan. Kata ini sendiri berasal dari Sansekerta, phala.
Artinya ia menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan bermakna bagi orang lain
atau masyarakat.
Dalam bentuk umumnya kepahlawanan sama dengan sikap
altruistik. Sears definisikan sikap ini sebagai tindakan sukarela yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin
perasaan telah melakukan perbuatan baik.
Sebuah bentuk kebajikan tanpa pamrih yang seringkali
mengorbankan sebagian dirinya. Pengorbanan itu bisa berbentuk pikiran, energi,
waktu, uang, material dan sebagainya. Tentu bentuk klimaksnya adalah
pengorbanan jiwa dan raga seperti yang dilakukan para pahlawan dulu.
Di seberang altruisme ada egoisme. Ia memusatkan segala
tindakannya pada untung-rugi bagi dirinya sendiri. Klimaks dari egoisme adalah selfish.
Bagi orang selfish, pengorbanan bagi orang lain dipandang sebagai kerugian
untuk diri sendiri.
Sekarang ini, di Indonesia tak banyak film Super Hero
berkembang. Sebaliknya film horor penuh setan. Semoga saja ini pertanda
altruisme masyarakat kita cukup tinggi hingga tak perlu dirangsang film a la
Captain Amerika. Atau? []
0 comments :
Posting Komentar