Oleh: Firdaus Putra, HC.
Kadang revolusi tak selalu dekat dengan jargon heroik. Di Mesir sana, sekira 2011 yang lalu, teriakan itu berbunyi "Aku Ingin Menikah". Itu bukannya dibentangkan oleh para jones-jones, namun para revolusioner Arab Spring saat itu.
Bila ingin membayangkan semembahana apa revolusi Mesir, putarlah Emel Mahtlouti, My Word is Free. Jauh dari kata main-main, semuanya serius; Seserius menggulingkan rezim Mubarak.
Lantas mengapa slogan itu justru berbunyi "Aku Ingin Menikah"? Apa yang herois adalah yang, sebenarnya, dialektis. Heroisme sebagai sebentuk pembelaan pada hak-hak sipil warga barang tentu berasa manusia sekali.
Ia tak perlu dibalut dengan "Hancurkan Mubarak yang otoriter" atau "Tegakkan demokrasi" dan sejenisnya. Ia hanya perlu dialektis atawa hadap masalah. Dan, ihwal menikah di sana adalah soal serius.
Itu, lagi-lagi, tak main-main. Dikisahkan oleh Shereen el Feki dalam Seks dan Hijab, bagaimana kondisi ekonomi Mesir yang stag membuat para lajang tak berkutik.
Di sisi lain, ongkos nikah begitu mahal karena tuntutan keluarga perempuan yang tinggi. Seorang pria miskin butuh waktu 7 tahun untuk misalnya punya 3500$ sebagai ongkos nikah. Itu pun, dengan dibantu oleh keluarganya.
"Aku Ingin Menikah" boleh jadi senada dengan petikan gitar Iwan Fals, "... susu tak terbeli ...", lagi-lagi, yang herois itu dialektis. Ia adalah paduan tuntutan nyata masyarakat berbalut dengan hak-hak sipil yang harus dipenuhi.
El Feki di buku yang sama kisahkan juga bagaimana stagnasi ekonomi buat hubungan ranjang tak menggairahkan. Beberapa yang ia jumpai mengisahkan; Suami-suami yang ejakulasi dini karena pikiran stres. Ternyata, ekonomi berkorelasi positif dengan tingkat ereksi.
Dan revolusi Mesir 2011 lalu, terlepas dari teori konspirasi soal CIA terlibat di dalamnya, merupakan proses ekspresi hidup di bumi manusia yang manusiawi. Bahwa kadang revolusi tak butuh panca azimat nan membahana dengan santi aji dan mantra herois-magis.
Alih-alih, ia hanya butuh teriakan jujur ihwal hak-hak yang terlanggar saat negara tidak bekerja sebagaimana mestinya; Yang membuat orang menjadi -- meminjam bahasa WHO beberapa bulan lalu -- disable. []
Kadang revolusi tak selalu dekat dengan jargon heroik. Di Mesir sana, sekira 2011 yang lalu, teriakan itu berbunyi "Aku Ingin Menikah". Itu bukannya dibentangkan oleh para jones-jones, namun para revolusioner Arab Spring saat itu.
Bila ingin membayangkan semembahana apa revolusi Mesir, putarlah Emel Mahtlouti, My Word is Free. Jauh dari kata main-main, semuanya serius; Seserius menggulingkan rezim Mubarak.
Lantas mengapa slogan itu justru berbunyi "Aku Ingin Menikah"? Apa yang herois adalah yang, sebenarnya, dialektis. Heroisme sebagai sebentuk pembelaan pada hak-hak sipil warga barang tentu berasa manusia sekali.
Ia tak perlu dibalut dengan "Hancurkan Mubarak yang otoriter" atau "Tegakkan demokrasi" dan sejenisnya. Ia hanya perlu dialektis atawa hadap masalah. Dan, ihwal menikah di sana adalah soal serius.
Itu, lagi-lagi, tak main-main. Dikisahkan oleh Shereen el Feki dalam Seks dan Hijab, bagaimana kondisi ekonomi Mesir yang stag membuat para lajang tak berkutik.
Di sisi lain, ongkos nikah begitu mahal karena tuntutan keluarga perempuan yang tinggi. Seorang pria miskin butuh waktu 7 tahun untuk misalnya punya 3500$ sebagai ongkos nikah. Itu pun, dengan dibantu oleh keluarganya.
"Aku Ingin Menikah" boleh jadi senada dengan petikan gitar Iwan Fals, "... susu tak terbeli ...", lagi-lagi, yang herois itu dialektis. Ia adalah paduan tuntutan nyata masyarakat berbalut dengan hak-hak sipil yang harus dipenuhi.
El Feki di buku yang sama kisahkan juga bagaimana stagnasi ekonomi buat hubungan ranjang tak menggairahkan. Beberapa yang ia jumpai mengisahkan; Suami-suami yang ejakulasi dini karena pikiran stres. Ternyata, ekonomi berkorelasi positif dengan tingkat ereksi.
Dan revolusi Mesir 2011 lalu, terlepas dari teori konspirasi soal CIA terlibat di dalamnya, merupakan proses ekspresi hidup di bumi manusia yang manusiawi. Bahwa kadang revolusi tak butuh panca azimat nan membahana dengan santi aji dan mantra herois-magis.
Alih-alih, ia hanya butuh teriakan jujur ihwal hak-hak yang terlanggar saat negara tidak bekerja sebagaimana mestinya; Yang membuat orang menjadi -- meminjam bahasa WHO beberapa bulan lalu -- disable. []
0 comments :
Posting Komentar