Praktika yang Imanen

Oleh: Firdaus Putra, HC.

Saya punya seorang teman yang gemar berbuat baik. Dia sering support berbagai komunitas/ kelompok sosial dalam isu apapun: perdesaan, pertanian, IT, koperasi, komunitas kreatif dan terakhir, korupsi. Suatu tempo yang bersangkutan mengajak saya untuk ikut Kopi Darat komunitas pertanian. Ia bilang, “Jangan cuma ngurusi koperasi, harus yang lain juga dong”, sindirnya.

Saya jawab pesan WA dia saat itu, “Praktik yang saya lakukan itu kan imanen”. Saya tak bisa asal grudug sana grudug sini hanya dengan jargon berbuat baik, karya sosial, membantu sesama dan seterusnya. Untuk sampai saya pada isu atau masalah tertentu, saya harus mengalaminya sebagai bagian keberadaan (karya-pekerjaan-aktivitas) saya saat ini. Sehingga saya tak bisa tiba-tiba bicara isu pendidikan, meskipun, itu hal yang baik.

Itulah yang saya sebut sebagai kesadaran dan praktika yang imanen. Yakni sebuah kesadaran dan praktika yang menjejak pada kedirian kita dengan derajat proksimitas yang dekat dengan kita. Sehingga misalnya, ketika saya masuk isu perdesaan, itu pun karena ada proksimitasnya: yakni koperasi sebagai kelembagaan dalam BUMDes.

Sebaliknya, teman saya cenderung berkesadaran transenden (universal). Artinya kesadarannya berangkat dari klaim moral: bahwa kita sedang membangun/ mendukung karya sosial atau berbuat baik itu. Kesadaran transenden seperti ini sering kita jumpai di kelas menengah yang sering bersolidaritas lewat sosial media. Paparan isu apapun ia respon sedemikian rupa “seolah” bagian dari dirinya. Padahal isu atau kasus itu senyatanya jauh dari kedirian dan proksimitasnya.

Kesadaran dan praktika imanen memberi kerangka aksi yang lebih fokus dan sistematis. Tentu hal ini merupakan langkah konkret bagi ikhtiar mewujudkan perubahan sosial yang terarah. Yakni bagaimana kita mengonsentrasikan energi pada apa yang benar-benar kita pedulikan (concern).

Dalam praktika imanen dibutuhkan nafas panjang seorang pelari maraton. Karena kita tahu persis bahwa kadang perubahan itu tak terjadi dalam waktu singkat. Yang ada adalah sebuah perubahan gradual dan terus-menerus sehingga mencapai titik ideal.

Sedang teman saya, lebih nampak sebagai seorang pelari cepat atawa sprinter. Bulan ini ia bisa bertemu dan “bersolidaritas” dengan komunitas yang concern pada masalah pendidikan, bulan depan ia berjibaku dengan masalah korupsi. Secara awam hal itu sungguh mulia. Namun apakah sungguh-sungguh apa yang ia kerjakan membawa sebuah perubahan? Atau sebenarnya ia sampai batas tertentu justru “pencuri tepuk tangan” yang seharusnya tak ia peroleh.

Bayangkan, saban waktu ia mengikuti kegiatan komunitas tertentu, ia akan share foto di akun sosial medianya. Tentu saja teman-teman akan membanjirinya dengan “Like” dan komentar positif. Namun saya tahu, bahwa dia hanya “bersolidaritas” semata dan bukan pelaku dalam isu itu. Itu yang saya sebut sebagai “mencuri tepuk tangan” yang seharusnya diterima oleh para pelaku asli.

Seorang teman lain, pernah juga berlaku seperti itu. Suatu ketika ia pasang DP BBM dengan pose dirinya bersama seorang pemulung. Lantas iseng saya tanya, “Wah siapa tuh?” Dan ia menjelaskan panjang-lebar bagaimana nasib bapak pemulung itu. Lantas saya bertanya, “Lalu apa yang sudah kamu lakukan untuknya?” Dia menjawab, “Enggak ada Mas. Cuma foto dan ngobrol-ngobrol doang”. Itulah bentuk kesadaran transenden yang sering muncul di kalangan kelas menengah, yang mohon maaf, ngehek.


Sungguh kesadaran dan praktika imanen kadangkala jauh dari sorot lampu di atas panggung dan puja-puji penghormatan. Sungguh dibutuhkan ketulusan batin tentang apa yang dikerjakannya. Karena sungguh kita tak perlu berpura-pura peduli terhadap isu tertentu di luar kedirian dan proksimitas kita. Yang sebaliknya, akan beda tipis dengan modus narsisme untuk mencuri tepuk tangan itu. []
Share on Google Plus

About Firdaus Putra

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :