Korea, Memang Indah (Bagian I)


Sebulan sebelumnya saya menggebu-gebu sekali untuk ke Korea. Sampai pada dua minggu sebelum berangkat, visa saya dan Heriyono belum terurus. Yang jadi soal adalah rekening koran penjamin. Orang agen perjalanan bilang minimal 50 juta. Karena berdua maka harus ada 100 juta untuk menggaransi saya dan Heri.

Setelah rekening koran selesai, saya ke agen perjalanan. Naasnya mereka menolak karena dihitung hanya tinggal beberapa hari. Pengurusan visa via agen bisa makan waktu 8-10 hari. Padahal tanggal 3 Juli saya harus sudah berangkat. Orang agen menyarankan agar urus sendiri, mungkin bisa lebih cepat, katanya.

Saya kontak Affan yang posisinya di Jakarta untuk membantu. Saya paketkan paspor dan berkas-berkas lain ke Affan. Apes lagi, berkas sampai Jakarta hari Jumat siang. Tentu layanan sudah tutup. Alhasil Heri urus langsung pada hari Senin. Semua syarat terpenuhi, katanya empat hari jadi.
Alhamdulillah Jumat siang sudah ada konfirmasi bahwa visa keluar. Langsung saya urus tiket. Sebelumnya harga tiket pakai Air Asia hanya 4,2 juta. Sedang saat itu (H-5) harganya jadi 6,8 juta. Mau tak mau, kami beli juga. Dan jadilah saya berangkat, yang awalnya ragu.

Saya berangkat pukul 18.30 WIB dari Bandara Soekarno Hatta. Transit di Kuala Lumpur 1,5 jam. Kemudian terbang ke Korea pukul sembilan malam. Direncanakan sampai Korea pukul 8.30 pagi waktu Korea. Beda waktu Korea-Jakarta adalah dua jam.

Ada cerita lucu saat penerbangan Jakarta-Incheon. Ceritanya malam itu saya kedinginan karena AC. Saya sewa selimut senilai 10RM (25 ribu rupiah). Lalu iseng-iseng saya beli scotch 75ml, kalau tak salah 35-40RM. Saya minum dengan es yang diberikan pramugari. Entah malam jam berapa, tiba-tiba rasanya perut saya mual. Badan panas sekali sampai selimut saya lepas.

Dalam hati saya sudah khawatir, “Mampus neh kalau saya jackpot di pesawat”. Saya tekan perut dan hanya diam sambil mencoba tidur. Syukur tak jadi jackpot. Besoknya saya cerita ke Heri. Dia ketawa ngekek.

***
Saya lupa mengonfirmasi perubahan pesawat ke panitia. Sebelumnya saya booking Malaysia Airlines, karena harga saya ganti Air Asia. Alhasil, sampai pukul 10 pagi kami belum ketemu panitia yang janji mau jemput. Kami cari dari ujung ke ujung. Padahal Incheon Airport itu luas. Akhirnya saya call pakai public telephone. Dan ternyata di sana SIM Card susah didapat. Yang ada adalah penyewaan ponsel.

Selang setengah jam ada sopir taksi mendatangi kami. Duh repot bukan main, dia tak bisa bahasa Inggris. Dengan terbata-bata kami menjelaskan bahwa kami peserta Workshop Koperasi Kampus se Asia Pasifik. Dan syukurlah dia mengucap Dongguk University tempat yang dituju. Yakinlah kami bahwa dia sopir taksi kiriman panitia.

Ternyata jauh juga antara bandaranya dengan Seoul. Pukul 12 siang kami sampai di Dongguk University, ketemu dengan Sonjong, si Panitia. Kami menginap di Dongguk University Dormitory untuk empat hari ke depan. Masing-masing kena 90.000 Won. Tidak termasuk sarapan.

Meski asrama mahasiswa, interiornya bagus. Dan semuanya sudah ramah teknologi. Kami bongkar pakaian dan kemudian mandi. Kami jalan-jalan dan ambil foto di beberapa lokasi di Dongguk University. Jam tengah empat, kami ditunggu panitia untuk Welcome Dinner di International Youth Hostel.

***
Saya pikir panitia sediakan transportasi ke Youth Hostel. Ternyata kami harus jalan kaki sejauh 10 menit. Hebat betul orang-orang Korea, bagi mereka jalan kaki sejauh 10 menit adalah biasa saja. Tak nampak kelelahan, sedang saya rasanya ngos-ngosan. Ditambah Youth Hostel jalannya nanjak seperti perbukitan.

Welcome Dinner dimulai dengan perkenalan masing-masing peserta dan institusinya. Kemudian dibagi kelompok, campur antar negara. Saat itu ada 8 negara yang berpartisipasi: Si Tuan Rumah Korea, Indonesia, Jepang, Filipina, Thailand, India, Sri Lanka dan Singapore. Malaysia harusnya ikut, namun entah mengapa tak hadir.

Saat welcome dinner saya bergairah untuk mencicipi makanan Korea, selain karena memang lapar. Eh, ternyata tak sesuai selera lidah saya yang Jawa. Saya cuma ambil mie goreng (seperti bihun tapi besar) dengan aroma yang aneh. Ada sushi lengkap, tapi belum berselera. Mungkin juga karena masih jetlag.

Sekelompok dengan kami ada tiga mahasiswa dari Jepang. Yang paling lucu adalah Akutagawa. Wajahnya akan memerah kalau kebanyakan minum bir. Sama teman-teman gelas dia diisi terus. Saya minum dua-tiga gelas bir Asahi dan rasanya memang segar.

Hujan turun. Panitia beri payung. Dan Alhamdulillah, kita tak disuruh jalan kaki lagi buat pulang ke Dongguk. [] 

Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 comments :

Anonim mengatakan...

Waktu di dorm dongguk, apa ada oven microwave atau dispenser nya? Terimksh