Setelah workshop selesai, hari ke lima kami pindah dari
asrama Dongguk. Awalnya kita mau check in di International Youth Hostel yang
semalamnya 30.000 Won (270 ribu rupiah). Saya bilang ke Heri kalau itu terlalu
mahal. Dibantu Sonjong, Si Panitia, saya cari di internet. Tadaaa … Akhirnya
ketemu Crossroad Backpacker yang menawarkan 18.000 Won/ malam. Sonjong bantu
reservasi dan ke sanalah kita.
Hostel ini seperti kos-kosan. Bahkan lebih asik kos-kosan,
karena bisa dibayangkan satu kamar isi 8 orang dengan ranjang tingkat. Namun
inilah pengalaman menariknya. Teman sekamar kami ada Xavier dari Perancis,
Victor dari Belanda dan Si Lucu Jun dari Jepang. Tak ketinggalan, we meet by
accidently, Si Ayu Kusuma, mahasiswi asal Indonesia yang kuliah di Waseda,
Jepang.
Saat dia pulang dan masuk kamar, langsung kami berondong
dengan banyak pertanyaan. So exited,
ketemu teman dari Indonesia dan artinya bisa cas-cis-cus pakai bahasa nasional.
Kisahnya si Ayu sedang liburan musim panas sembari menenangkan pikiran di Seoul
setelah broken heart. Hehehe. Cewek asli Surabaya ini asyik, mau cerita
panjang-lebar tentang bagaimana kuliah dan hidup di Jepang.
Crossroad Backpacker letaknya di Hongdae Area. Kalau
Indonesia, lokasinya seperti Malioboro Yogyakarta. Jadi Hongdae itu tourist
zone. Dan beruntunglah kami bermalam di sana. Malamnya kami eksplorasi area
itu. Jalan kaki.
Yang menarik, di taman beberapa musisi jalanan beraksi.
Penontonnya ya muda-mudi Korea. Nampaknya mereka turis domestik. Tak sedikit
mereka menyanyi bersama dan foto ini-itu. Kami cari tempat yang enak buat duduk
dan saya bakar rokok. Dan tentu saja, saya harus perhatikan orang-orang dulu
dimana mereka merokok. Saya tak ingin terlihat aneh bilamana rokok dilarang.
Dan syukurlah, saya bisa merokok!
Jam 10 kami mampir di kafe. Kami sudah makan. Jadi cuma
pesan minuman saja. Saya pesan bir dan Heri pesan sake Jepang. Kami cerita soal
masa SMA dulu. Kebetulan saya dan Heri satu SMA saat di Kediri dulu. Sekarang
dia kerja di Jakarta sebagai staf ahli DPR urusan koperasi dan saya di
Purwokerto. Kami ketemu terakhir 5 tahun lalu. Dan kemudian ketemu saat ada
reuni akbar di Kediri. Sampai akhirnya saya ajak dia ke Korea.
Selesai nongkrong
kami pulang. Dan ternyata anak-anak hostel sedang pesta Soju. Soju itu seperti
sake. Kalau di Indonesia mungkin seperti tuak/ arak/ ciu. Tapi sudah dikemas
dalam botol kaca. Soju ini minuman khasnya Korea.
Tak mau ketinggalan, saya ikut duduk. Kenalan dengan yang
lain. Ada Michael dan pacarnya Ashley dari England. Ada Yiyu, pria Chinese,
dari Belada, terus ada Rebeca dan Chen dari Hongkong. Tak ketinggalan si
pemilik hostel, Kenneth. Dan tentu saja Si Lucu Jun ikut serta.
***
Esoknya kami mulai petualangan. Kami cari peta dan mulai
melihat tempat-tempat yang bisa dikunjungi. Dibantu Ayu, kami membaca peta itu.
Kata dia semua tempat bisa dijangkau dengan subway. Dan kita bisa beli kartunya
di stasiun. Ia menyarankan agar kami pakai kartu TMoney karena jatuhnya lebih
murah beberapa ratus won daripada beli ecer/ one way journey.
Mulailah kami dengan mengunjungi Gyeogbokgung Palace di
daerah Gwanghamun. Dan sekali lagi beruntunglah kami di Hongdae, karena stasiun
terdekat hanya berjarak 10 menit jalan kaki dari hostel, namanya Hongik
Station. Dari Hongik kami ambil Line 2 warna Hijau. Kemudian transfer ke Line 5
warna Pink. Peta itu benar-benar menolong. Tinggal tentukan tujuan dan lihat
warna dan nomor jalur. Ikuti sesuai dengan perhentian-transfernya, sampailah di
tujuan.
Peta dan subway itu juga ramah bagi turis asing. Mereka
gunakan dua bahasa, Korea dan Inggris dalam memandu penumpang. Yang menarik,
tak banyak petugas berjaga karena semuanya sudah pakai pintu otomatis.
Sebenarnya subway ini seperti KRL di Jakarta. Tapi kualitasnya lebih bagus.
***
Sebelum keluar dari stasiun Gwanghamun kita bisa lihat dulu
harus keluar dari pintu nomor berapa agar langsung mengarah ke Gyeogbokgung
Palace. Dan keluar dari pintu, langsung patung Raja Sinjeong menyambut. Patung
itu besar dengan ikon raja yang duduk di singgasananya. Dan menariknya di bawah
patung itu ada museum yang bisa dikunjungi gratis. Masuk lah kami!
Saya pikir ini museum yang menarik. Selain menampilkan
berbagai artefak, museum multi media ini bisa menyuguhkan animasi yang keren.
Salah satunya mengisahkan bagaimana Raja Sinjeong ahli dalam astronomi. Dan
dialah penemu huruf Hangeul alias huruf Korea itu.
Dan “santapan” utama kami menunggu. Kurang-lebih 500 meter
di belakang monumen itu, Gyeogbokgung
Palace sudah terlihat. Benar-benar menawan. Di depan gerbang ada lima penjaga
yang mengenakan pakaian adat Korea. Bergantian kami berfoto, termasuk turis
lainnya.
Entah memang orang pilihan atau mereka pakai sepatu khusus,
kami merasa kalau penjaga-penjaga itu lebih tinggi dari kebanyakan pria Korea.
Dengan berseragam lengkap juga bersenjata, pedang dan tombak, mereka berdiri
tegap. Seolah turis yang nempel-nempel foto di sampingnya tidak ada. Mereka
hanya diam mematung tanpa bicara.
Untuk masuk ke istana itu kami beli tiket 3.000 Won/ orang. Di
seberang loket tiket ada loket khusus bagi yang mau berfoto dengan menggunakan
pakaian adat Korea. Menariknya loket itu gratis. Hanya saja karena mengantri
lama, kami tak jadi ikutan foto. Dan lagi-lagi ketemu dengan serombongan
mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang mengantri. []
0 comments :
Posting Komentar