Soal konsumen pepatah lama bilang, “Pembeli adalah raja”. Bisa jadi benar, boleh juga salah. Akan jadi benar bila kita sedang menawar barang/ jasa. Semua yang diminta akan mereka beri. Bak raja, bukan?
Namun sebenarnya tak semuanya “diberi”. Kita kenal ada istilah “rahasia dapur”. Jadilah pembeli tak lagi seperti raja. Kadang ada saja yang disembunyikan dari “si raja”. Entah kualitas, bahan pembuatan, dampak jangka panjang dan sebagainya.
Ada novel sains fiksi berjudul “Codex, Konspirasi
Jahat di Atas Meja Makan Kita” karangan Rizki Ridyasmara. Ceritanya tentang zat
kimia yang sering dipakai dalam makanan olahan, misalnya mono sodium glutamate
(MSG), aspartame dan lainnya. Dampak jangka panjang zat kimia itu bisa
mematikan!
Menariknya data yang dirujuk Rizki cukup valid.
Seperti misalnya program Codex Alimentarius yang diselenggarakan FAO dan WHO.
Dalam novel itu dikisahkan adanya konspirasi untuk mengurangi 93% penduduk
dunia melalui makanan, minuman dan obat-obatan.
Soal benar-tidaknya, konspirasi selalu saja sulit
diverifikasi. Orang bilang, teori konspirasi selalu meneror akal sehat.
Alhasil, sebagian meyakini benar, sebagian yang lain bilang sekedar bualan.
Faktanya, seperti MSG dan aspartame, secara jangka
panjang memang dinilai bersifat karsinogenik. Artinya dapat menyebabkan
penyakit kanker.
Di atas asumsi atau fakta itu, pembeli adalah raja
jadi rapuh. Hanyalah mantra bagian pemasaran untuk memikat konsumen.
Itu hanya satu contoh saja dari domain
makanan-minuman. Belum lagi “SMS beracun” yang dulu sempat booming. SMS yang
otomatis menyedot pulsa dan mengirim kita dengan info-info yang mungkin tak
dibutuhkan.
Atau berbagai praktik jahat investasi bodong penuh tipuan. Juga berbagai
produk yang disinyalir tak aman bagi penggunanya.
Dimana pembeli tak lagi jadi raja, maka menjadi
konsumen kritis-cerdas adalah pilihan bijak. Dan semoga saja Codex salah, agar
kita tak harus periksa semua makanan! []
Diterbitkan pada Buletin Kopkun Corner Edisi 22 April 2013
0 comments :
Posting Komentar