Dimensi Keempat

Oleh: Firdaus Putra, HC.
Albert Einstein mulai bicara soal dimensi keempat saat merumuskan Teori Relativitas Khusus (1905). Kemudian ada ilmuwan lain, PD. Ouspensky merilis buku The Fourth Dimension empat tahun setelahnya.

Ambillah kubus kayu, rabalah; Ia punya sisi panjang, lebar dan isi. Kubus kayu itu kita sebut tiga dimensi. Lihatlah sebuah foto; Ia hanya punya sisi panjang dan lebar saja. Foto itu kita sebut dua dimensi. Buatlah satu titik; Ia hanya punya satu dimensi. Lantas apa itu dimensi keempat?
Dimensi keempat merupakan penambahan dari wujud tiga dimensi dengan satu dimensi tertentu. Mari kita tengok kembali ihwal kubus kayu. Kita lupa satu hal, bahwa saat meraba kubus, kita berada dalam waktu tertentu. Dan itulah dimensi keempat: waktu.

Bayangkanlah kita sedang di dalam ruang tunggu. Saat berada di ruang tunggu itu, pasti kita juga sedang berada dalam waktu tertentu: pagi, siang atau malam. Sulit membayangkan berada dalam ruang tanpa konteks waktu. Alhasil, seperti kata Einstein, ruang dan waktu selalu hadir bersamaan: ruang-waktu.                                                    

Kemudian Ouspensky, ilmuwan asal Rusia itu, melempar tanya, “Bila ruang-waktu itu selalu hadir bersamaan, dimanakah kita berada: masa lalu, kini atau mendatang?” Orang menjawab: di masa kini. Ouspensky meragukan. Umur “masa kini” teramat sangat pendek. Atau boleh lah kita sebut umurnya: just in time, saat itu saja. Dan sedetik kemudian menjadi “masa lalu”.

Boleh jadi itulah sebab mengapa dalam mitologi Yunani, Dewa Janus hanya berwajah dua, bukannya tiga.  Dewa Janus itu yang kemudian namanya dipakai untuk  bulan “Januari”. Di bulan Januari tiap awal tahun  kita menghadapi dua waktu: lalu dan mendatang.

Masa lalu merupakan masa kini yang telah lewat. Masa mendatang adalah masa kini yang belum eksis. Hanya pada irisan itulah “masa kini” hadir meng-antara-i keduanya.

Kesadaran akan masa lalu dan mendatang membuat kita lebih mawas. Baik masa lalu (yang dikenang) dan masa mendatang (yang akan dicapai); Membuat kita berfikir jangka panjang (short term). Sedang masa kini merupakan praktis kehidupan berjangka pendek (short term).

Lalu, bagaimana menerjemahkan yang long term (misalnya satu tahun) dalam praktis yang short term (sebutlah satu hari)? Resolusi awal tahun boleh jadi jawabannya. Dia semacam program kerja tahunan yang di kerjakan dari hari ke hari.

Resolusi sebagai perencanaan dan aksi merangkum masa lalu, kini dan mendatang. Dia merangkum dimensi keempat: waktu. Agar berhasil, dia harus mewujud dalam ruang.

Riset Querkyscience (2007), menyebut 80-90% orang gagal mengerjakan resolusinya. Itu mungkin tanda kita tak peka akan menyatunya ruang-waktu. Bahwa resolusi bukan sekedar rencana masa mendatang dengan titik tolak masa lalu, tapi juga aksi di masa kini dan di sini. Dan ingat, just in time! []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :